http://www.equator-news.com/index.php?mib=berita.detail&id=22167

   
Selasa, 10 Agustus 2010 , 12:23:00

Umrah Modus Perdagangan Orang



 
     
     
Salah satu peserta Umroh di Tanah Suci. (Repro : umroh.co.id)
PONTIANAK. Perdagangan orang (trafficking) semakin merajalela, tidak hanya 
memanfaatkan jalur tenaga kerja. Tetapi juga memanfaatkan moment ibadah ke 
tanah suci, yakni berangkat Umrah.

"Kita bermaksud pergi Umrah, tiba-tiba kita dibawa ke suatu tempat dan di suruh 
menunggu. Keesokan harinya sudah ada agen yang mengambil, tapi bukan untuk 
pergi Umrah," kata Dewi Hughes, Duta Anti Trafficking ditemui di sela 
Sosialisasi Penanggulangan Trafficking di Grand Mahkota Hotel Pontianak, Senin 
(9/8).

Jemaah Umrah itu tidak bisa berbuat apa-apa, karena paspornya ditahan agen 
perjalanan atau lainnya. "Makanya kalau mau bermigrasi, harus mengetahui dahulu 
negara dituju, membawa fotocopy paspor untuk dipegang sendiri, demikian pula 
dengan ID, kalau yang aslinya diserahkan ke agen perjalanan atau apapun, kita 
punya fotocopy-annya," kata Hughes.

Selain itu, Hughes juga mengharapkan, orang-orang yang akan pergi ke luar 
negeri harus mengetahui letak Kedutaan Besar atau Konjen RI. "Perwakilan kita 
di luar negeri itu merupakan rumah kedua kita, kalau ada apa-apa kita lari ke 
situ, kita selamat," katanya.

Hughes mengingatkan, kepada siapapun, hendaknya bermigrasi setelah berusia di 
atas 17 tahun. "Saya selalu bilang ke orang-orang, jangan bermigrasi di bawah 
usia 17 atau 18 tahun," ujarnya. 

Di tempat yang sama, Direktur Pendidikan Masyarakat, Direktorat Pendidikan 
Masyarakat, Kementerian Pendidikan Nasional, Ella Yulaelawati MA PhD 
mengatakan, berbagai upaya sedang dilakukan untuk pencegahan dini trafficking. 
"Kami mempunyai pendidikan kewirausahaan untuk perempuan, kewirausahaan 
berbasis potensi lokal, koran ibu dan lainnya,' katanya.

Melalui program-progam tersebut, terang Ella, juga lakukan upaya mengubah pola 
pikir masyarakat melalui penyadaran-penyadaran. "Say Not to transit trafficking 
(katakan tidak pada transit perdagangan orang, red)," katanya. 

Dia menjelaskan, tidak semua orang lokal, seperti Pontianak khususnya dan 
Kalbar umumnya menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang menjadi korban 
trafficking. "Karena banyak juga daerah lain sebagai pemasok," ungkap Ella. 

Memang orang lokal tidak menjadi korban trafficking melalui beberapa jalur atau 
modus seperti TKI. Tetapi, tidak menutup kemungkinan orang lokal memberikan 
kemudahan untuk prosesnya. "Hal ini seperti ini yang perlu penyadaran pola 
pikirnya," terang Ella. 

Kemudahan yang dimaksud Ella itu, misalnya warga pendatang membuat Kartu Tanda 
Penduduk (KTP), paspor atau lainnya di Pontianak untuk berangkat menjadi TKI ke 
luar negeri, lalu itu dipermudah. "Seharusnya disortir para pendatang itu, 
jangan berkata 'itu bukan orang kita tapi dari luar', jangan seperti itu, pola 
pikir ini yang perlu penyadaran," tegasnya. 

Dia mengungkapkan, dari sekitar 3.775 kasus trafficking di Indonesia sejak 2009 
hingga Maret 2010, Kalbar menempati rangking kedua (sebelumnya rangking satu) 
setelah Jabar. "Di Kalbar ditemukan sekitar 700 kasus trafficking, tapi ini 
fenomena gunung es," kata Ella.

Dari seluruh kasus trafficking yang berhasil terungkap di seluruh Indonesia 
dengan berbagai modus, korbannya 79 persen usia dewasa, sisanya anak-anak. 
"Kalau anak-anak cenderung pada eksploitasi anak untuk komersil, seperti 
bekerja di perkebunan sawit," ungkap Ella. (di





[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke