Pleidoi Seorang Batak MuslimJUDUL di atas mungkin akan menimbulkan keheranan bagi para pengunjung blog ini, terutama yang sepaham denganku bahwa Batak adalah satu—tanpa dibeda-bedakan ( dan dipisahkan ! ) oleh subetnis, kedaerahan, dialek, agama dan lain-lain. Aku sengaja mencantumkan istilah “Batak Muslim”, menyesuaikan dengan konsepsi diri penulis artikel “Menuduh Orang Batak” yang aku kutipkan dalam postingan ini. Artikel tersebut ditulis oleh Nirwansyah Putra di blog miliknya : nirwansyahputra. wordpress. com; sebagai reaksi terhadap tudingan kepada etnis Batak akibat kehebohan yang ditimbulkan oleh lapotuak.wordpress. com. Nirwan yang konon marga Panjaitan ini, setahu aku, tidak pernah menampilkan diri sebagai orang Batak dalam interaksi di dunia maya. Tulisan-tulisan di blognya pun hanya sedikit mengenai etnis Batak, dan yang sedikit itu cuma mengenai “Batak Muslim”. Bagi yang merasa lega dan bangga atas kiprah “Batak Muslim” seperti Toga Nainggolan, Jarar Siahaan, Syahrul Hanafi Simanjuntak, Srikandini Pohan, Ucok Lubis, dan banyak lagi yang lain; Nirwansyah adalah gambaran yang sangat bertolak belakang. Nirwansyah baru menyatakan diri sebagai Batak (baca : Batak Muslim) ketika dia merasa kebatakan yang melekat dalam dirinya membuatnya dicurigai, dituding dan disudutkan. Aku tidak berniat menyerang Nirwansyah. Menurutku dia adalah seorang yang jujur sebagai seorang penulis atau blogger. Lagi pula, kita tidak berhak meminta dia harus seperti Toga Nainggolan, yang sejak lahir sudah menjadi muslim, namun tetap bangga dengan karakter dan jati dirinya sebagai manusia Batak; bahkan jago gondang pula. Nirwansyah dan tulisannya sengaja aku kemukakan di sini untuk menyadarkan kita, bahwa impian mewujudkan “Batak Reunion” itu sangat-sangat sulit, karena “penyakit” segregasi yang menggerogoti Bangso Batak sudah akut betul. Faktor politik dan dinamika sosial telah membuat pemisahan (penyangkalan! ) menjadi terasa lebih realistis ketimbang reunifikasi. Horas Bangso Batak, Raja Huta
Menuduh Orang Batak Oleh : Nirwansyah Putra Panjaitan Blog bertajuk lapotuak.wordpress. com jelas adalah sebuah tuduhan paling menyakitkan yang diterima suku bangsa Batak soal komik penghina Nabi Muhammad. “Orang Batak” seolah-olah menjadi tersangka utama dalam kasus itu. Ada dua senjata yang langsung diarahkan yaitu primordialisme dan agama. Dua-duanya masuk kriteria titik utama untuk mengobarkan peperangan: SARA. Saya kira ini berdasarkan asumsi tak beralasan yang masih dihinggapi segelintir orang, yaitu mengidentikkan antara “batak” dengan agama non muslim. “Lapotuak” itu memanglah istilah batak namun mengindentifikasi Batak menjadi nonmuslim adalah kesalahan yang sangat-sangat besar. Beberapa saat yang lalu, sebuah blog dikabarkan memposting sebuah tuduhan bahwa yang membuat dan menyebarkan komik penghina nabi Muhammad itu adalah suku bangsa Batak. Yang kena tuduh langsung meradang dan mengancam memperkarakan. Akhirnya, postingan itu dicabut. Belum ada bukti kalau tersangka komik penghina nabi Muhammad itu adalah orang Batak dan beragama non muslim. Namun, persangkaan itu tumbuh, saya kira, karena masih adanya identifikasi batak=tak Islam. Sekali lagi itu tak benar. Soal itu memang merisaukan. Abang-abang senior saya, sejak lama membikin organisasi “Persatuan Batak Islam”. Saya mengira ini adalah semacam perlawanan terhadap stigmatisasi orang Batak ke hanya satu agama tertentu saja. Tidak hanya terhadap “batak tak islam”, namun juga terhadap persangkaan negara, suku bangsa lain dan seluruh masyarakat terhadap definisi “Batak”. Dalam kenyataannya, ada tiga “agama” yang dominan dipeluk oleh suku Batak: Islam, Kristen dan Parmalim. Untuk yang terakhir ini, seorang dosen saya memasukkan “parmalim” dalam kriteria agama. Masuknya Parmalim dalam “aliran kepercayaan” dinilai hanyalah sebuah metode dari pemeluk agama ini agar tidak diberangus dalam “Pancasila” yang hanya mengizinkan lima agama di Indonesia yaitu Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu dan Buddha. Dengan masuk sebagai aliran kepercayaan, maka parmalim tidak akan diberangus oleh pemerintah. Tap MPR soal aliran kepercayaan ini, seperti yang bisa diduga, dibikin di zaman Soeharto. Dulu sempat terjadi di masyarakat, kalau seseorang Batak tak akan diterima di pemukiman muslim. Itu karena stigma “batak=tak islam” ini. Itu merisaukan betul, karena stigma itu kemudian menyebar sampai ke ranah sosiologis, politik ekonomi dan budaya. Orang Batak yang beragama Islam dicurigai “tak benar Islamnya” ataupun “muallaf alias baru masuk Islam”. Kebalikannya, orang Batak yang Islam dianggap “murtad” dari ke-Batak-annya alias sudah tak Batak lagi. Orang Batak Islam kemudian menjadi kaum yang dipinggirkan. Padahal, orang Batak yang sejak lahir sudah beragama Islam sudah tak terhitung lagi banyaknya. Bahkan, banyak orang Batak yang menjadi penyebar, pendidik, ustadz, pembangun sekolah dan madrasah Islam, pengurus dan pemimpin organisasi keislaman dan seterusnya. Senioran saya di jurnalis, Abyadi Siregar, bahkan pernah mengatakan, “Saya ini sejak masih di sini (dia menunjuk dengkulnya), sudah Islam dan sudah Muhammadiyah,” katanya. Bang Regar ini sekarang menjadi Wakil Sekretaris Persatuan Batak Islam Sumut dan Wakil Sekretaris Pemuda Muhammadiyah Sumut. Dia berasal dari Pahae Jae, sebuah daerah yang terletak di Kabupaten Tapanuli Utara, sebuah kabupaten yang sering diidentikkan sebagai “kawasannya non muslim”. Ayahnya adalah Kepala Sekolah Madrasah Muhammadiyah di Pahae. Kawan saya kuliah bernama Muhammad Risfan Sihaloho. Dia ini mantan Ketua Senat mahasiswa fakultas sospol. Dari namanya saja, ketahuan kalau dia orang Islam. Namun, ketika dia ditanya namanya dan dia mengatakan, “Sihaloho”, orang akan berprasangka, dia ini bukan Islam. Dari marganya, orang mungkin saja langsung teringat dengan Aberson Sihaloho, pengurus PDIP yang beragama Kristen. Padahal, ayah kawan saya ini adalah guru sekolah Muhammadiyah di daerah Pasaman, perbatasan antara Sumut dan Sumatera Barat. Dia satu kampung dengan teman saya juga, Abdurrahman Rangkuti. Keduanya ini “Muhammadiyah tulen”. Kalau Anda bercerita soal klenik, takhyul, hantu dan segala macamnya, Anda akan diketawain oleh mereka dan ditantang untuk menunjukkan hal itu di hadapan mereka. Ada lagi nama abang-abang saya yang lain seperti , Agus Salim Ujung, Mayjen Simanungkalit dan lain-lain. Ini adalah orang-orang Batak yang komitmen keislamannya sungguh luar biasa. Jadi kalau sampai ada orang yang mengidentikkan Batak=tak Islam, bagi saya, orang itu tololnya ‘gak ketulungan. Dus, kalau ada yang memasukkan kriteria orang Tapanuli=Tak Islam, bagi saya, dia ini adalah orang bodoh, primitif, dan “orang yang tak tahu ditidaktahunya”. [Non-text portions of this message have been removed]