Makna Hawa   

By: Prof. Dr. Achmad Mubarok MA
    
Dalam bahasa Arab, hawa  adalah kecenderungan nafs kepada syahwat. Kata hawa 
dalam bahasa Arab juga mengandung arti turun dari atas ke bawah, tetapi lebih 
mengandung konotasi negatif, dan menurut al-Isfahani, penyebutan term hawa 
mengandung arti bahwa pemiliknya akan jatuh ke dalam keruwetan besar ketika 
hidup di dunia, dan di akhirat dimasukan ke dalam neraka Hawiyah.

Al-Qur’an menyebut hawa dalam berbagai kata bentuknya sebanyak 36 kali, 
sebagian besar untuk menyebut ciri tingkah laku negatif, seperti:
1.    perbuatan orang zalim mengikuti hawa nafsu  (Q., s. al-Rum / 30:29),
2.    perbuatan orang sesat mengikuti hawa nafsu (Q., s. al-Ma’idah / 5:77),
3.    perbuatan orang yang mendustakan ayat-ayat  Allah seperti yang tersebut 
dalam surat (Q., s. al-An’am / 6:150), dan 
4.    perbuatan orang yang tidak berilmu (Q., s. al-Jatsiyah / 45:18).

Pada surat al-Nazi’at / 79:40-41 disebutkan hubungan hawa dengan nafsu:

Adapun orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya, dan menahan nafs dari 
hawanya, maka sesungguhnya sorgalah tempat tinggalnya (Q., s. al-Nazi’at / 
79:40-41).

Ayat di atas menunjukkan bahwa ada nafs dan ada komponen hawa. Menurut 
al-Maraghi hawa merupakan keadaan kejatuhan nafs ke dalam hal-hal yang dilarang 
oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala. jika hawa itu merupakan kecenderungan kepada 
syahwat, maka kalau dibandingkan dengan motif, hawa adalah motif kepada hal-hal 
yang rendah dan batil. Dalam surat al-Mu’minun / 23:71 diisyaratkan, jika 
kebenaran tunduk kepada desakan hawa, maka kata kehidupan manusia akan rusak 
binasa. Al-Qur’an banyak sekali mengingatkan manusia agar jangan mengikuti 
dorongan hawa dapat menyesatkan, seperti yang dijelaskan dalam surat al-An’am / 
6:119 dan Q., s. Shad / 38:26), dan dapat mendorong bertindak menyimpang dari 
kebenaran (Q., s. al-Nisa / 4:135). Hawa yang selalu diikuti, menurut al-Qur’an 
menjadi sangat dominan pada seseorang hingga orang itu menjadikan hawa-nya 
sebagai Tuhan, seperti yang dipaparkan surat al-Furqan / 25:43.
    
Sikap mental orang yang mampu menekan hawa nafsunya seperti yang termaktub 
dalam surat al-Nazi’at / 79:40-41 adalah mental orang yang takut kepada Allah 
dan perasaan takut kepada Allah itu didahului oleh ilmu sehingga menurut 
al-Qur’an surat Fathir / 35:28, hanya orang yang berilmu (ulama)-lah yang 
memiliki rasa takut kepada Allah. Jika melihat munasabah dengan ayat sebelumnya 
(Q., s. al-Nazi’at / 79:37-38), maka sikap mental ini merupakan kebalikan dari 
sikap mental orang yang melampaui batas, yaitu orang yang menurut Fakhr 
al-Razi, mengalami distori pemikiran, dan kebalikan dari menekan hawa nafsu, 
orang yang melampaui batas itu, justru lebih mengutamakan kesenangan dunia. 

Sumber, http://mubarok-institute.blogspot.com

Wassalam,
agussyafii
--
Tulisan ini dibuat dalam rangka kampanye program Kegiatan 'Muhasabah Amalia 
(MUSA)' Hari Ahad, Tanggal 18 April 2010 Di Rumah Amalia. Kirimkan dukungan dan 
partisipasi anda di http://www.facebook.com/agussyafii2, atau 
http://agussyafii.blogspot.com/, http://www.twitter.com/agussyafii atau sms di 
087 8777 12 431.


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke