---------- Forwarded message ---------- From: victor silaen <victor.sil...@yahoo.com> Date: 2010/6/9
Bagaimana baiknya menurut Anda? Telah dimuat pada Harian *Media Indonesia*, 9 Juni 2010 * * *Koruptor Disambut Meriah?* Oleh Victor Silaen Di saat batin kita begitu lelahnya menyaksikan praktik korupsi yang bagaikan penyakit akut di negeri ini, sebagian masyarakat, pejabat dan wakil rakyat ternyata malah memberi kontribusi secara tak langsung terhadap perkembangannya. Situasi seperti itulah yang terlihat ketika ratusan orang menyambut kepulangan mantan Wali Kota Medan Abdillah di Bandara Polonia Medan, 2 Juni lalu. Abdillah baru saja menghirup udara bebas setelah menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, terhitung 1 Juni. Abdillah yang pada kesempatan itu mengenakan baju koko berwarna putih langsung dielu-elukan warga. Beberapa warga bahkan sempat mengupah-ngupah (memberikan semangat, *red*) kepada Abdillah. Antusiasme warga untuk bertemu Abdillah bahkan sempat mengganggu para penumpang di terminal kedatangan Bandara Polonia Medan. Pada kesempatan itu juga terlihat istri Abdillah, Nanan Abdillah, dan putra sulungnya, Aviv Abdullah, juga sejumlah camat dan lurah di lingkungan Pemkot Medan, serta anggota DPRD setempat. Dari Bandara Polonia rombongan Abdillah yang mendapat pengawalan dari sejumlah organisasi kepemudaan menuju Masjid Raya Medan untuk bertemu sejumlah alim ulama dan tokoh masyarakat Kota Medan. Setelah itu ia menuju rumah pribadinya di Jalan Perak, Medan. Abdillah bebas bersyarat setelah menjalani dua pertiga dari masa hukumannya. Ia berada di Lapas Sukamiskin Bandung sejak 28 Agustus 2009, setelah juga sempat ditahan di Lapas Cipinang. Abdillah divonis empat tahun penjara terkait kasus korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran dan APBD Kota Medan. Inilah yang membuat kita miris dan bertanya prihatin: kalau begitu mampukah korupsi diperangi sampai ke akar-akarnya? Tak dapat disangkal bahwa Indonesia termasuk negara kleptokrasi: negara yang dalam praktik penyelenggaraan pemerintahannya ditandai oleh keserakahan, ketamakan, dan korupsi yang merajalela (Alhumami, 2005). Itu sebabnya korupsi di negara ini harus diperangi dari pelbagai sisi (Pope, 2003). Apalagi dewasa ini korupsi telah digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (*extra ordinary crime*), sehingga upaya-upaya memeranginya harus luar biasa pula. Agar lebih efektif, kita tak boleh hanya menggantungkan harapan pada lembaga-lembaga penegak hukum saja. Untuk itulah perangkat hukum pun harus dilengkapi. Yakni, dengan membuat undang-undang (UU) yang memuat ketentuan-ketentuan dan asas-asas tentang pembuktian terbalik. Gagasan dan usulan tentang UU tersebut selama ini sudah sering dimunculkan. Termasuk yang pernah disampaikan oleh Komisi Hukum Nasional saat bertemu Presiden Yudhoyono kira-kira dua tahun silam. Jadi, mungkin, kita tinggal menunggu *good will* dan *political will* dari Presiden Yudhoyono. Dan kita boleh optimistik untuk itu, sebab bukankah sejak awal kepemimpinannya (2004) Yudhoyono telah bertekad kuat untuk memerangi korupsi? Bukankah ia berjanji di masa kampanye sebagai calon presiden dulu bahwa ia akan bekerja siang-malam dan memimpin langsung di garda depan dalam rangka memberantas korupsi? Selain mendesak agar asas pembuktian terbalik ini segera dijadikan kebijakan resmi negara, ada satu hal yang kiranya perlu kita renungkan bersama. Yakni, sikap kita terhadap para koruptor. Berupayalah untuk tidak menaruh respek kepada mereka yang melakukan korupsi. Itulah resep yang disampaikan Pascal Couchepin, Konsuler Federal sekaligus Menteri Dalam Negeri Swiss (*Kompas*, 29/10/2005). Di negara yang dikategorikan Transparency International sebagai bersih dari korupsi itu, begitu ada yang korup langsung dimusuhi. Kalau dia pegawai negeri, maka akan dibenci seluruh rakyat. Untuk menjadikan sebuah negara bersih dari korupsi, menurut Couchepin, membutuhkan waktu. Akan tetapi, suatu hal yang utama adalah jangan pernah berkompromi menghadapi korupsi dan jadikan korupsi sebagai musuh bersama, ujarnya. Di Rusia tindakan korupsi kini banyak berkurang, karena para koruptor langsung dikirim ke Siberia, katanya lagi. Bagaimana di Indonesia? Bukankah umumnya kita justru bersikap sebaliknya: menghormati koruptor? Anehnya, bahkan, mereka yang pernah dihukum karena tindak pidana korupsi pun masih dielu-elukan bak pahlawan seperti terlihat dalam kasus mantan Wali Kota Medan Abdillah. Contoh konkret lainnya terlihat dalam kasus (almarhum) mantan presiden Soeharto. Meskipun oleh PBB, Soeharto ditetapkan sebagai mantan pemimpin politik terkorup di dunia karena diduga kuat telah menggelapkan uang 15-35 miliar dolar AS selama berkuasa (1967-1998), namun hingga akhir hayatnya pun sangat banyak orang yang menghormatinya bahkan kemudian mengusulkannya untuk dikukuhkan sebagai pahlawan. Mengomentari kasus korupsi Soeharto, Ketua Eksekutif Economic and Financial Crimes Commission (EFCC) Nigeria Mallam Nuhu Ribadu pernah berkata: Saya tidak melihat ada hal yang sulit dalam menangani kasus Soeharto. Masalahnya hanya soal kemauan politik. Juga perlu orang yang berani untuk menangani kasus ini. Kasus Soeharto mirip dengan Jenderal Sani Abacha (mantan presiden Nigeria). Kita punya masalah sama: kita cenderung memberi hormat pada kepada orang yang justru tidak layak dihormati. Kamu melecehkan dirimu, kamu melecehkan kebijakanmu. Kamu punya kesempatan yang baik, tapi kamu membuat para pencuri itu tetap jadi pencuri karena kecenderungan itu. Ini masalah tentang manusia, jadi jangan ada toleransi bagi para koruptor itu. Bawa mereka ke depan hukum. Di Nigeria, kami menangkap para koruptor kakap dan ini membuat *trickle down effect* (*Tempo *, 16/9/2007). Pesan Couchepin dan Ribadu dalam rangka memerangi korupsi sangatlah jelas. Namun, mudahkah menerapkannya di Indonesia, itu yang belum jelas. Sebab, harus diakui, umumnya kita cenderung menghormati mereka yang hartanya melimpah, tak hirau kekayaan itu didapat dari mana dan dengan cara apa. Terkait mantan Wali Kota Medan Abdillah, boleh saja selama ini ia dikenal baik terhadap banyak pihak dan kalangan. Seperti yang dikatakan Kepala Lapas Sukamiskin Murdjito, bahwa selama di penjara Abdillah dinilai berperilaku baik. Beliau suka membantu orang-orang, membagi-bagikan peci, sarung dan sejadah, ujarnya. Namun, yang kita persoalkan bukanlah kebaikannya itu, melainkan justru ketidakbaikannya yang telah turut merusak dan merugikan negara dan bangsa ini. Kita patut memaafkan Abdillah. Tetapi, kita tak sekali-kali boleh melupakan korupsi yang pernah dilakukannya karena tindakan tersebut merupakan kejahatan luar biasa. Atas dasar itu, sangat tak pantaslah jika kedatangan Abdillah selepas dari Lapas disambut begitu meriahnya, apalagi oleh pejabat dan wakil rakyat yang seharusnya memberi keteladanan kepada rakyat. Seharusnya Abdillah diberi hukuman lagi, yakni ganjaran sosial dari masyarakat. Bukan untuk mengucilkannya, melainkan demi membuatnya benar-benar sadar dan insyaf. ** Dosen FISIP Universitas Pelita Harapan, pengamat sospol.* [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------------------ ======================= Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscr...@yahoogroups.com Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejaht...@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelism...@yahoogroups.com Milis ini tidak menerima attachment.Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: wanita-muslimah-dig...@yahoogroups.com wanita-muslimah-fullfeatu...@yahoogroups.com <*> To unsubscribe from this group, send an email to: wanita-muslimah-unsubscr...@yahoogroups.com <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/