Re: [wanita-muslimah] Maria Eva dan Demokrasi Postmodernisme

2010-05-21 Terurut Topik L.Meilany
Ini logikanya mirip2 kasus miss amrik:-)
Pertama ada yg bilang terpilihnya muslim sebagai miss amrik adalah semacam 
kebijaksanaan politik yg santun gitulah kira2nya.
Dengan tujuan untuk mengambil hati umat muslim dunia, supaya rada2 manis  
gitulah sama amrik.
Meskipun menurut saya gak segitu amat. Ya kebetulan saja.

Kalo di indonesia ada artis muslim yg terbukti berfoto mesum, berzina kemudian 
mencalonkan diri pada pilkada.
Kalo ikuti logika di atas apakah tujuan partai pengusung artis itu supaya bisa 
mengambil hati masyarakat yg 
sudah bertahun menderita akibat ulah perusahaan dari partai besar.
Nah jadi pilihlah artis yg pernah bikin rusak rumah tangga orang lain saja [ 
itu kan dulu]
Setidaknya meskipun ia dianggap 'kotor', pendosa lebih baik daripada yg bikin 
sengsara banyak orang.
Begitukah?

Jadi kesimpulannya, kalo memang ngotot biar saja, kan demokrasi.
Rakyat meskipun selalu tertekan tapi gak bodoh, liat saja nanti, apa taruhan [ 
dosa ya!]
Pasti nanti pemenangnya bukan artis tersebut.

Di Ngawi saja artis Ratih Sang, banyak duit palingkaya diantara para calon; 
ternyata kalah juga.
Padahal ia islami, nggak ada catatan yg buruk, mengapa ia kalah?
Artis mustinya juga sadar bahwa kalo masyarakat ngefans bukan berarti artis itu 
dipilih untuk jadi pimpinan mereka.


salam, 
l.meilany 

 
  - Original Message - 
  From: Floradianti Pamungkas 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Friday, May 21, 2010 2:29 PM
  Subject: [wanita-muslimah] Maria Eva dan Demokrasi Postmodernisme



  Maria Eva dan Demokrasi Postmodernisme

  Kamis, 20/05/2010 09:05 WIB | email | print | share
  MARIA EVA DAN DEMOKRASI POSTMODERNISME :
  MENCERMATI ARGUMEN RELATIVITAS DALAM DIMENSI MORALITAS

  Tampaknya tidak hanya Jakarta yang akhir-akhir ini ketiban suhu panas 38
  derajat celcius. Namun baru-baru ini rakyat Sidoarjo yang sebelumnya
  bermandi Lumpur pun ikut-ikutan memanas. Apa karena hawa panas Lumpur yang
  kembali memancur? Ternyata bukan, pasalnya ada di Maria Eva. Lho hanya untuk
  seorang perempuan? Ya apalagi.

  Seperti diberitakan Vivanews.com, setelah Ayu Azhari dan Julia Perez,
  penyanyi dangdut, Maria Eva juga akan mencoba peruntungannya di dunia
  politik. Maria Eva pun membenarkan dirinya siap maju dalam pilkada. Dia
  mengaku sudah dilamar partai politik.

  Salah satunya adalah partai berlambang banteng gemuk dengan background
  merah.
  Karir politik Maria Eva memang bukan seumur jagung. Ia berbeda dengan Julia
  Perez atau Inul Daratista. Maria memang sedikit lebih ³terdidik² dengan
  tampilan gelar master di ekor namanya. Karir politiknya pun tidak disulap
  cepat seperti ayu Azahari. Setidaknya Maria sudah pernah ikut dalam pusara
  pemilihan legislatif pada basis konstituennya di Malang medio 2004 silam.
  Sayangnya, urutan nomor sepatu belum mengizinkannya melenggang ke Senayan.

  Peraturan Mendagri

  Isu naiknya Maria Eva sontak menimbulkan pro kontra. Artis yang familiar
  dengan goyangan dangdut vulgar itu, digadang-gadang akan merusak basis
  akhlak dan moral masyarakat. Terlebih Jawa Timur dan Sidoarjo adalah
  sendimentasi basis santri yang lekat pada dinamika kultural kedaerahan.

  Menurut khalayak, Maria tidak hanya dinilai cacat moral, namun stigma seksis
  akan terus melekat padanya. Ini bukan dogma atau sekedar stigma sepihak,
  namun setidaknya lakon artis panas memang masih kerap diumbar olehnya saat
  pesta-pesta musik dangdut yang sering dibawakan dengan tampilan panas. Jadi
  alangkah wajar apabila rakyat Sidoarjo, terlebih Indonesia amat geram
  melihat Maria Eva sendiri yang belum ada niatan pensiun dari wilayah
  remang-remang itu.

  Menangkap gelagat tidak baik ini dan berpihak pada kegelisahan masyarakat
  atas pelbagai kasus seksis pada kontestasi Politik Daerah, Mendagri Gamawan
  Fauzi kemudian mengusulkan penambahan syarat tidak cacat moral pada
  ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

  Tidak hanya itu, selain usulan tidak cacat moral, Gamawan juga mengajukan
  usulan perbaikan kualitas calon kepala daerah dengan mengacu keharusan
  memiliki pengalaman di partai politik atau paling tidak organisasi
  kemasyarakatan.

  Ternyata kedua usulan yang diajukan Gamawan bukan tanpa sebab. Seperti
  dikutip Kompas 23 April 2010 lalu, pada kenyatannya Gamawan berpandangan
  bahwa pemerintah perlu melakukan intervensi karena rakyat Indonesia
  dipandang belum cukup matang dalam memilih pemimpinnya.

  Tentu saja bergulirnya niat tulus revisi itu menimbulkan kegeraman bagi
  Maria dan artis-artis lakon panas lainnya. Artis bergelar Master bidang
  Marketing itu lantas menilai bahwa Usulan Pak Menteri itu terlalu naïf,
  mengada-ngada, dan sarat muatan politis.

  Lalu Maria Eva dengan gaya khas Postmo-nya justru berbalik mendebat Gamawan
  uuntuk memperjelas definisi zina. Apakah yang dimaksud Gamawan adalah zina
  mata? Zina badan? Kalau seperti itu Eva berani menjamin semua orang pun
  pernah berzina.

  

Re: [wanita-muslimah] Maria Eva dan Demokrasi Postmodernisme

2010-05-21 Terurut Topik Ari Condro
padahal ratih sang kan paling pks di antara artis lain, yak ?

salam,
Ari


2010/5/21 L.Meilany wpamu...@centrin.net.id



 Ini logikanya mirip2 kasus miss amrik:-)
 Pertama ada yg bilang terpilihnya muslim sebagai miss amrik adalah semacam
 kebijaksanaan politik yg santun gitulah kira2nya.
 Dengan tujuan untuk mengambil hati umat muslim dunia, supaya rada2 manis
 gitulah sama amrik.
 Meskipun menurut saya gak segitu amat. Ya kebetulan saja.

 Kalo di indonesia ada artis muslim yg terbukti berfoto mesum, berzina
 kemudian mencalonkan diri pada pilkada.
 Kalo ikuti logika di atas apakah tujuan partai pengusung artis itu supaya
 bisa mengambil hati masyarakat yg
 sudah bertahun menderita akibat ulah perusahaan dari partai besar.
 Nah jadi pilihlah artis yg pernah bikin rusak rumah tangga orang lain saja
 [ itu kan dulu]
 Setidaknya meskipun ia dianggap 'kotor', pendosa lebih baik daripada yg
 bikin sengsara banyak orang.
 Begitukah?

 Jadi kesimpulannya, kalo memang ngotot biar saja, kan demokrasi.
 Rakyat meskipun selalu tertekan tapi gak bodoh, liat saja nanti, apa
 taruhan [ dosa ya!]
 Pasti nanti pemenangnya bukan artis tersebut.

 Di Ngawi saja artis Ratih Sang, banyak duit palingkaya diantara para calon;
 ternyata kalah juga.
 Padahal ia islami, nggak ada catatan yg buruk, mengapa ia kalah?
 Artis mustinya juga sadar bahwa kalo masyarakat ngefans bukan berarti artis
 itu dipilih untuk jadi pimpinan mereka.

 salam,
 l.meilany

 - Original Message -
 From: Floradianti Pamungkas
 To: wanita-muslimah@yahoogroups.com wanita-muslimah%40yahoogroups.com
 Sent: Friday, May 21, 2010 2:29 PM
 Subject: [wanita-muslimah] Maria Eva dan Demokrasi Postmodernisme

 Maria Eva dan Demokrasi Postmodernisme

 Kamis, 20/05/2010 09:05 WIB | email | print | share
 MARIA EVA DAN DEMOKRASI POSTMODERNISME :
 MENCERMATI ARGUMEN RELATIVITAS DALAM DIMENSI MORALITAS

 Tampaknya tidak hanya Jakarta yang akhir-akhir ini ketiban suhu panas 38
 derajat celcius. Namun baru-baru ini rakyat Sidoarjo yang sebelumnya
 bermandi Lumpur pun ikut-ikutan memanas. Apa karena hawa panas Lumpur yang
 kembali memancur? Ternyata bukan, pasalnya ada di Maria Eva. Lho hanya
 untuk
 seorang perempuan? Ya apalagi.

 Seperti diberitakan Vivanews.com, setelah Ayu Azhari dan Julia Perez,
 penyanyi dangdut, Maria Eva juga akan mencoba peruntungannya di dunia
 politik. Maria Eva pun membenarkan dirinya siap maju dalam pilkada. Dia
 mengaku sudah dilamar partai politik.

 Salah satunya adalah partai berlambang banteng gemuk dengan background
 merah.
 Karir politik Maria Eva memang bukan seumur jagung. Ia berbeda dengan Julia
 Perez atau Inul Daratista. Maria memang sedikit lebih ³terdidik² dengan
 tampilan gelar master di ekor namanya. Karir politiknya pun tidak disulap
 cepat seperti ayu Azahari. Setidaknya Maria sudah pernah ikut dalam pusara
 pemilihan legislatif pada basis konstituennya di Malang medio 2004 silam.
 Sayangnya, urutan nomor sepatu belum mengizinkannya melenggang ke Senayan.

 Peraturan Mendagri

 Isu naiknya Maria Eva sontak menimbulkan pro kontra. Artis yang familiar
 dengan goyangan dangdut vulgar itu, digadang-gadang akan merusak basis
 akhlak dan moral masyarakat. Terlebih Jawa Timur dan Sidoarjo adalah
 sendimentasi basis santri yang lekat pada dinamika kultural kedaerahan.

 Menurut khalayak, Maria tidak hanya dinilai cacat moral, namun stigma
 seksis
 akan terus melekat padanya. Ini bukan dogma atau sekedar stigma sepihak,
 namun setidaknya lakon artis panas memang masih kerap diumbar olehnya saat
 pesta-pesta musik dangdut yang sering dibawakan dengan tampilan panas. Jadi
 alangkah wajar apabila rakyat Sidoarjo, terlebih Indonesia amat geram
 melihat Maria Eva sendiri yang belum ada niatan pensiun dari wilayah
 remang-remang itu.

 Menangkap gelagat tidak baik ini dan berpihak pada kegelisahan masyarakat
 atas pelbagai kasus seksis pada kontestasi Politik Daerah, Mendagri Gamawan
 Fauzi kemudian mengusulkan penambahan syarat tidak cacat moral pada
 ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

 Tidak hanya itu, selain usulan tidak cacat moral, Gamawan juga mengajukan
 usulan perbaikan kualitas calon kepala daerah dengan mengacu keharusan
 memiliki pengalaman di partai politik atau paling tidak organisasi
 kemasyarakatan.

 Ternyata kedua usulan yang diajukan Gamawan bukan tanpa sebab. Seperti
 dikutip Kompas 23 April 2010 lalu, pada kenyatannya Gamawan berpandangan
 bahwa pemerintah perlu melakukan intervensi karena rakyat Indonesia
 dipandang belum cukup matang dalam memilih pemimpinnya.

 Tentu saja bergulirnya niat tulus revisi itu menimbulkan kegeraman bagi
 Maria dan artis-artis lakon panas lainnya. Artis bergelar Master bidang
 Marketing itu lantas menilai bahwa Usulan Pak Menteri itu terlalu naïf,
 mengada-ngada, dan sarat muatan politis.

 Lalu Maria Eva dengan gaya khas Postmo-nya justru berbalik mendebat Gamawan
 uuntuk memperjelas definisi zina. Apakah yang dimaksud Gamawan adalah