Refleksi : Kasus Rp 6,7 triliun [US$ 720 million] Bank Century menghilang di 
alam kebisuan, tetapi SBY siapkan aturan tekan biaya kampanye Rp 50,-- miliar.  
Beginilah permainan  tukang sulap rezim kleptorkatik neo-Mojopahit. 

  

http://www.jawapos.co.id/halaman/index.php?act=showpage&kat=5

[ Sabtu, 24 April 2010 ] 
Biaya Pilkada Tinggi, Picu Korupsi Ketika Calon Telah Terpilih 


SBY Siapkan Aturan Tekan Biaya Kampanye 


JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta agar politik uang dan 
biaya tinggi dihilangkan dalam pemilihan kepala daerah. Tingginya biaya dalam 
pilkada dinilai memicu korupsi ketika calon telah terpilih.

Mendagri Gamawan Fauzi mengingatkan pesan presiden tersebut di Istana Wapres, 
Jakarta, kemarin (23/4). Gamawan mengatakan, pemborosan dana dalam pilkada bisa 
mencapai Rp 50 miliar. Jika dibagi lima tahun, jumlahnya sekitar Rp 10 miliar 
atau Rp 850 juta per bulan. 

Padahal, gaji kepala daerah hanya sekitar Rp 8,5 juta per bulan. "Karena itu, 
terjadi yang seperti sekarang," kata Gamawan, sambil mencontohkan sejumlah 
kepala daerah yang terganjal kasus korupsi. 

Gamawan mengatakan, saat ini presiden menyiapkan keppres untuk merancang biaya 
bagi calon kepala daerah agar bisa ditekan. Pembekalan bagi calon juga akan 
diberikan oleh pusat. Partai diminta untuk mengarahkan calon agar tidak 
menggunakan anggaran terlalu besar saat kampanye.

Mantan gubernur Sumbar itu mengatakan, pelanggaran berupa politik uang banyak 
terjadi dalam pilkada. Namun, hal tersebut tidak mudah dibuktikan. Sebab, dana 
yang dikeluarkan langsung oleh calon biasanya tidak besar. Namun, ada kontrak 
politik antarcalon dengan jumlah dana tertentu yang tidak bisa diketahui secara 
transparan oleh publik. Gamawan mengatakan, idealnya, partai yang mengusung 
calon lebih banyak turut dalam pendanaan kampanye.

Mendagri mengatakan, kadangkala praktik politik uang juga terjadi karena 
ketidaktahuan calon kepala daerah mengenai implikasi pidananya. Untuk itu, 
mulai tahun depan, Kemendagri akan memberikan orientasi kepada kepala daerah 
terpilih serta pembekalan kepada para calon.

Wakil Ketua Komisi II DPR Ganjar Pranowo mendukung gagasan tersebut. Malah 
wacana itu sudah berkembang secara informal di komisinya. ''Ini lebih strategis 
daripada mewacanakan syarat berpengalaman dan kesusilaan yang mengada-ada 
itu,'' kata Ganjar. Menurut dia, bila dana kampanye setiap calon dibatasi, itu 
bisa memberi kesempatan yang sama bagi siapa pun untuk berkompetisi.

Anggota FPDIP itu menambahkan, saat ini, pembatasan dana kampanye memang diatur 
dalam UU Nomor 32 Tahun 2004. Dia berpendapat, pengaturannya lebih baik 
dilakukan melalui undang-undang, bukan keppres. ''Keppres itu tidak masuk dalam 
tata perundang-undangan. Kalau mau menyelesaikan secara komprehensif, sekalian 
lewat undang-undang,'' ujarnya.

Ganjar mengingatkan bahwa Mendagri kini tengah menggodok perubahan UU 
Pemerintahan Daerah Nomor 32 Tahun 2004. ''Pengaturan dana kampanye bisa 
sekalian diatur,'' saran legislator PDIP itu. Dia berharap ke depan pembatasan 
tersebut juga diberlakukan bagi semua jabatan publik yang direkrut melalui 
pemilihan umum. Di antaranya, capres dalam pilpres dan para caleg dalam pemilu 
legislatif.

Koordinator Komite Pemilih Indonesia Jeirry Sumampow menyatakan, menekan 
anggaran kampanye pilkada tidak hanya berdampak pada efisiensi. Calon pemimpin 
kepala daerah dengan bujet kecil juga bisa mendapat kesempatan maju mencalonkan 
diri. ''Di daerah kan banyak orang potensial, tapi tidak mau maju karena 
finansial yang pas-pasan. Aturan ini menciptakan iklim yang lebih fair," 
katanya. (sof/pri/bay/c6/t







[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke