http://www.indomedia.com/bpost/122006/24/depan/nas2.htm
Sedikit Perempuan Aceh Jadi Ulama Syik Banda Aceh, BPost Kualitas dan peran keagamaan kaum perempuan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dinilai masih tertinggal dibandingkan laki-laki, sehingga sulit ditemukan tokoh agama Islam (Tengku Syik) yang memiliki kharisma, termasuk dalam kepengurusan organisasi keagamaan. Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry, Dra Raihan Putri Ali Muhammad, di Banda Aceh, Sabtu (23/12), mengatakan, selain sulit menemukan sosok perempuan yang menjadi tokoh agama (Tengku Syik), mereka juga banyak yang berkiprah sebagai guru di pesantren (da'iyah) tradisional dan modern di daerah tersebut. "Saya melihat sangat sedikit perempuan terlibat langsung dalam pengurus lembaga keagamaan formal seperti Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU). Kaum perempuan juga belum banyak menjadi da'iyah (muballighah)," katanya. Pada sisi lain, katanya, fenomena sosial keagamaan kaum perempuan Aceh dewasa ini telah mengalami degradasi nilai yang sangat memprihatinkan. Pergeseran nilai ini terjadi seiring dengan arus globalisasi dunia yang terus melaju dan merambah hingga menjangkau kaum perempuan Aceh. Globalisasi telah membuat situasi dunia menjadi sangat transparan, segala sesuatu yang sedang terjadi di suatu negara dapat dilihat oleh masyarakat di negara lain dalam waktu bersamaan, jelasnya, sembari menambahkan, sekat-sekat yang membatasi budaya antar bangsa semakin mudah masuk dan saling mempengaruhi. Kehadiran era global, melahirkan kecenderungan merusak kepribadian anggota masyarakat dan menghadirkan sejumlah dampak negatif yang merusak dan berbenturan dengan akar budaya Islami, sambung Raihan. Hal ini semakin mudah ditemukan di tengah dalam kehidupan masyarakat. Laju perjalanan arus globalisasi tersebut sedikit banyak turut mempengaruhi perkembangan mentalitas, aktifitas dam kemitmen keagamaan masyarakat secara umum, terutama kalangan perempuan yang jumlahnya di Provinsi NAD mencapai 51 persen. [Non-text portions of this message have been removed]