Mengoreksi Tafsir Liberal dan Feminis tentang Wanita 

Oleh: Kholili Hasib 

Wanita, selalu menjadi tema sentral dalam pemikiran modernisasi dan isu-isu
globalisasi. Kebebasan wanita dan elemen-elemen yang terkait hampir selalu
mencuat menjadi tema-tema utama wacana liberalisasi, persamaan (equality)
dan modernisasi. Dalam perspektif liberal, kebebasan wanita adalah salah
satu ikonnya. Saat ini, setidaknya ada dua isu hangat yang sedang mengalir;
kasus video porno yang diperankan artis dan pilkada yang diramaikan
calon-calon artis wanita. 

Untuk pilkada, yang menjadi bahan perdebatan, artis-artis yang mancalonkan
diri ada yang memiliki cacat moral -alias terkenal sebagai artis yang selalu
tampil seksi dan porno di media. Dukungan bersumber dari aktivis feminis
yang di antara tokohnya terkenal sebagai ilmuwan muslimah-berjilbab, dosen
sebuah perguruan tinggi Islam terkenal yang pernah melontarkan pernyataan
kontroversial tentang lesbian dan penafsiran agama. 

Penafsiran liberal juga diaplikasikan kepada wacana pornografi, yang
menjadikan wanita sebagai objek eksploitasi. Pornografi dianggap seni, yang
perlu diapresiasi. Inilah nalar postmo, tidak mengenal ukuran normatif.
Tidak dikenal benar-salah. Klaim kebenaran, dianggap menghambat orang lain
dan menyuburkan otoriteriarisme. Ketika, korban-korban video porno yang
menimpa anak-anak dan remaja semakin banyak, aktivis feminis dan liberal
'tiarap' tak dengar 'nyanyian' argumentatifnya. Itulah paradoks yang menimpa
pemikiran postmodernisme - yang sejak awal kelahirannya selalu menjadi
wacana kontroversial, terutama tentang diskursus perempuan. 

.Penafsiran liberal juga diaplikasikan kepada wacana pornografi, yang
menjadikan wanita sebagai objek eksploitasi. Pornografi dianggap seni, yang
perlu diapresiasi. Inilah nalar postmo, tidak mengenal ukuran normatif. 

Penindasan Dibalik Kampanye Feminisme 

Diskursus perempuan dan aspek-aspek lainnya yang dikaitkan dengannya memang
menjadi arena wacana yang selalu menarik. Lebih khusus dalam akal manusia
Barat - di mana feminisme lahir darinya. Bagi Barat, sedari zaman kuno
hingga abad modern, perempuan dan kecantikan serta seksualitas adalah wacana
yang tidak bisa dipilah. Dalam patung-patung Yunani kuno misalnya, banyak
ditampilkan model wanita telanjang. Tampaknya, Yunani kuno memuja-muja
kemolekan perempuan, hal itu bisa dilihat dari arena Olympus Yunani kuno.
Kebiasaan inilah barangkali yang diwariskan kepada budaya Barat saat ini. 

Ironinya, di satu sisi keindahan fisik dipuja, di sisi lain hak dan jiwa
wanita Barat saat itu dipenjara. Sejarah kelam institusi Inkuisisi Gereja
pada era darkages menampilkan kerendahan perempuan dalam otoritas Gereja
Eropa. Mayoritas korban penyiksaan keji lembaga Inkuisisi adalah perempuan.
Hak dan kehormatan wanita dieksploitasi, bahkan oleh orang Barat kuno,
wanita dianggap sebagai jelmaan setan. Naudzubillah. 

Berangkat dari kutup ekstrim kembali pada kutub ekstrim yang lain. Inilah
barangkali yang dialami diskursus perempuan Barat. Setelah mengalami
eksploitasi hebat pada darkages, gerakan feminisme pada era pencerahan Eropa
justru mebebeaskan perempuan sebebas-bebasnya, tanpa batas, mengenyahkan
ukuran normatif agama. 

Kelahiran feminisme, seiring dengan modernisasi agama di barat. Pada era
selanjutnya, postmodernisme -memeriahkan intelektualitas Barat yang tidak
hanya merambah dunia seni, arsitektur, dan sastra akan tetapi pada akhirnya
'menyodok' pula pada ruang agama. Inti kandungan filsafat postmodernisme ini
adalah anti otoritas keagamaan, relativisme, pluralisme dan kesetaraan dalam
semua aspek. 

Term postmodernisme beserta ruang lingkupnya berpengaruh secara massif
terhadap analisis kefilsafatan dan keberagamaan. Religiuitas Barat modern
disesaki dengan pendekatan postomodern - yang doktrin utamanya adalah -
nihilisme, anti-otoritas, pluralisme dan equality (kestaraan) tanpa
memandang agama dan jenis kelamin. 

Di sinilah, wacana tentang wanita mengalami perjalanan pada kutup ekstrim
yang kedua. Dan dari sinilah wacana equality dan kebebasan perempuan justru
menemukan titik eksploitas yang memuncak. Hal ini semakin menggugah
pertanyaan, adakah kemajuan dan kemuliaan dari Liberalisasi Perempuan? 

.Barat yang memelopori pembukaan kran liberalisasi perempuan, dan Barat pula
yang melanggar hak-hak keperempuanan. 

Barat yang memelopori pembukaan kran liberalisasi perempuan, dan Barat pula
yang melanggar hak-hak keperempuanan. Berdasarkan laporan PBB tahun 2006,
kasus kekerasan terhadap perempuan dan diskriminasi gender di lingkungan
kerja Prancis sangat mengkhawatirkan. Menurut laporan tersebut, dua pertiga
pekerja rendahan yang semuanya perempuan dalam kondisi mengkhawatirkan. 

Di Inggris, kasus hamil di luar nikah, aborsi dan eksploitasi tubuh wanita
oleh media juga menjadi menghiasi laporan PBB tahun 2008. Kondisi di AS
lebih tragis, menurut laporan FBI AS, pada tahun 2003 sebanyak 93 korban
perkosaan dan pelecehan seksual di AS tidak ditanggapi serius oleh
pengadilan. 

Liberalisasi dan slogan equaliy ternyata gagal mengangkat derajat mulia kaum
perempuan. Liberalisasi dan feminisme, satu sisi membongkar kemapanan
beragama kaum perempuan. Bahkan istilah feminis mengandung makna tidak
beragama. Feminis berasal dari kata "Fe-minus" yang artinya tidak beriman.
Di balik itu pula slogan equaliy seperti bunuh diri, yakni, perempuan
dieksploitasi. 

Di Indonesia, wacana tersebut ternyata diminati bahkan semakin percaya diri.
Perempuan dan seks sengaja menjadi isu sentral dalam membentuk opini Liberal
- yang antiotoritas normatif agama. Islam dalam konteks ini sengaja dikreasi
menjadi agama Postmo - yakni doktrin-doktrinnya dibongkar diganti dengan
norma-norma humanis-sekuler. Kelihatannya indah, tetapi mematikan. Rasanya
nikmat, namun beracun. 

.Di Indonesia, wacana liberalisasi dan feminisme sangat diminati. Perempuan
dan seks sengaja menjadi isu sentral dalam membentuk opini Liberal. Seorang
kandidat doktor menyatakan bahwa Tuhan tidak mempunyai urusan dengan
seksualitas. 

Sebuah buku yang ditulis SQ, seorang kandidat doktor sebuah kampus di AS,
mengatakan "Saya rasa Tuhan tidak mempunyai urusan dengan seksualitas".
Menurutnya, praktik seks bebas tidak secara jelas diatur dalam diktum
keagamaan. Bahkan yang lebih ekstrim dia berkomentar "Agama yang masih
mengatur seks, beserta hukumnya, adalah agama kuno". Astaghfirullah. 

Bagi kaum Liberal, inilah era posmo. Sebuah zaman yang tidak memerlukan
aturan agama untuk menjadi manusia baik, sebab, seperti dikumandangkan oleh
Nietzsche, Tuhan telah terbunuh. Otoritas tidak lagi normatif keagamaan,
akan tetapi nilai-nilai rasio manusia. Dalam hal ini diskursus perempuan
menjadi arena menarik untuk menjejali manusia modern agar menjadi manusia
yang posmo. 

Dalam konteks ini, wanita-wanita telah dimanfaatkan oleh pejuang-pejuang
Feminisme untuk menipu para wanita, agar mereka beranggapan bahwa perjuangan
Feminisme memiliki di negerinya sendiri, Sehingga, muncul persepsi bahwa
kebangkitan wanita perlu dilakukan dan ditingkatkan, Namun sayang,
perjuangan wanita kebanyakan telah menyimpang mereka berusaha menyaingi
laki-laki dalam berbagai hal, yang kadangkala sampai di luar batas kodrat
mereka sebagai wanita. 

Tanpa mereka sadari, wanita-wanita telah diarahkan kepada perjuangan
Feminisme dengan membawa ide-ide Kapitalisme-Sosialisme, yang pada akhirnya
menjerumuskan wanita-wanita itu sendiri, bahkan membawa kehancuran bagi
masyarakat dan negaranya. Hal ini disebabkan, mereka meninggalkan tugas
utama sebagai ummun wa robbatul bait (ibu dan pengatur Rumah tangga) dan
posisi mereka sebagai muslimah yang harus terikat dengan hukum-hukum syara'.
Mereka telah terbelenggu kepada perjuangan yang bersifat individual dan
semata-mata mendapatkan keuntungan. 

.Tanpa mereka sadari, wanita diarahkan kepada perjuangan Feminisme dengan
membawa ide-ide Kapitalisme-Sosialisme, yang pada akhirnya menjerumuskan
wanita itu sendiri, bagi kehancuran masyarakat dan negaranya. 

Disinilah menjadi suatu keharusan, untuk meluruskan peran wanita (khususnya
muslimah) dalam usaha untuk mengembalikan kehidupan yang hakiki yang
didasarkan kepada Islam sebagai diin yang syamil dan kamil. Perjuangan
muslimah untuk kebangkitan umat yang hakiki tidak bisa dilepaskan dari
perjuangan dengan laki-laki, karena untuk mewujudkan masyarakat Islam, di
mana di dalam masyarakat itu terdiri dari laki-laki dan perempuan,
mengharuskannya berjuang bersama-sama tidak terpisah-pisah dan bersaing satu
sama lain. 

Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Institut Studi Islam Darussalam (ISID)
Gontor-Ponorogo 

http://www.voa-islam.com/islamia/liberalism/2010/06/23/7358/mengoreksi-tafsi
r-liberal-dan-feminis-tentang-wanita/ 

 



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke