255. Allah, tiada Tuhan melainkan Dia, Yang tetap hidup, Yang kekal 
selama-lamanya mentadbirkan/mengurus (sekalian makhlukNya). Yang tidak 
mengantuk usahkan tidur. Yang memiliki segala yang ada di langit dan yang ada 
di bumi. Tiada sesiapa yang dapat memberi syafaat / pertolongan di sisiNya 
melainkan dengan izinNya. Yang mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan 
apa yang ada di belakang mereka, sedang mereka tidak mengetahui sesuatu pun 
dari (kandungan) ilmu Allah melainkan apa Yang Allah kehendaki (memberitahu 
kepadanya). Luasnya Kursi Allah (ilmuNya dan kekuasaanNya) meliputi langit dan 
bumi; dan tiadalah menjadi keberatan kepada Allah menjaga serta memelihara 
keduanya. dan Dia lah Yang Maha Tinggi (darjat kemuliaanNya), lagi Maha Besar 
(kekuasaanNya).
256. tidak ada paksaan dalam dien / ugama (Islam), kerana sesungguhnya telah 
nyata kebenaran (Islam) dari kesesatan (kufur). oleh itu, sesiapa yang tidak 
percayakan taghut / brhala, dan ia pula beriman kepada Allah, maka sesungguhnya 
ia telah berpegang kepada simpulan / tali  ugama yang teguh yang tidak akan 
putus. dan (ingatlah), Allah Maha Mendengar, lagi Maha mengetahui.
[QS 2:255,256]

************************************************

BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM

WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
[Kolom Tetap Harian Fajar]
001. Peranan Wahyu dan Akal dalam Kehidupan

Makhluk ciptaan Allah SWT di alam syahadah ini, seperti apa yang dapat kita 
amati, dapat digolongkan dalam jenis-jenis: batu-batuan/mineral, 
tumbuh-tumbuhan, binatang dan manusia. Allah SWT sebagai ArRabb mengatur alam 
syahadah dengan hukum-hukumNya untuk mengendalikan berjenis-jenis ciptaanNya 
itu. Allah sebagai ArRabb (Maha Pengatur) mengendalikan alam semesta dengan 
hukum-hukumNya yang hingga kini baru dikenal oleh manusia sebagai: medan 
gravitasi, medan elektromagnet, gaya kuat dan gaya lemah. Medan gravitasi 
utamanya mengontrol makrokosmos, mengendalikan bintang-bintang. Ketiga jenis 
yang lain mengontrol mikrokosmos. Medan elektromagnet mengontrol pasangan 
proton (bermuatan +) dengan elektron (bermuatan -). Proton-proton dalam inti 
atom yang saling tolak karena bermuatan sama, "direkat" oleh gaya kuat. 
Sedangkan gaya lemah menyebabkan inti atom seperti misalnya Thorium dan Uranium 
tidak stabil menjadi "lapuk" terbelah dengan mengeluarkan sinar radioaktif, 
sehingga Thorium dan Uranium disebut pula zat radioaktif. 

Di samping ke-4 jenis itu hukum Allah mengendalikan pula tumbuh-tumbuhan dengan 
kekuatan bertumbuh dan berkembang biak; kekuatan bertumbuh itu dapat melawan 
kekuatan gravitasi yaitu bertumbuh ke atas melawan tarikan gravitasi ke bawah. 
Adapun pada binatang ditambah pula lagi dengan kekuatan  naluri dengan 
perlengkapan pancaindera. Dengan kekuatan naluri dan perlengkapan pancaindera 
itu binatang dapat bergerak ke mana saja menurut kemauannya atas dorongan 
nalurinya. Dari segi naluri ini manusia tidak ada bedanya dengan binatang, 
yaitu naluri mempertahankan jenisnya.

***

Allah meniupkan ruh ke dalam nafs (diri, jiwa) manusia, yang ada di dalam 
jasmani manusia. Ruh, dan nafs ini yang tidak diberikanNya kepada makhluq bumi 
yang lain. Karena manusia mempunyai ruh, ia mempunyai kekuatan ruhaniyah yaitu 
nafs. Dengan ruh manusia mempunyai kesadaran akan wujud nafsnya. Nafs mempunyai 
kekuatan yang disebut akal, Dengan otak sebagai mekanisme, akal manusia dapat 
berpikir dan dengan qalbu (hati nurani) sebagai mekanisme akal manusia dapat 
merasa. Allah menciptakan manusia dalam keadaan, "fiy ahsani taqwiym" (95:4), 
sebaik-baik bentuk dalam tiga tataran: ruhani, nafsani dan jasmani. Dalam ilmu 
orang "kampung" jasmani disebut rupa tau (wajah lahir manusia), nafsani disebut 
ilalanganna taua (diri di dalam rupa tau) dan ruhani disebut maqnassa tau 
(manusia yang sesungguhnya).

Kemampuan akal untuk berpikir dan merasa bertumbuh sesuai dengan pertumbuhan 
diri manusia. Agar manusia dapat mempergunakan akalnya untuk berpikir dan 
merasa, ia perlu mendapatkan informasi dan pengalaman hidup. Mutu hasil 
pemikiran dan renungan akal tergantung pada jumlah, mutu dan jenis informasi 
yang didapatkannya dan dialaminya. Ilmu eksakta, non-eksakta, ilmu filsafat 
adalah hasil olah akal dengan mekanisme otak. Kesenian dan ilmu tasawuf adalah 
hasil olah akal dengan qalbu sebagai mekanisme.

Hasil pemikiran dan renungan anak tammatan SMA lebih bermutu ketimbang hasil 
pemikiran anak tammatan SD, karena anak tammatan SMA lebih besar jumlah, lebih 
bermutu dan lebih beragam jenis informasi yang diperolehnya dan pengalaman yang 
dialaminya. Jadi kemampuan akal manusia itu relatif sifatnya, baik dalam hal 
evolusi pertumbuhan mekanisme otak dan qalbunya, maupun dalam hal jumlah, mutu 
dan ragam informasi yang diperolehnya dan dialaminya. Dengan demikian akan 
relatif juga, baik untuk memikirkan pemecahan masalah, maupun untuk merenung 
baik buruknya sesuatu. 

Oleh karena akal manusia itu terbatas, Allah Yang Maha Pengatur (ArRabb) 
memberikan pula sumber informasi berupa wahyu yang diturunkan kepada para Rasul 
yang kemudian disebar luaskan kepada manusia. Nabi Muhammad RasuluLlah SAW 
adalah nabi dan rasul yang terakhir. Setelah beliau Allah tidak lagi menurunkan 
wahyu. Dalam shalat kita minta kepada Allah: 
-- Ihdina shShira-tha lMustqiym (1:6), tuntunlah kami ke jalan yang lurus. Maka 
Allah menjawab:
-- Alif, Lam, Mim. Dza-lika lKitaabu laa Rayba fiyhi Hudan lilMuttaqiyn (s. 
alBaqarah, 1-2), itulah Kitab tak ada keraguan dalamnya penuntun bagi Muttaqiyn 
(2:1-2). Al Quran yang tak ada keraguan dalamnya memberikan informasi kepada 
manusia tentang perkara-perkara yang manusia tidak sanggup mendapatkannya 
sendiri dengan kekuatan akalnya: 
-- 'Allama lInsa-na Maalam Ya'lam (s. al'Alaq, 5), (Allah) mengajar manusia apa 
yang tidak diketahuinya. 

Kebenaran mutlak (Al Haqq) tidak mungkin dapat dicapai oleh manusia dengan 
kekuatan akalnya. Kebenaran mutlak tidak mungkin diperoleh dengan upaya 
pemikiran mekanisme otak yang berwujud filsafat. Juga kebenaran mutlak tidak 
dapat dicapai manusia dengan upaya renungan mekanisme qalbu dalam wujud 
tasawuf. Al Haqq tidak dapat dicapai melalui filsafat ataupun tasawuf: 
-- Al Haqqu min rabbikum (s. alKahf, 29), artinya Al Haqq itu dari Rabb kamu 
(s. Gua 18:29). Alam ghaib juga tidak mungkin diketahui manusia dengan kekuatan 
akalnya. Filsafat dan tasawuf tidak mungkin dapat menyentuh alam ghaib. 

Demikianlah tolok ukur produk pemikiran dan renungan yang berupa filsafat dan 
tasawuf itu adalah:
-- "Dza-lika lKita-bu la- Rayba fiyhi Hudan lilMuttaqiyn". Filsafat dan tasawuf 
harus dibingkai oleh Al Quran dan Hadits shahih, sebab kalau tidak demikian, 
maka filsafat dan tasawuf itu menjadi liar. Sungguh-sungguh suatu keniscayaan, 
para penganut dan pengamal filsafat dan tasawuf tanpa kendali itu menjadi 
sesat. Terjadilah fenomena yang naif, lucu, tetapi mengibakan, yaitu antara 
lain filosof itu berimajinasi tentang pantheisme, sufi itu ber"kasyaf" terbuka 
hijab, merasa bersatu dengan Allah. Adapun indikator penganut dan pengamal 
filsafat dan tasawuf tanpa kendali itu, adalah upaya yang sia-sia untuk 
mempersatukan segala agama. Inilah yang selalu kita mohonkan kepada Allah SAW 
setiap shalat, agar tidak terperosok ke dalam golongan "Dha-lluwn", kaum sesat.
-- Hudan lilMuttaqiyn", demikianlah wahyu itu menuntun akal para Muttaqiyn 
untuk berolah akal, yaitu berpikir/berfilsafat dan merasa/bertasawuf. Akal 
harus ditempatkan di bawah wahyu dan ilmu filsafat serta ilmu tasawuf harus 
ditempatkan di bawah iman, singkatnya wahyu di atas akal dan iman di atas ilmu. 
WaLlahu a'lamu bishshawab.

*** Makassar, 20 Oktober 1991
    [H.Muh.Nur Abdurrahman]
http://waii-hmna.blogspot.com/2007/06/001-peranan-wahyu-dan-akal-dalam_7327.html


----- Original Message ----- 
From: "F e r o n a" <cakefe...@gmail.com>
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Sent: Tuesday, July 20, 2010 20:29
Subject: Re: [wanita-muslimah] Allah Tidak Tidur



Pak Sabri,

Senang membaca uraian panjang lebarnya tentang agama. Soal teman saya itu,
saya yakin dia tidak beragama dan kalau ditanya soal tuhan, jawabnya tuhan
baginya antara ada dan tiada, sulit baginya memastikan .. itu jawab
terakhirnya.

Dan saya tidak lagi bertanya lebih lanjut. Biarlah itu jadi urusannya
sendiri ... :)



-- 
Salam Manis,
F e r o n a
http://www.goldoven.com


2010/7/20 TEdJO stSabri <x1...@gmx.com>

>
>
> Dear Ferona,
>
> sejauh ini saya baik-baik saja, walaupun sering henk :D
>
> Kayaknya ada yang sedikit pandangan tentang kawan anda, dia sangat
> religius, kini tidak beragama. Kupikir sangat mungkin seseorang TIDAK
> BERAGAMA Tapi RELIGIUS. Diluar definisi umum Religi = Agama, Religius =
> Beragama. Bagiku sangat mungkin seseorang religius tanpa meyakini satu
> agama-pun, sebagaimana pernah disinyalir oleh ibnu Sinna dalam kitab "al
> Isyarah ..." Secara Pribadi saya sendiri pernah mengalami sebuah periode
> ini, dimana enggan melakukan ritual Agama, tapi sama sekali tidak kehilangan
> Keyakinan Terhadap Gusti Allah, diskusi dengan Gusti Allah (kelihatannya
> seperti Ngomel wong Gusti Allah gak menjawab secara verbal) dikala duduk
> diatas klothok (perahu tradisional khas banjarmasin, barang yang sama di
> samarinda namanya ketinting). dikala berdiri diatas Tumpukan batu bara di
> jaman bergaul dengan dunia hitam itu: (Quit dari dunia batu bara karena
> dilarang Istri).
>
> IMHO, tidak ada hubungan antara Religius dan beragama. Agama adalah sebuah
> Jalan, sebuah Petunjuk, sebuah Guidance. Dalam dunia Ibarat, banyak manusia
> bisa memahami arah tanpa kompas, mengerti jurusan tanpa peta. Masyarakat
> Jawa sebelum Islam masuk, sudah mengenal Sang Hyang Tunggal, Sang Hyang
> Widhi, artinya masyarakat Jawa sudah Tauwhid sebelum Islam masuk, sehingga
> tidak mengeharankan bila Islam sebagai Agama Tawhid dengan cepat diterima
> masyarakat Jawa. Dan sangat banyak masyarakat lain di permukaan bumi ini
> sudah ber-Tauwhid sebelum "agama" sampai pada mereka.
>
> Tidak sedikit gejala, masyarakat beragama MenuHankan agama itu sendiri
> sehingga "seakan-akan" Tuhan= Agama. CMIIW, kaum Krsitiani menyatakan :
> Tidak akan sampai pada "Bapa" tanpa melalui "Anak. Kaum Muslim juga memiliki
> Aroma ini, Tidak akan sampai pada Tujuan yang benar Tanpa "syahadat". Dalam
> Pikiran Nakal saya, sering terpikir, aroma ini menyempitkan "Kebesaran
> Tuhan". Gusti Allah jauh lebih besar dari sekedar Agama, Tuhan Lebih Agung
> dibanding segala jenis ritual.
>
> Dalam skala pemikiran manusia, tidak pantaskah seorang Mahatma Gandhi
> menikmati Surga (?)
>
> "..." ana al-Haq
>
> wassalam
> ./STS

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke