Millisers yang baik,

Bersama ini  saya forwardkan Presse Release PERMIF mengenai Seminar "Pluralisme 
di  Indonesia" yang diselenggarakan dalam rangka mememperingati Hari  
Kemerdekaan RI yang ke-65.

Penyelenggara Seminar ini adalah PERMIF – Persatuan Masyarakat Indonesia di 
Frankfurt am Main & Sekitarnya.

Salam Sejahtera,
MiRa

***
From: Dr. Wirantaprawira <w...@gmx.net>
Sent: Sun, August 15, 2010 1:50:25 PM
Subject: Presse Release PERMIF Jerman

PRESSE RELEASE

Frankfurt am Main, RF Jerman - 17 Agustus 2010

 
Menanggapi  situasi   konflik  antar  agama  dan  antar  ormas  di Indonesia 
yang terjadi akhir-akhir ini, kami – masyarakat Indonesia yang  berdomisili  di 
 
Republik  Federal  Jerman – sangat   merasa  prihatin.  Untuk  menjaga  nama  
baik  Republik  Indonesia dimata dunia  internasional   dan   dalam rasa  
concern terhadap perkembangan politik, ketentra-man dan kebersamaan hidup di 
tanah air, PERMIF (Persatuan Masyarakat Indonesia di Frankfurt am Main & 
Sekitarnya) telah menyelenggarakan Seminar “Pluralismus di Indonesia” 
(Toleransi 
dan kebebasan beragama dalam Al Quran, Al Kitab dan Veda, serta pengakuan 
terhadap eksistensi agama/kepercayaan lain) pada Hari Sabtu, tanggal 7 Agustus 
2010.

Dari hasil rangkuman ceramah-ceramah dari narasumber berbagai agama, yang 
diberikan oleh:

Bpk. Ketut Adnyana M. Sc.  – Nyama Braya Bali , Stuttgart (Hindu)

Bpk. Suratno MA, - Johann Goethe - Universität Frankfurt (Islam)

Bpk. Dr. Martin Lukito Sinaga, - Lutheran World Federation, Geneva,  
Switzerland 
(Kristen)

dan diskusi bersama, yang dihadiri oleh  bangsa Indonesia dan bangsa Jerman 
sebagai peserta-peserta Seminar, yang mewakili berbagai ormas di Frankurt am 
Main dan sekitarnya, telah ditarik kesimpulan, bahwasanya:

1.       Konflik yang terjadi di tanah air – Republik Indonesia - bukan 
merupakan konflik antar agama, oleh karena semua agama dan kepercayaan yang 
berlaku di Indonesia mengajarkan perdamaian, toleransi dan kebebasan beragama, 
misalnya saja:

A.     Ajaran HINDU pada hakekatnya mengajarkan umatnya untuk mengakui 
perbedaan 
(RWA BHINEDA) dan untuk bertoleransi dengan cara mengamalkan TRI KAYA PARISUDHA 
(Kelurusan berpikir, berbicara dan bertindak) serta meyakini KARMA PHALA (hukum 
sebab akibat dari suatu perbuatan). Ketika berinteraksi keluar, umat Hindu di 
ajarkan untuk mengamalkan TRI HITA KARANA (menjaga hubungan harmonis dengan 
Tuhan, Lingkungan alam, dan Sesama manusia). Dalam menerapkan ajaran agama-nya 
di kehidupan  masyarakat umat Hindu di tuntun untuk selalu fleksibel terhadap 
tempat, waktu, dan keadaan yang dikenal dengan DESA KALA PATRA. Hal diatas 
telah 
dipraktekkan dalam bertoleransi dengan seluruh manusia dari penjuru dunia dan 
keharmonisan kaum beragama sebangsa dan setanah air di Bali yang dikenal dengan 
NYAMA BRAYA.

B.      Ajaran ISLAM mempunyai argument-argument  yang tertera dalam Al Quran 
dan Sunnah yang sangat menjungjung tinggi nilai-nilai perbedaan dan basis 
bertoleransi:

·         Al-Qur’an surat al-Hujurat; 13 menghimbau umat manusia yang berbeda 
latar belakangan ras, warna, bahasa dan agama agar hidup berdampingan dan 
saling 
berta’aruf. Surat yang lain yakni al-Baqarah: 256 tidak membolehkan adanya 
paksaan dalam perkara agama. Ayat ini menegaskan bahwa keimanan seseorang atas 
suatu agama didasarkan atas pilihan sadar, bukan karena tekanan pihak  luar.

·         Secara historis, sejarah Nabi Muhammad SAW dan para sahabat juga 
mengajar-kan bagaimana menerapkan prinsip toleransi dan menjamin kebebasan 
beragama, baik dalam hubungan dengan sesama Muslim maupun non-Muslim. Piagam 
Madinah pada 1 Hijriah, yang memuat tata hubungan antara suku-suku di Madinah, 
merupakan upaya Nabi untuk mencari titik temu di antara mereka tanpa 
menghilangkan keberadaan setiap kelompok atau etnis yang berbeda-beda itu. Apa 
yang dilakukan Nabi kemudian menginspirasi Umar ibn Khattab untuk membuat 
Perjanjian Aeliya di Yerusalem ketika Islam menguasai wilayah tersebut. 
Perjanjian ini berisi jaminan keselamatan dari penguasa Islam terhadap seluruh 
penduduk Yerusalem, termasuk yang non-Muslim.

·         Masalah – furu` (cabang) adalah domain dimana sesama umat Islam boleh 
berbeda, namun masing-masing penganut pendapat harus  saling toleran dan 
perbedaan domain tidak menggiring umat  kepada perpecahan. Sementara keharusan 
betoleransi terhadap NON MUSLIM juga sangat jelas, yakni kepada setiap orang 
ataupun kelompok yang tidak MEMERANGI kaum Islam, terhadap mereka berlaku 
kewajiban untuk berbuat ADIL, dengan bersikap toleran dan bahkan melindungi 
mereka. Sebagai contoh, kita bisa melihat bagaimana ketika NABI Muhamad SAW 
pada 
sekitar tahun 10 Hijriah (631 M) menerima kunjungan para tokoh Kristen Najran 
sebanyak 60 orang, Nabi menerima tamunya itu dengan sangat baik dan bahkan 
mengizinkan mereka yang Non-Muslim untuk beribadah (melakukan kebaktian) di 
Masjid Nabawi. Dari kisah ini jelas, Nabi sangat menjujung tinggi sikap dan 
perilaku toleransi bahkan terhadap kaum non-Muslim. Dan karena dalam Islam, 
Nabi 
merupakan uswah hasanah (contoh terbaik), sudah semestinya kaum Muslim di 
Indonesia juga menerapkan sikap dan perilaku seperti yang di contohkan Nabi 
Muhammad SAW  itu.

·         Kalau terjadi perselisihan atau perbedaan pendapat, al-Qur’an surat 
an-Nahl: 125 juga telah menjelaskan bahwa bagaimana etika kita dalam 
mengatasinya yakni ; dengan hikmah (kebijaksanaan), maw’idoh hasanah (nasihat 
yang baik) dan jadilhum billati hiya ahsan (berdebat/berdialog secara santun).

C.    Ajaran KRISTEN, sangat jelas dan tidak bisa ditawar-tawar dalam 
bertoleransi adalah dalil keharusan, dalam kelengkapan INJIL, kepada umatnya 
bahwa hanya dengan mengasihi sesama manusia yang sama kepada dirinya sendiri, 
jadi adalah tidak kristen sejati kalau tidak mengikuti dalil-dalil keyakinan 
tersebut dan dalam kisah Rasul-Rasul diingatkan lagi, kalau kamu memberi 
tumpangan kepada orang lain yang tidak kau kenal, maka secara tidak diketahui, 
kita telah memberi tumpangan kepada MALAIKAT, sangat begitu tinggi penghargaan 
dan sikap toleran kepada orang lain yang  berbeda.

2.       Sejak amandemen kedua UUD 1945 (Pasal 28e UUD ´45) dan Undang-Undang 
Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Konvenan Internasional tentang Hak-Hak 
Sipil dan Politik, jaminan atas kebebasan beragama menempati tempat yang 
tinggi. 
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Konvenan Internasional 
tentang Hak-Hak Sipil dan Politik menyatakan bahwa hak beragama merupakan hak 
dasar manusia.

3.       Makna Pluralisme di Indonesia sudah terkandung dalam Pancasila, yang 
merefleksikan dirinya dalam sila Ketuhanan YME, namun demikian sampai sekarang 
ini budaya pluralisme atau peradaban pluralisme masih saja belum bisa melekat 
dalam hati sanubari dan dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pluralisme pada 
umumnya di Indonesia hanya dipandang sebagai adanya kemajemukan, tapi belum 
dihayati dalam hati nuraninya. Oleh karena pluralisme hanya ditanggapi sebagai 
adanya  kemajemukan, maka persoalan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia yang 
Bhinneka Tunggal Ika tidak akan terselesaikan,  karena disini orang hanya 
melihat adanya kemajemukan saja, sedangkan pada tataran individu manusia, yaitu 
dimensi intern individu manusia-manusianya belum dapat menerima adanya 
pluralisme itu. Karena disini orang hanya melihat pluralisme dari satu dimensi 
saja, yaitu dimensi luarnya saja. Agar supaya kita dapat  secara konsekuen 
menjalankan pluralisme, yang perlu juga kita tekankan adalah, pluralisme harus 
diterima dan dihayati dalam hati sanubari kita masing-masing, artinya 
Pluralisme 
harus dihayati dan dimengerti dalam empat dimensi, yaitu dimensi dalam, luar, 
tunggal dan jamak.

Pluralisme, Egaliterisme dan Multikulturalisme adalah merupakan bentuk terbaik 
dari perkembangan masyarakat. Kita sebagai bangsa Indonesia perlu meng-adaptasi 
dan menghormati „perbedaan (misalnya antara laki-laki dan perempuan), sebagai  
karunia Tuhan Yang Maha Esa“ dan diselaraskan dengan kenyataan, bahwasanya 
semua 
manusia adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

Kita semua tahu bahwa masyarakat Indonesia adalah Bhinneka Tunggal Ika, artinya 
terdiri dari bemacam-macam sukubangsa dengan agama, kepercayaan, keyakinan yang 
berbeda-beda pula. Oleh karena itu untuk menjamin terlaksananya kesatuan bangsa 
secara hakiki sangat diperlukan untuk mempertahankan bentuk negara pancasila 
yang demokratis, jika kita memang secara jujur dan iklas mau mempertahankan 
berdirinya NKRI ini. Kesimpulan ini didukung oleh adanya kenyataan bahwa kultur 
kita pada umumnya masih dipengaruhi paham agama. Kalau tidak ada kerangka 
demokratis maka ia mudah terpengaruh pada isu primordial. Ini tercermin oleh 
adanya pertengkaran-pertengkaran yang bersifat agama, seperti misalnya apa yang 
terjadi misalnya di Poso, Aceh dan di Jawa Barat akhir-akhir ini. Dari adanya 
kenyataan seperti itu, maka tidaklah mengheran-kan,  jika budaya bangsa 
Indonesia saat kini masih mendua dalam pembentukan manusia-manusia yang berjiwa 
pluralis. Jadi pluralisme di Indonesia yang nampak masih sangat lemah 
sebenarnya 
bukan karena disepelekan, tetapi  pluralisme itu memang  perlu lebih dalam lagi 
menjiwai bangsa Indonesia, meskipun sudah  ada  Pancasila. 


Ketuhanan YME dicantumkan dalam baris yang paling atas. Selama ini negara tidak 
mampu bertindak secara tegas terhadap para kelompok anti pluralis yang 
melanggar 
hukum. Negara seolah-olah membiarkannya, maka ini akan berbahaya, bagi kesatuan 
bangsa dan negara Republik Indonesia !

Kebebasan untuk memeluk agama dan menjalankan ajarannya bagi warga Negara 
Indonesia merupakan kebebasan yang dijamin oleh UUD RI 1945. Dengan dasar 
tersebut, sebagai negara dengan penduduk beragama Islam terbesar di dunia, 
Indonesia tetap dapat menerapkan demokrasi yang menjunjung prinsip-prinsip 
toleransi dan saling  pemahaman.  Maka dari itu gerakan pluralisme di Indonesia 
harus terus dikembangkan, baik secara formal maupun secara informal. Gerakan 
kaum moderat di Indonesia yang menghargai pluralisme dan HAM harus kita dukung.

„Parlemen Eropa telah mengakui, bahwasanya demokrasi di Indonesia dapat 
berkembang karena meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam, Indonesia 
bukan 
negara Islam. Untuk itu, ruang bagi semangat toleransi, tepa-selira dan saling 
menghargai lebih terbuka lebar. Hal tersebut tertuang melalui Pancasila yang 
mencakup semua aspek kehidupan, mulai dari ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, 
demokrasi dan keadilan sosial. Kunci lain adalah Islam yang berkembang di 
Indonesia adalah Islam moderat, Islam yang terbuka terhadap perbedaan. Islam di 
Indonesia dapat menyeimbangkan kepercayaan dan toleransi. Presiden Republik 
Indonesia telah menyerukan untuk mendorong semangat toleransi dan kerjasama 
antara agama dan kepercayaan. Pertama, para  pemimpin dunia harus memperkuat 
berbagai dialog  antara budaya, agama, dan peradaban yang telah terselenggara. 
Ke-dua, para pemimpin politik dan keagamaan harus secara lantang menentang 
tindakan diskriminasi dan intoleransi. Ke-tiga, kekuatan kelompok moderat harus 
terus disebarkan ke seluruh dunia, dengan toleransi dan moderasi hendaknya 
sudah 
dikenalkan kepada generasi penerus sejak dini. Ke-empat, modernisasi dan 
globalisasi harus dapat dinikmati oleh semua pihak” (Kutipan dari: debat 
terbuka 
bertema “Increasing Understanding between Islam and the West” yang 
diselenggarakan oleh Parlemen Eropa bekerjasama dengan International Council 
for 
Inter-Religious Cooperation (ICIRC) di kantor Parlemen Eropa, Brussel, 8 Juni 
2010).

4.       Setidaknya, terdapat tiga tantangan mendasar terkait masalah ini, 
tantangan struktural, sosial dan kultural.

      Salah satu problem utama yang  mesti dipecahkan di ranah struktural 
terletak di aparat Negara, terutama dalam kelemahan kemampuannya untuk 
menegakkan hukum dan belum ada usaha yang memadai oleh pemerintah dalam 
penegakan dan pelaksanaan hak-hak beragama dan berkeyakinan.

 „Enforcement of Law“ harus ditegakkan! Oleh karena lemahnya penegakan hukum, 
konflik laten seperti yang terjadi akhir-akhir ini sangat berpeluang memicu 
tindak persekusi massa yang dilakukan berulang-ulang.

 Keberadaan Badan Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan dalam Masyarakat 
(Bakorpakem) perlu ditinjau kembali dan jangan justru diperkuat dan masih 
tertera secara eksplisit di UU No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. Bakorpakem 
telah menentukan pelabelan agama resmi dan agama tidak resmi. Pelabelan itu 
merupakan kesalahan paradigma dan inkonsistensi terhadap amandemen UUD 1945. 
Seharusnya di negara demokratis tidak ada pelabelan agama dan kepercayaan resmi 
dan tidak resmi, oleh karena  agama tidak membutuhkan pengakuan Negara. 
Paradigma yang membedakan antara agama resmi dan tidak resmi harus diubah. 
Negara tidak bisa menentukan keyakinan setiap warganya. (Manusia tidak berhak 
mewakili Tuhan untuk menghakimi dan  memvonis posisi penganut agama lain di 
mata 
Tuhan, karena Tuhan sendiri tidak mengajarkannya begitu.)

 Setidaknya, ada beberapa hal yang menurut kami bisa dilakukan untuk mengatasi 
problem di atas. Pertama, pemerintah dan aparat terkait harus kembali 
menjalankan fungsinya sesuai undang-undang dan peraturan-peraturan hukum yang 
berlaku di Republik Indonesia. Mereka tak boleh lepas tangan dan terkesan 
tersandera dengan pressure massa. Kedua, dari sisi regulasi, perlu usaha-usaha 
untuk meninjau kembali peraturan yang selama ini sering dipakai sebagai 
bargaining aksi persekusi. Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi harus aktif 
melakukan  dan mendukung „judicial review“ terhadap semua Perda-Perda yang  
isinya bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, sebagai dasar hukum Negara 
Kesatuan Republik Indonesia. Ketiga, mengusut tuntas para pelaku perusakan 
rumah 
ibadah. Keempat, terkait pencabutan IMB oleh pemerintah daerah setempat perlu 
dilakukan langkah-langkah hukum seperti berhasil dilakukan HKBP Cinere atas 
keputusan wali kota Depok. Kelima, perbaikan kualitas komunikasi antar agama 
dan 
masyarakat setempat (bukan dengan jalan kekerasan tapi dengan jalan 
dialog/musyawarah).

Secara sosial, kesejahteraan rakyat harus diperhatikan dan ditingkatkan, karena 
kemiskinan dan pengangguran akan menyebabkan juga social conflict di 
masyarakat. 
Peristiwa - peristiwa yang terjadi di tanah air belakangan ini menunjukkan ada 
gejala-gejala sosial yang biasanya muncul karena kemiskinan, yang dimanfaatkan 
oleh kelompok kepentingan tertentu dengan membagikan uang atau adanya kekurang 
pahaman karena rendahnya pendidikan di kelompok masyarakat tertentu, atau ada  
benturan kepentingan politis di antara kelompok kepentingan.

Banyaknya migrant penduduk dari desa-desa ke kota-kota besar telah menyebabkan 
pengangguran, karena pendatang dari pedesaan kebanyakan pendidikannya rendah 
dan 
sukar untuk mencari pekerjaan. Sebagai akibat perbedaan kaya – miskin tumbuh 
rasa iri-hati dan kesenjangan sosial, yang ditunggangi untuk 
kepentingan-kepentingan politik golongan tertentu.

Secara kultural pendidikan dalam bidang kesadaran multikultural „Bhinneka 
Tunggal Ika“ dan jaminan menganut kebebasan bergama dan kepercayaan tiap warga 
negara Republik Indonesia, dari mulai SD sampai dengan perguruan tinggi harus 
di-intensif-kan.

5.       Maka dari itu, kami – Masyarakat Indonesia di Republik Federal Jerman 
– 
menyerukan:

1.      Pelihara toleransi antar agama, antar kesukuan di dalam masyarakat 
majemuk multikultural dan multireligius di  Indonesia !

2.      Jangan mempergunakan agama untuk kepentingan-kepentingan politik!

3.      Harus bersikap tegas dalam melaksanakan „Enforcement of Law“ dan 
mencegah pelanggaran-pelanggaran hukum yang mengganggu kerukunan beragama di 
tanah air kita! Polri harus menghentikan aksi anarkis massa dan memberikan 
perlindungan penuh pada setiap kegiatan ibadah setiap agama/kepercayaan, yang 
dijamin kebebasannya oleh UUD 1945!

4.      Melarang ormas-ormas radikal, yang mempergunakan agama, untuk 
kepentingan politik dan membubarkan ormas-ormas yang telah terbukti mengganggu 
ketentraman hidup antar agama dan kepercayaan.

Dirgahayu Republik Indonesia dalam Tahun ke-65 Kemerdekaan !

Frankfurt am Main, RF Jerman - 17 Agustus 2010

PERMIF – Persatuan Masyarakat Indonesia di Frankfurt am Main &  Sekitarnya

 
http://geocities.com/lembaga_sastrapembebasan/
http://tamanhaikumiryanti.blogspot.com/
Information about KUDETA 65/ Coup d'etat '65, click: http://www.progind.net/   


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke