Saatnya "Silent Majority" Bertindak

Islam Telah Direduksi dan Dibajak

Sudah Saatnya "Islam Silent Majority "Bertindak melawan golongan2 Islam 
Wahabi-Salafy Radikal.


[JAKARTA] Kata "jihad" telah direduksi dan Islam sudah dibajak oleh kelompok 
tertentu yang mengatasnamakan Islam. Akibat perbuatan mereka, semua umat Islam 
terkena getah. Karena itu, saatnya umat Islam Indonesia moderat yang selama ini 
menjadi silent majority untuk bertindak.

"Jangan memberikan peluang sedikit pun bagi persembunyian para pembajak Islam 
itu," kata HM Atho Mudzhar, Kepala Litbang Departemen Agama, saat menyampaikan 
khotbah pada buka puasa bersama di Istana Negara, Kamis (27/8). Dia mengimbau 
umat Islam Indonesia yang mayoritas moderat untuk bersatu padu dan lebih tegas 
menyikapi pandangan sesat.

Jihad dalam Islam, kata Mudzhar, bisa pula diartikan sebagai perang, di samping 
artinya bersungguh-sungguh atau ijtihad. Tapi, jihad yang berarti perang hanya 
boleh dalam tiga hal. Pertama, pecahnya perang antara Islam dan musuh Islam. 
Saat ini, Muslim Indonesia tidak dalam keadaan perang dengan pihak mana pun.

Kedua, jihad dilakukan jika negeri Muslim diserang. Indonesia tidak dalam 
kondisi diserang oleh pihak mana pun. Ketiga, ketika imam atau pemimpin negeri 
Islam meminta rakyatnya untuk berperang. "Dalam konteks Indonesia, pemimpin 
negeri adalah presiden, bukan kelompok tertentu yang semaunya mengangkat diri 
menjadi pemimpin," katanya.

Dia menegaskan, Indonesia saat ini tidak berada dalam kondisi tiga persyaratan 
itu, sehingga tidak ada jihad yang artinya perang. "Indonesia bukanlah dar al 
harb, melainkan dar al-shulh negara yang dibangun di atas perjanjian dan 
perdamaian oleh seluruh penduduk negeri, apa pun agamanya, dalam satu platform 
bersama yang disebut Pancasila," paparnya.

Mudzhar menambahkan, Indonesia adalah negara yang berdasarkan Pancasila, di 
mana setiap umat beragama harus hidup berdampingan secara damai. "Islam di 
Indonesia harus menjadi rahmatan lil alamin. Islam menjadi rahmat bagi semesta 
alam," ujarnya.

Terkait dengan itu, dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Chaider S Bamualim 
mengakui bahwa serangkaian perang, kekerasan, dan teror yang terjadi di dunia 
Islam, yang motif dan tujuannya rumit tapi pelakunya kebanyakan menggunakan 
simbol Islam, telah membuat Islam mengalami stigmatisasi.

"Di mata banyak pihak, Islam dinilai cenderung permisif pada kekerasan. Jelas 
ini sebuah kesalahpahaman. Celakanya, umat Islam sendiri yang membuat 
kesalahpahaman itu, terutama segelintir orang Islam pecandu kekerasan. Tapi 
tidak semua orang Islam bisa menerima realitas ini. Mereka justru berang ketika 
aksi teror coba dikaitkan dengan agama mereka," ujarnya.

Untuk itu, menurut Chaider, semua pihak, terutama agamawan dan kaum intelektual 
Muslim, harus mau berpikir keras guna memecahkan kekacauan dalam memaknai 
jihad. "Mari kita atasi bersama. Jangan bersikap defensif dan apologis, apalagi 
dengan mengkambing-hitamkan pihak lain setiap kali muncul aksi teror atas nama 
Islam. Mari kita berpikir tentang nasib dan masa depan toleransi di bangsa yang 
berbudaya ini guna mencegah 'terorisasi' dalam kebudayaan kita," ujarnya 
mengimbau.


Kirim email ke