Forwarded by
HMNA

----- Original Message ----- 
From: R.Hendro R.Perwito Utomo 
To: tahajjud_c...@yahoogroups.com ; Tahajud Community ; Abdul Wahhab ; Soleh 
Amini ; Didit Ambara'93 ; Yanti -98 ; pak uzie ; Mas M. Fauzie ; mas danar ; 
Mas Iman Satriyan ; sayi...@yahoo.co.id ; Mas Fendy Suhartanto ; Mas Antok -Si 
Anak- ; Eko Fidiyanto ; se...@yahoo.com ; Joko Setyo Purnomo ; Mas Agus Tri 
Wahyudi ; Mas Wawan Dedi M. ; Mas Indra Fakhrudi '91 ; Baitulmaal Indonesia ; 
Mas JUNNI AD. UTOMO ; Mbak Trias ; Yanuar Pribadi '02 ; nur...@gmail.com ; 
IETJE SRI UMIYATI GUNTUR 
Sent: Friday, June 25, 2010 09:46
Subject: [tahajjud_call] Epilog kasus 'Video Mesum' ......

 
bismillahirrohmaanirrohim
 
"...... kali ilang kedunge, 
pasar ilang kumandange,
wong wadon ilang wirange ....... "
 
(sungai kehilangan lubuknya, pasar kehilangan dengungnya,
Wanita kehilangan rasa malunya ....... )
 
Salam ......
 
Kata kata bersayap tersebut diatas, dulu sering diungkapkan para dalang dalam 
suluk suluk (syair syair sarat makna) terutama menjelang 'goro-goro' (bagian 
klimaks dalam satu pementasan wayang yang menggambarkan kulminasi satu keadaan 
'chaos'/kekacauan) .......
 
Secara tekstual, kata kata tersebut juga pernah muncul dalam satu karya R.Ng. 
Ranggawarsita yang berjudul "Jangka Jayabaya". R.Ng. Ranggawarsita, hidup 
sekitar tahun 1800-an, Beliau berprofesi sebagai pujangga Kraton Solo. 
Seringkali dikatakan bahwa R.Ng. Ranggawarsita adalah pujangga terakhir Jawa 
dengan karya karya yang berkualitas dan fenomenal ........
 
Bahkan dalam beberapa teks disebutkan, jauh sebelum Ranggawarsita, Kanjeng 
Sunan Kalijaga, salahsatu ulama terkemuka penyebar Islam di Jawa, telah 
berpesan dengan kata kata tersebut ........
 
Dulu, mungkin orang akan kesulitan menagkap makna kata-kata tersebut. Tidak 
usah terlalu jauh, mungkin tiga dekade (30 an tahun) lalu, orang masih meraba 
raba makna kata kata tersebut .......
 
Tapi, Subhanallah, dalam dua dekade terakhir ini, sekonyong konyong kata kata 
tersebut menjadi nyata secara makna maupun realita .........
 
Kata kata itu luar biasa sekali menurut saya......Itu lebih dari sekedar 
'ramalan', tapi semacam visi jaman yang kian tersingkap dasar dasar empiriknya 
........
 
Jadi,
Kata kata tersebut adalah semacam 'nubuat' yang menggambarkan keadaan pada satu 
masa. Kalau kata kata itu disarikan oleh nenek moyang kita berabad lalu, bisa 
jadi keadaan tersebut tengah terjadi saat ini ........
 
Dalam redaksional di serat "Jangka Jayabaya" karya R.Ng.Ranggawarsita, kata 
kata itu sebenarnya rangkaiannya panjang. Beliau Ranggawarsita memang hendak 
mensarikan kembali apa apa yang menjadi 'wawasan' Sang Prabhu Jayabaya akan 
sebentuk jaman yang penuh kekacauan (chaos) yang disebut sebagai 'Jaman 
Kalabendhu'.
 
Akan tetapi kemudian yang akrab sebagai pengingat di batin orang orang 
(terutama masyarakat Jawa) adalah 3 'frase' tersebut, "...... mengko yen 
mangsane kali ilang kedunge, pasar ilang kumandhange, wong wadon ilang wirange 
.......  (nanti ada masanya sungai kehilangan kedungnya, pasar kehilangan 
dengungnya, wanita kehilangan rasa malunya .......).
 
Selanjutnya mari kita kaji kata kata itu satu persatu;
 
"......kali ilang kedunge ........ "
(sungai kehilangan  lubuk-nya)
 
Kedung atau lubuk adalah bagian dalam dari satu aliran sungai..Tentu saja dalam 
satu aliran yang panjang akan ada banyak lubuk. Pada satu kedung, air tergenang 
dalam jumlah besar, dan di dalamnya terkumpul banyak kehidupan; sudah barang 
tentu ikan ikan banyak terkumpul di kedung, dan satwa satwa air lainnya 
termasuk bulus, dsb. Selain itu, tanaman tanaman juga cenderung lebih banyak 
dan rindang di sekitar kedung. Bahkan, makhluk makhluk halus-pun banyak yang 
tinggal di sekitar kedung. Masih tersisa cerita cerita dari masa lalu bahwa 
kedung kedung tertentu di satu desa atau daerah tertentu memang banyak 
'penunggunya' ........ Tentu saja manusia juga mengambil 'manfaat' dari 
keberadaan kedung; selain mengambil air, ikan, manusia juga menikmati rasa 
'damai' berada di sekitar kedung, hingga pada masa lalu sering orang bersemedi 
atau bertapa di sekitar kedung. Makna kedung telah banyak diabadikan manusia, 
mengingat banyaknya daerah atau desa di Jawa yang menggunakan kata 'kedung'; 
..... Kedung Maron, Kedung Galar, Kedung Asem, Kedung Amba, dst (di luar Jawa 
ada 'Lubuk Linggau', 'Lubuk Sikaping' dst).
 
Tetapi apa yang terjadi saat ini ...... ???
Cobalah sekali waktu Anda lakukan perjalanan menyusuri atau sekedar menengok 
satu sungai terutama di Jawa ..... Anda akan sulit menemukan kedung seperti 
digambarkan pada masa lalu, dan orang orang jaman sekarang serasa kehilangan 
ikatan batin dengan kedung kedung ........
 
Iya, memang kedung kedung banyak yang 'hilang', 
sederhana saja sebabnya ;  Hutan hutan banyak yang ditebang, air tidak lagi 
bisa diserap dan tertampung di dalam tanah lalu muncul sebagai mata air mata 
air yg stabil ..... Melainkan, karena tak ada lagi akar akar yang menahannya, 
air mengalir di permukaan tanah, menggelontor tak terkendali, membawa material 
material .......dan terkuburlah kedung kedung ...........
 
Kalau dulu, tanah menyimpan dengan baik kandungan airnya, hingga air dapat 
mengalir damai, setia, ajeg ....... sesekali berhenti di kedung, 'menghidupi' 
sekitarnya ..........
 
Tapi kini,
Air yang mengalir adalah air yang menggelontor dengan 'marah', karena ia tidak 
mendapat kesempatan terserap ke bumi dan memberi kehidupan atasnya.. Ia marah 
menjadi air bah. Pada gilirannya, setelah kedung kedung musnah, debit air 
sungai pun menjadi sangat berkurang, karena cadangan air tanah juga sangat 
berkurang ..........
 
Dan, bayangkan perubahan yang dramatis atas alam itu tidak terjadi dalam 
hitungan millenium (ribuan tahun) ..... Tapi abad atau bahkan hanya dalam 
bilangan dekade ...... 
Iya, 
berbanding lurus dengan keserakahan manusia dalam mencaplok hutan hutan dan 
rimba........
 
Dulu orang sulit memahami 'nubuat' itu. 
'Bagaimana mungkin lubuk lubung sungai akan menghilang ..... ???'
Ternyata jawabanya sesederhana bagaimana manusia menuruti hawa nafsunya 
.........
 
" ...... pasar ilang kumandhange ....... "
(pasar kehilangan dengungnya)
 
Ini juga menarik sekali ........
 
Pada jaman dulu, suasana pasar yang bergairah di pagi hari, suara dengung orang 
orang yang berkumpul di kesibukan pasar tersebut akan terdengar sampai jarak 
cukup jauh .......Suara yang mirip dengung kawanan lebah. Kata kata tersebut 
ada juga yang menggunakan istilah lain " ......pasar ilang gumrengenge ...... " 
(artinya sama dengan diatas).
 
Tidak perlu berabad lampau, waktu saya kecil saja, sekitar tahun 1980, di satu 
kota kecil di Jawa Timur, lamat lamat saya masih ingat bagaimana suara dengung 
pasar itu dari kejauhan...... Dan, anehnya, saat saya beranjak dewasa, saya 
tidak mendengar suara 'kesibukan' pasar itu, sampai dengan saya benar benar 
masuk ke dalamnya .......
 
Ayah saya almarhum juga pernah bercerita soal itu. Rumah kakek saya hanya 
berjarak sekian ratus meter dari suatu pasar induk. Sewaktu ayah saya muda, 
suara dengung kesibukan pasar tersebut terdengar jelas dari rumah kakek 
........ Dan menjelang ayah saya sepuh, Beliau menyaksikan bahwa dengung 
kesibukan pasar tersebut tak lagi terdengar dari rumah kakek tersebut 
...........
 
He, aneh bukan, ......Bagaimana bisa hal itu terjadi ...... ???
 
Kalau masih kurang yakin, cobalah bertanya pada orang orang tua, terutama yang 
tinggal di Jawa tentang hal itu, apakah memang pada jaman dulu pasar terdengar 
dengungnya dari jarak cukup jauh ....... Dan, kemudian buktikan sendiri, 
kunjungilah sebuah pasar tradisional, dan buktikan tentang hal itu ............
 
Secara fakta empiris, bisa saja hal itu terjadi karena saat ini telah sangat 
banyak polusi suara akibat aktivitas manusia sehari hari; ribuan kendaraan 
bermotor, mesin mesin produksi, dengung dan suara alat alat dan instrument ini 
itu......dsb, sehingga suara pasar 'tenggelam' oleh semua itu.
 
Tapi, ada hal yang lebih esensial dari itu;
Dulu, pasar benar benar menjadi pusat kehidupan manusia di pagi hari sampai 
siang. Orang ke pasar tak hanya ingin membeli ini itu. Tapi juga karena ingin 
bertemu orang orang, bertemu teman teman, dst. Pasar selain tempat terjadinya 
pertukaran barang, juga tempat bertukar kabar. Orang saling bertemu, saling 
berbagi kabar. Pasar serupa media 'hot news' bagi orang orang yang saling 
bertemu. Saya masih ingat, seringkali sewaktu kecil saya diajak Ibu pergi ke 
pasar ....... entah selama di pasar itu sampai berapa kali Ibu bertemu teman 
teman Beliau dan kemudian menyempatkan mengobrol beberapa jenak. Belum lagi 
pada aktivitas jual belinya sendiri; betapa 'gayeng' (mengasyikannya) proses 
yang terjadi. Pembeli dan penjual punya bargaining yang sama. Tawar menawar 
terjadi dengan intens. Penjual penjualnya tak jarang pula adalah petani atau 
peternaknya sendiri; mereka hanya mau melepas dengan harga terbaik. Sementara 
pembeli juga menginginkan mendapatkan barang yang terbaik, sekaligus murah. 
Masih ingat pula saya sewaktu kecil, bahkan untuk mendapatkan seikat sayur yang 
terbaik sekaligus murah, Ibu mesti berkeliling ke beberapa pedagang 
............ 
 
Demikianlah gambaran kehidupan pada masa lalu;
Suasana yang tintrim (senyap) pada malam hari, dihiasi suara satwa satwa malam 
.......
Sementara, 
suasana temtram pagi hari, diwarnai dengung pasar, pusat geliat kehidupan 
duniawi......
 
Dan, hal tersebut semakin hilang pada masa sekarang ..........
Tidak ada lagi dorongan untuk bertemu orang orang saat beranjak pergi ke pasar. 
Semua serasa dikendalikan jadwal, dalam keadaan seperti itu, kepraktisan 
semakin dianggap penting. Dan, saat kepraktisan kian diutamakan, seiring itu 
pula  s u p e r m a r k e t bermunculan di sana sini. Inilah 'pembunuh kejam' 
pasar pasar tradisional. Supermarket benar benar adalah 'silent market'; pasar 
tanpa dinamika, tanpa kegairahan, tanpa dengung  ........... Barang barang, 
bahkan seikat sayuran telah diberi banderol/label harga. Orang tak lagi 
menawar, karena memang juga tak lagi bergairah menawar. Di supermarket, orang 
cenderung ingin refreshing daripada silaturrahim. Maka tentu saja mereka tak 
ingin disibukkan dengan menyapa apalagi ngobrol dengan orang lain di 
supermarket ......... 
 
Supermarket benar benar menjadi cermin dunia yang kian mekanis; barang barang 
didata dan diatur secara sistematis, bahkan orang orangnya juga. Para pekerja 
di supermarket hanya menjalankan system yang ada, sementara para pengunjung dan 
pembelinya mengutamakan kepraktisan dan secuil waktu refreshing bagi hidupnya 
yang dikendalikan jadwal ..........

Kalau pasar jaman dulu adalah tempat bertemu dan berkumpulnya orang orang 
merdeka (bahkan orang yang hanya punya sebatang pohon nangka di halaman, akan 
membawa buahnya ke pasar untuk harga yang terbaik, atau bahkan juga seorang 
pemancing, yang semalaman hanya mendapatkan lima ekor ikan), yang datang ke 
pasar seiiring cerahnya pagi, dengan harapan penuh di dada; para penjual 
berharap mendapat harga terbaik untuk dagangan terbaik mereka, sementara para 
pembeli berharap mendapat barang terbaik untuk menu terbaik keluarga. Mereka 
datang dengan senyum mengembang, kalaupun ada yang datang dengan cemberut, 
pasti kan segera hilang karena bertemu orang orang yang berarti baginya 
.........
 
Sedangkan pada pasar jaman sekarang (supermarket), orang orang menyerahkan diri 
pada hal hal yang mekanis dan system kapitalisme global yang mencengkeram 
......Tidak ada lagi bargaining seimbang pembeli dan penjual. Para penjual di 
supermarket hanyalah 'alat' atas system yang lebih besar lagi. Sementara para 
pembeli kadang justru datang dengan maksud sedikit menghibur diri karena 
terhimpit sistem yg mengungkung hidupnya. Sementara transaksi di dalamnya 
terjadi dengan dingin, beku, mekanis, ......atau dengan sedikit bumbu pelayanan 
khas gaya sekolah kepribadian......Pasar jaman sekarang, justru menjadi tempat 
'sunyi' ditengah kehidupan manusia yang kian gaduh ...........
 

" ...... wong wadon ilang wirange ........ "
(wanita kehilangan rasa malu-nya)
 
....... tak perlu banyak pembahasan atas hal ini ........
( lima hari lima malam saya rasa kurang untuk mendata fakta kenomena ini 
…he....)
 
...... soal video porno barusan aja deh; entah siapa pelakunya ......tapi kalau 
kemudian wanita wanita yang merasa menjadi korban itu justru mau/berani muncul 
di media (TV), anehnya tanpa memberi bantahan keras dan tegas (atau sebaliknya, 
pengakuan dan permintaa maaf) ...... bahkan kabarnya ada yang mau diwawancarai 
media asing segala ..... Nah, lho, jadi siapa nih yang seharusnya malu ..... ???
 
O iya, Pak Polisi, masih banyak sekali video video porno 'produk' muda mudi 
lokal negeri ini ...... Semoga Pak Polisi telaten mengusut semua itu ..........
 
Untung saja UU Anti Pornografi sudah disahkan, semoga dengan gigih ditegakkan. 
Nurut saya keblinger orang orang yang berkoar anti UUAP dengan dalih 
kemanusiaan, hak azasi, atau (yang lebih menggelikan lagi) bahkan dengan dalih 
Bhinneka Tunggal Ika....... 
OAlah, 
yang ndak manusiawi itu justru mereka mereka yang membiarkan akhlak dan mental 
generasi muda rusak karena derasnya pengaruh buruk porno-isme. 
 
Dan, Bhinneka Tunggal Ika itu bukan urusan pakaian adat yang kelihatan bahu 
atau betis sekalipun. Tapi, Bhinneka Tunggal Ika yang sejati itu adalah 
termasuk keragaman norma dan etika suku suku bangsa di Nusantara dalam MENJAGA 
MARTABAT PEREMPUAN.
(saya rasa saya belum perlu memberi kajian antropologis bagaimana nenek moyang 
kita di berbagai suku menempatkan dan menjaga figur perempuan pada posisi 
mulia).
............................
Dengan membiarkan arus porno-isme dari luar negeri (entah itu paham, atau benda 
benda porno) justru akan menjadi perusak tragis martabat perempuan, dan dengan 
demikian merusak satu aspek hakiki dari Bhinneka Tunggal Ika .............

Dan tentu saja alat yang ampuh untuk itu adalah H u k u m (Undang Undang) 
.......

Jadi, menurut saya, goblog saja orang yang menolak UU Anti Pornografi dengan 
klaim bahwa mereka pembela Bhinneka Tunggal Ika (padahal mereka cuma karnaval 
aja dengan pakaian pakaian adat Nusantara) .............
.........................................................
......................................................................................
Tapi tunggu dulu,  tentu saja ini bukan soal gender (nanti saya dikritik para 
feminis) ;
 
Untuk hal hal yang menyangkut  harga  diri, laki laki-lah yang menanggung malu 
.......
tapi,
Untuk segala hal yang menyangkut kekerasan & kesesatan seksual seksual, 
wanita-lah yang banyak menanggung aib …….yang tentu akan malu jika terungkap …….
('kesesatan seksual' adalah segala hal yang menyangkut seksualitas yang tidak 
semestinya, termasuk perselingkuhan dan zina. Harap diingat, bahwa yang 
potensial merusak dalam kasus video video porno itu bukan saja materi 
adegannya, tetapi juga menyebarnya preseden bahwa itu adalah perbuatan orang 
orang yang bukan suami-istri yang sah ......)

Lha tapi kalau kemudian fenomena-nya kini adalah,
Justru para wanita yang memancing mancing tindak kekerasan dan kesesatan 
seksual (mau difoto bugil, dst) ........
Lha apalagi itu kalau bukan "......wong wadon ilang wirange ......... "
 

Catatan penutup :
Satu hal lagi yang menarik dari kata kata bersayap tersebut,
Kalimat pertama (kali ilang kedunge) menggambarkan kerusakan ekologi, alam.
Kalimat kedua (pasar ilang kumandange) menggambarkan kerusakan sosial ekonomi.
Kalimat ketika (wong wadon ilang wirange) menggambarkan kerusakan moral & 
akhlak ..........
 
dan, ketiganya, kita sadari atau tidak, kini sedang terjadi serentak 
.............
 
Jadi,
Apakah kita mau larut dalam jaman yang seperti itu ....... ???
 
Jum'at, 25 Juni '10
dari SOERABAIA terTjinta,
Salam buat semua jang terTjinta,
Hendro -Keluarga RAPAT-


 
.
 


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke