http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=News&id=19022

2010-05-22 
Cegah Terorisme Masuk Kampus 



[BOGOR] Paham-paham radikalisasi yang mengarah ke terorisme terus bertumbuh di 
dalam kampus, karena merupakan lahan strategis dan leluasa untuk menyebarkan 
gagasan radikalisme. 


Karena itu, kampus harus mampu mencegah jaringan radikalisme yang menyusup dan 
melakukan doktrinisasi kepada para mahasiswa. Para teroris memilih target 
mahasiswa yang pintar dan memiliki idealisme tinggi serta memiliki pemikiran 
radikal dan revolusioner. Demikian rangkuman pendapat dari Staf Khusus Bidang 
Komunikasi dan Media Kementerian Pendidikan Nasional Sukemi dan Sosiolog 
Universitas Indonesia Johannes Frederik Warouw di sela-sela lokakarya 
implementasi reformasi birokrasi Kemdiknas di Bogor, Jawa Barat, Jumat (21/5).


Berkaitan dengan itu kata Sukemi, Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) 
mendorong pelaksanaan deradikalisasi di kampus-kampus. Deradikalisasi merupakan 
usaha untuk mengembalikan paham radikal dari orang yang terkena paham itu. 
Kampus dan sekolah melakukan deradikalisasi melalui pelajaran agama dan 
kewarganegaraan. "Dalam Kementerian Agama juga ada divisi khusus 
deradikalisasi. Dan deradikalisasi di kampus sekarang sudah diterapkan masuk 
dalam akademik," kata Sukemi. 
Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS) Syamsul Hadi menyatakan, deradikalisasi 
dan pencegahan masuknya paham radikalisme terus dilakukan di dalam kampus. Di 
UNS dosen-dosen pengajar agama memberikan paham keislaman yang mampu mencairkan 
paham radikalisme yang eksklusif dan sempit. "Di UNS para dosen dan pengajian 
diminta diisi dengan pengajaran dan dakwah yang sejuk. Kami menekankan kepada 
para dosen dan pengajar agama untuk menekankan agama Islam yang sejuk, 
bijaksana dan lemah lembut serta tidak menggunakan kekerasan," ujarnya.  
Menurutnya, mahasiswa mudah terdoktrinasi, karena kondisi psikologinya belum 
stabil. Mahasiswa cenderung agresif menyangkut perjuangan sehingga mereka mudah 
terpancing untuk melakukan kekerasan.

Konseling
Ditegaskannya, apabila ada seseorang mahasiswa atau sekelompok siswa yang 
terlihat memiliki paham radikalisme atau perlawanan, pihak kampus segera 
melakukan konseling. Namun, diakuinya, sulit mendeteksi keberadaan mereka 
karena kelompok tersebut cenderung sifatnya tertutup. 


Sosiolog Universitas Indonesia Johannes Frederik Warouw mengungkapkan, kampus 
adalah tempat strategis dan leluasa untuk menyebarkan gagasan radikalisme, 
karena kebebasan berekspresi dan berpendapat terbuka luas. Para mahasiswa mudah 
disusupi oleh paham-paham radikalisme karena mereka memiliki idealisme sangat 
tinggi. Para terorisme memilih target mahasiswa yang pintar dan memiliki 
idealisme tinggi serta memiliki pemikiran radikal dan revolusioner. "Solusinya 
adalah harus dilakukan pendekatan, peran pemerintah untuk menghapus kemiskinan, 
ketidakadilan dan keterbelakangan," katanya. 


Senada dengan itu, Sekretaris Fraksi Partai Hanura DPR, Sarifuddin Sudding, 
Sabtu (22/5) mengatakan, pemerintah harus memiliki terobosan konkret, bagaimana 
memprioritaskan peningkatan kesejahteraan rakyat. Di samping itu, pembangunan 
infrastruktur di daerah harus jadi perhatian pula, sehingga memacu pembangunan 
secara merata.
Para kepala daerah (gubernur/bupati/wali kota) pun harus mempunyai program yang 
jelas untuk mencegah meluasnya paham terorisme dan radikalisme tersebut. Pola 
sistem keamanan lingkungan (siskamling) dulu, perlu diterapkan lagi sekarang, 
sehingga setiap ada perkembangan mencurigakan dalam masyarakat bisa diketahui 
dan segera dilaporkan ke aparat terdekat. [D-11/M-15]


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke