Re: [wanita-muslimah] Sekolah Tinggi James Bond di Sentul

2009-10-07 Terurut Topik Irwan Kurniawan
Hehehehe.. kata orang, dasar intel melayu..
jadi ingat kabar soal 'jaringan teroris' yang punya account Facebook..
aya aya wae.. :-p

-- 
Wassalam,

Irwan.K
Better team works could lead us to better results
http://irwank.blogspot.com

Pada 7 Oktober 2009 07:17, sunny am...@tele2.se menulis:



 Refleksi: Tempat kediaman saya di kampung dikelilingi hutan belukar lebat,
 jauh dari keramaian dunia modern dan oleh karena itu baru dengar ada sekolah
 tinggi intelejen, mungkin ini sekolah intelejen pertama di dunia yang
 diumumkan. Rahasia yang diumumkan menjadi rahasia umum!


 http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/10/07/04541867/sekolah.tinggi.james.bond.di.sentul

 Sekolah Tinggi James Bond di Sentul

 KOMPAS/WISNU DEWABRATA
 Seorang wisudawan berpose dengan kedua orangtuanya seusai upacara wisuda
 pertama di Sekolah Tinggi Intelijen Negara, Jumat (2/10). Sekolah tinggi itu
 dibangun di kawasan perbukitan nan sejuk di daerah Sentul, Bogor, Jawa
 Barat.
 /Rabu, 7 Oktober 2009 | 04:54 WIB
 Oleh Wisnu Dewabrata

 KOMPAS.com-Wajah cerah nan semringah tergambar jelas di paras para
 wisudawan Sekolah Tinggi Intelijen Negara, 2 Oktober lalu, yang menggelar
 prosesi wisuda pertama kali di kampus mereka, yang berdiri di kawasan
 perbukitan sejuk di wilayah Sentul, Bogor, Jawa Barat.

 Empat tahun mereka kuliah dan menimba berbagai ilmu pengetahuan dan
 keterampilan keintelijenan di kampus yang dibangun sejak pertengahan tahun
 2004 saat Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) masih dijabat AM
 Hendropriyono.



[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Sekolah Tinggi James Bond di Sentul

2009-10-06 Terurut Topik sunny
Refleksi:  Tempat kediaman saya di kampung dikelilingi hutan belukar lebat, 
jauh dari keramaian dunia modern dan oleh karena itu baru dengar ada sekolah  
tinggi intelejen, mungkin ini sekolah intelejen pertama di dunia  yang 
diumumkan. Rahasia yang diumumkan menjadi rahasia umum! 


http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/10/07/04541867/sekolah.tinggi.james.bond.di.sentul


Sekolah Tinggi James Bond di Sentul

 
KOMPAS/WISNU DEWABRATA
Seorang wisudawan berpose dengan kedua orangtuanya seusai upacara wisuda 
pertama di Sekolah Tinggi Intelijen Negara, Jumat (2/10). Sekolah tinggi itu 
dibangun di kawasan perbukitan nan sejuk di daerah Sentul, Bogor, Jawa Barat.
/Rabu, 7 Oktober 2009 | 04:54 WIB
Oleh Wisnu Dewabrata

KOMPAS.com-Wajah cerah nan semringah tergambar jelas di paras para wisudawan 
Sekolah Tinggi Intelijen Negara, 2 Oktober lalu, yang menggelar prosesi wisuda 
pertama kali di kampus mereka, yang berdiri di kawasan perbukitan sejuk di 
wilayah Sentul, Bogor, Jawa Barat.

Empat tahun mereka kuliah dan menimba berbagai ilmu pengetahuan dan 
keterampilan keintelijenan di kampus yang dibangun sejak pertengahan tahun 2004 
saat Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) masih dijabat AM Hendropriyono.

Suasana wisuda angkatan I dan II, masing-masing terdiri dari 30-an wisudawan 
dua program studi, keagenan (agent) dan analis (analyst), itu terkesan tak jauh 
beda dengan prosesi serupa di berbagai kampus lain. Banyak orangtua dan kerabat 
para wisudawan hadir dalam upacara itu selain para undangan kehormatan seperti 
para pejabat intelijen dan tentu saja Kepala BIN Syamsir Siregar beserta 
wakilnya, As'ad Said Ali.

Tidak ada kesan angker, kaku, tegang, apalagi berbau-bau militer. Padahal, 
tugas teramat berat menanti para lulusan Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) 
itu. Menurut Syamsir, para wisudawan sekolah tinggi itu diproyeksikan menjadi 
tulang punggung dan generasi penerus intelijen Indonesia setidaknya 10-15 tahun 
mendatang. Malah bukan tidak mungkin salah seorang dari mereka bakal menjabat 
Kepala BIN menggantikan dirinya.

Beban berat lain boleh jadi dengan tepat, singkat, dan padat diilustrasikan 
As'ad dalam orasi ilmiah yang ia sampaikan saat itu. Menurut dia, sosok 
intelijen adalah mereka yang, Jika berhasil (menjalankan tugas) tidak dipuji. 
Jika gagal dicaci maki. Jika hilang tidak akan dicari. Dan jika mati tidak ada 
yang mengakui.

Hidup serba dalam bayang-bayang keserbarahasiaan. Bahkan sejak saat masih 
berkuliah. Hal itu dibenarkan Ketua II STIN Supono Sugirman, yang hari itu 
menemani para wartawan berkeliling mendatangi sejumlah fasilitas perkuliahan 
dan asrama tempat tinggal di STIN.

Kalau ditanya kuliah di mana, anak-anak sudah paham harus menjawab apa. Hanya 
keluarga mereka yang diberi tahu kondisi sebenarnya, termasuk juga soal akan 
jadi apa anak-anak mereka nanti, seperti apa pekerjaan dan risikonya, ujar 
Supono sambil tersenyum.

Menurut Supono, keluarga harus tahu. Dalam dunia intelijen, perlindungan oleh 
keluarga adalah perlindungan terbaik. Hal serupa, menurut dia, juga dilakukan 
oleh para teroris.

Setiap tahun STIN merekrut 30-an mahasiswa untuk dididik selama empat tahun 
dalam jenjang strata satu, dengan gelar sarjana intelijen (S In). Selain ilmu 
keintelijenan, para mahasiswa juga dididik dengan bekal keilmuwan lainnya 
sebagai pendukung, seperti ekonomi, sosial, politik, eksakta, budaya, dan 
banyak lagi. Mereka juga diwajibkan menguasai bahasa asing selain Inggris, 
seperti Mandarin, Arab, dan Perancis.

Para pengajarnya pun didatangkan khusus dari dosen-dosen terbaik dari semua 
perguruan tinggi negeri terkenal di negeri ini. Para pengajar tamu juga 
didatangkan dari kalangan praktisi terbaik di bidangnya.

Pola perekrutan mahasiswa baru digelar secara khusus. Bersama BIN, pihak STIN, 
dengan dibantu instansi terkait lain seperti Departemen Pendidikan Nasional, 
membentuk tim khusus untuk memburu para siswa berprestasi dan memiliki 
kecerdasan di atas rata-rata dari seluruh pelosok Indonesia. Setelah 
dikumpulkan, mereka dites kembali oleh STIN.

Kami di sini akan mendidik mereka dari sekadar anak cerdas menjadi lebih 
cerdas lagi. Mereka kami ambil dari berbagai sekolah yang menerapkan sistem 
asrama (boarding school). Tujuannya agar sejak awal mereka sudah terbiasa hidup 
disiplin. Orang cerdas tetapi tidak disiplin bisa jadi orang yang berbahaya, 
ujar Supono.

Sementara itu, Kepala STIN Sutjahjo Adi menegaskan, STIN mendidik calon 
prajurit perang pikir, bukan fisik. Perdebatan akademis diwajibkan. Para 
mahasiswa dipersilakan berargumen sekeras mungkin, tetapi tidak boleh bentrok 
fisik.

Pihak STIN melarang, apalagi menerapkan cara-cara kekerasan, baik di antara 
para pengajar dengan peserta didik maupun antarmahasiswa. Hal itu sesuai dengan 
slogan pendidikan STIN, Cendikia Waskita. Hubungan antar yunior dan para 
senior (wisudawan), seperti terlihat sepanjang kegiatan wisuda, juga 
membuktikan klaim Adi tadi. Bagi mereka yang melanggar, sanksi