BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM

WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
[Kolom Tetap Harian Fajar]

922 Cowboys in Paradise

Video Cowboys in Paradise menyoroti gigolo Kuta Bali. Apa itu gigolo? Itu 
adalah pelacur berjenis kelamin laki-laki (Bld, een ploert, een mannelijke 
hoer). Secara gradual tidak beda dengan pelacur berjenis kelamin perempuan. 
Namun dalam keadaan sehari-hari istilah pelacur itu bias gender, karena kalau 
dikatakan pelacur itu bermakna berjenis kelamin perempuan. Saya sendiri lebih 
suka pakai istilah pelacur ketimbang penjaja (tidak pakai h) seks komersial 
(PSK). Tidak semua hal mesti dihaluskan. Seperti misalnya banci atau bencong 
tidak perlu dihaluskan menjadi wanita-pria (waria), pemabuk tidak dihaluskan 
menjadi tuna sakring.

Salah seorang warga Bali yang tinggal di Denpasar selatan tidak jauh dari 
wilayah Kuta mengatakan bahwa dia sendiri tidak aneh menonton film Cowboy in 
Paradise Bali movie ini karena dia, yang tinggal hanya butuh waktu sekitar 
sepuluh menit menggunakan motor sudah sampai di wilayah Pantai Kuta, sudah tahu 
setidaknya sudah 20 tahun, jejak gigolo tercetak di Bali khususnya, di Pantai 
Kuta. Gigolo itu mulai bermunculan ketika Kuta mulai berkembang menjadi ikon 
wisata. Profesi gigolo (juga kerap disebut Beach Boys) dikupas jelas di film 
dokumenter Cowboy in Paradise yang dibuat Amit Virani, warga Singapura 
keturunan India. Di kawasan itu, beragam profesi berkumpul, mulai pedagang 
minuman, penyewa papan selancar, tukang pijat, guide atau pramuwisata, hingga 
instruktur surfing atau selancar. Profesi "itu" memang terselubung. Tak ada 
yang berani terang-terangan mengaku sebagai gigolo. Perkenalan gigolo dengan 
turis perempuan, biasanya terjadi saat sang turis berjemur, berlatih selancar, 
atau sedang mencari objek wisata. Tak jarang dari hubungan "bisnis" itu 
berujung pada pernikahan. Bahkan, ada yang akhirnya tinggal di negara asal 
turis perempuan yang menjadi istrinya.

Kini, gigolo Bali yang disorot melalui film dokumenter tersbut menyebabkan 
beberapa warga setempat kecewa, terutama, para pemuda Bali yang mencari nafkah 
tanpa harus menjadi gigolo. Razia langsung digelar. Pria-pria di pantai menjadi 
sasaran. Parwisata Bali jadi taruhan. Namun, Kementrian Kebudayaan dan 
Parawisata tak berdaya. Kini, setelah difilmkan, barulah pemerintah sadar. 
Ternyata, ada yang salah dalam parawisata Bali. Ya, bukan di Bali saja 
melainkan di mana ada industri parawisata niscaya melekat secara sistemik yaitu 
dunia mesum pelacuran.

Celakanya, pelacuran tidak dapat dijaring oleh sistem hukum kita. Dan disinilah 
biasa terjadi pergesekan/bentrokan antara para aparat vs pemuda Islam (biasanya 
FPI) yang bertindak bukan hanya sebagai hakim sendiri, melankan menjadi hakim 
beramai-ramai, setelah sebelumnya berlangsung negosiasi. Para pemuda Islam itu 
bersemangat menjalankan nahi mungkar dengan tindakan (bilyad). RasuluLlah 
bersabda: Barangsiapa yang melihat kemungkaran mestilah dia mengubah dengan 
tangannya (falyughayyiru biyadihi), apabila ia tak sanggup, hendaklah diubahnya 
dengan lisannya (fabilisa-nihi), apabila itupun tak sanggup cukup dengan 
kalbunya (biqalbihi), namun yang terakhir ini pertanda yang terlemah imannya. 
Dalam kata "falyughayyiru" ada Lam al-amar, Lam yang menyatakan perintah, 
sehingga mengubah dalam Shahih Bukhari itu bermakna wajib hukumnya mengubah.

Ini sebuah kasus yang menunjukkan kelemahan sistem hukum kita:
Sebuah kasus yang sangat memalukan dan memilukan. Hari Rabu, 9 Oktober 2002 
pada halaman muka Harian FAJAR dengan garis kepala (maksudnya head line): 
"DELAPAN OKNUM POLISI GILIR SISWI SMU. Mereka Bantah Memperkosa Karena 
Membayar." Terlalu panjang dan mengambil tempat jika seluruhnya saya salin 
berita itu. Cukup yang relevan saja: "Namun menurut Kapolres Sidrap, sesuai 
dengan pemeriksaan dan pengakuan kedelapan anggotanya itu, bila apa yang 
dilakukan terhadap gadis tersebut, bukanlah pemerkosaan, sebab mereka membayar. 
Tetapi korban, kata Kapolres, tetap membantah, dirinya telah dibayar."

Coba lihat, secara hukum kedudukan sang gadis sangat lemah. Delapan lawan satu. 
Delapan mengatakan membayar (apa lagi polisi) satu mengatakan tidak dibayar. 8 
>< 1. Tentu 8 yang menang, artinya gadis itu secara hukum TIDAK diperkosa. KUHP 
tidak dapat menjaring ke-8 polisi itu, sebab kalau dibayar berarti bukan 
perkosaan, melainkan mau sama mau. Sedangkan pasal 284 KUHP, yang disebut zina 
hanyalah delik aduan, artinya hanya bisa dijaring hukum jika isteri dari yang 
bersanggama atau suami dari yang bersanggama keberatan.

Alhasil, pasal 284 KUHP yang dasar filosofinya warisan dari barat: "jangkauan 
hukum berakhir di depan kamar tidur," itu harus diubah, sebab perbuatan zina 
itu keji, bahkan mendekatinya saja sudah dilarang:

-- WLA TQRBWA ALZNY ANH KAN FhSyt WSAa SBYLA (S. ASRY, 17:32), dibaca: wala- 
taqrabuz zina- innahu- kana fa-hisyatan wasa-a sabi-lan, artinya:
--  dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu 
perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk.
WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 9 Mei 2010
    [H.Muh.Nur Abdurrahman]
http://waii-hmna.blogspot.com/2010/05/922-cowboys-in-paradise.html


    

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke