Re: [wanita-muslimah] Maria Eva dan Demokrasi Postmodernisme
Ini logikanya mirip2 kasus miss amrik:-) Pertama ada yg bilang terpilihnya muslim sebagai miss amrik adalah semacam kebijaksanaan politik yg santun gitulah kira2nya. Dengan tujuan untuk mengambil hati umat muslim dunia, supaya rada2 manis gitulah sama amrik. Meskipun menurut saya gak segitu amat. Ya kebetulan saja. Kalo di indonesia ada artis muslim yg terbukti berfoto mesum, berzina kemudian mencalonkan diri pada pilkada. Kalo ikuti logika di atas apakah tujuan partai pengusung artis itu supaya bisa mengambil hati masyarakat yg sudah bertahun menderita akibat ulah perusahaan dari partai besar. Nah jadi pilihlah artis yg pernah bikin rusak rumah tangga orang lain saja [ itu kan dulu] Setidaknya meskipun ia dianggap 'kotor', pendosa lebih baik daripada yg bikin sengsara banyak orang. Begitukah? Jadi kesimpulannya, kalo memang ngotot biar saja, kan demokrasi. Rakyat meskipun selalu tertekan tapi gak bodoh, liat saja nanti, apa taruhan [ dosa ya!] Pasti nanti pemenangnya bukan artis tersebut. Di Ngawi saja artis Ratih Sang, banyak duit palingkaya diantara para calon; ternyata kalah juga. Padahal ia islami, nggak ada catatan yg buruk, mengapa ia kalah? Artis mustinya juga sadar bahwa kalo masyarakat ngefans bukan berarti artis itu dipilih untuk jadi pimpinan mereka. salam, l.meilany - Original Message - From: Floradianti Pamungkas To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Friday, May 21, 2010 2:29 PM Subject: [wanita-muslimah] Maria Eva dan Demokrasi Postmodernisme Maria Eva dan Demokrasi Postmodernisme Kamis, 20/05/2010 09:05 WIB | email | print | share MARIA EVA DAN DEMOKRASI POSTMODERNISME : MENCERMATI ARGUMEN RELATIVITAS DALAM DIMENSI MORALITAS Tampaknya tidak hanya Jakarta yang akhir-akhir ini ketiban suhu panas 38 derajat celcius. Namun baru-baru ini rakyat Sidoarjo yang sebelumnya bermandi Lumpur pun ikut-ikutan memanas. Apa karena hawa panas Lumpur yang kembali memancur? Ternyata bukan, pasalnya ada di Maria Eva. Lho hanya untuk seorang perempuan? Ya apalagi. Seperti diberitakan Vivanews.com, setelah Ayu Azhari dan Julia Perez, penyanyi dangdut, Maria Eva juga akan mencoba peruntungannya di dunia politik. Maria Eva pun membenarkan dirinya siap maju dalam pilkada. Dia mengaku sudah dilamar partai politik. Salah satunya adalah partai berlambang banteng gemuk dengan background merah. Karir politik Maria Eva memang bukan seumur jagung. Ia berbeda dengan Julia Perez atau Inul Daratista. Maria memang sedikit lebih ³terdidik² dengan tampilan gelar master di ekor namanya. Karir politiknya pun tidak disulap cepat seperti ayu Azahari. Setidaknya Maria sudah pernah ikut dalam pusara pemilihan legislatif pada basis konstituennya di Malang medio 2004 silam. Sayangnya, urutan nomor sepatu belum mengizinkannya melenggang ke Senayan. Peraturan Mendagri Isu naiknya Maria Eva sontak menimbulkan pro kontra. Artis yang familiar dengan goyangan dangdut vulgar itu, digadang-gadang akan merusak basis akhlak dan moral masyarakat. Terlebih Jawa Timur dan Sidoarjo adalah sendimentasi basis santri yang lekat pada dinamika kultural kedaerahan. Menurut khalayak, Maria tidak hanya dinilai cacat moral, namun stigma seksis akan terus melekat padanya. Ini bukan dogma atau sekedar stigma sepihak, namun setidaknya lakon artis panas memang masih kerap diumbar olehnya saat pesta-pesta musik dangdut yang sering dibawakan dengan tampilan panas. Jadi alangkah wajar apabila rakyat Sidoarjo, terlebih Indonesia amat geram melihat Maria Eva sendiri yang belum ada niatan pensiun dari wilayah remang-remang itu. Menangkap gelagat tidak baik ini dan berpihak pada kegelisahan masyarakat atas pelbagai kasus seksis pada kontestasi Politik Daerah, Mendagri Gamawan Fauzi kemudian mengusulkan penambahan syarat tidak cacat moral pada ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tidak hanya itu, selain usulan tidak cacat moral, Gamawan juga mengajukan usulan perbaikan kualitas calon kepala daerah dengan mengacu keharusan memiliki pengalaman di partai politik atau paling tidak organisasi kemasyarakatan. Ternyata kedua usulan yang diajukan Gamawan bukan tanpa sebab. Seperti dikutip Kompas 23 April 2010 lalu, pada kenyatannya Gamawan berpandangan bahwa pemerintah perlu melakukan intervensi karena rakyat Indonesia dipandang belum cukup matang dalam memilih pemimpinnya. Tentu saja bergulirnya niat tulus revisi itu menimbulkan kegeraman bagi Maria dan artis-artis lakon panas lainnya. Artis bergelar Master bidang Marketing itu lantas menilai bahwa Usulan Pak Menteri itu terlalu naïf, mengada-ngada, dan sarat muatan politis. Lalu Maria Eva dengan gaya khas Postmo-nya justru berbalik mendebat Gamawan uuntuk memperjelas definisi zina. Apakah yang dimaksud Gamawan adalah zina mata? Zina badan? Kalau seperti itu Eva berani menjamin semua orang pun pernah berzina.
Re: [wanita-muslimah] Maria Eva dan Demokrasi Postmodernisme
padahal ratih sang kan paling pks di antara artis lain, yak ? salam, Ari 2010/5/21 L.Meilany wpamu...@centrin.net.id Ini logikanya mirip2 kasus miss amrik:-) Pertama ada yg bilang terpilihnya muslim sebagai miss amrik adalah semacam kebijaksanaan politik yg santun gitulah kira2nya. Dengan tujuan untuk mengambil hati umat muslim dunia, supaya rada2 manis gitulah sama amrik. Meskipun menurut saya gak segitu amat. Ya kebetulan saja. Kalo di indonesia ada artis muslim yg terbukti berfoto mesum, berzina kemudian mencalonkan diri pada pilkada. Kalo ikuti logika di atas apakah tujuan partai pengusung artis itu supaya bisa mengambil hati masyarakat yg sudah bertahun menderita akibat ulah perusahaan dari partai besar. Nah jadi pilihlah artis yg pernah bikin rusak rumah tangga orang lain saja [ itu kan dulu] Setidaknya meskipun ia dianggap 'kotor', pendosa lebih baik daripada yg bikin sengsara banyak orang. Begitukah? Jadi kesimpulannya, kalo memang ngotot biar saja, kan demokrasi. Rakyat meskipun selalu tertekan tapi gak bodoh, liat saja nanti, apa taruhan [ dosa ya!] Pasti nanti pemenangnya bukan artis tersebut. Di Ngawi saja artis Ratih Sang, banyak duit palingkaya diantara para calon; ternyata kalah juga. Padahal ia islami, nggak ada catatan yg buruk, mengapa ia kalah? Artis mustinya juga sadar bahwa kalo masyarakat ngefans bukan berarti artis itu dipilih untuk jadi pimpinan mereka. salam, l.meilany - Original Message - From: Floradianti Pamungkas To: wanita-muslimah@yahoogroups.com wanita-muslimah%40yahoogroups.com Sent: Friday, May 21, 2010 2:29 PM Subject: [wanita-muslimah] Maria Eva dan Demokrasi Postmodernisme Maria Eva dan Demokrasi Postmodernisme Kamis, 20/05/2010 09:05 WIB | email | print | share MARIA EVA DAN DEMOKRASI POSTMODERNISME : MENCERMATI ARGUMEN RELATIVITAS DALAM DIMENSI MORALITAS Tampaknya tidak hanya Jakarta yang akhir-akhir ini ketiban suhu panas 38 derajat celcius. Namun baru-baru ini rakyat Sidoarjo yang sebelumnya bermandi Lumpur pun ikut-ikutan memanas. Apa karena hawa panas Lumpur yang kembali memancur? Ternyata bukan, pasalnya ada di Maria Eva. Lho hanya untuk seorang perempuan? Ya apalagi. Seperti diberitakan Vivanews.com, setelah Ayu Azhari dan Julia Perez, penyanyi dangdut, Maria Eva juga akan mencoba peruntungannya di dunia politik. Maria Eva pun membenarkan dirinya siap maju dalam pilkada. Dia mengaku sudah dilamar partai politik. Salah satunya adalah partai berlambang banteng gemuk dengan background merah. Karir politik Maria Eva memang bukan seumur jagung. Ia berbeda dengan Julia Perez atau Inul Daratista. Maria memang sedikit lebih ³terdidik² dengan tampilan gelar master di ekor namanya. Karir politiknya pun tidak disulap cepat seperti ayu Azahari. Setidaknya Maria sudah pernah ikut dalam pusara pemilihan legislatif pada basis konstituennya di Malang medio 2004 silam. Sayangnya, urutan nomor sepatu belum mengizinkannya melenggang ke Senayan. Peraturan Mendagri Isu naiknya Maria Eva sontak menimbulkan pro kontra. Artis yang familiar dengan goyangan dangdut vulgar itu, digadang-gadang akan merusak basis akhlak dan moral masyarakat. Terlebih Jawa Timur dan Sidoarjo adalah sendimentasi basis santri yang lekat pada dinamika kultural kedaerahan. Menurut khalayak, Maria tidak hanya dinilai cacat moral, namun stigma seksis akan terus melekat padanya. Ini bukan dogma atau sekedar stigma sepihak, namun setidaknya lakon artis panas memang masih kerap diumbar olehnya saat pesta-pesta musik dangdut yang sering dibawakan dengan tampilan panas. Jadi alangkah wajar apabila rakyat Sidoarjo, terlebih Indonesia amat geram melihat Maria Eva sendiri yang belum ada niatan pensiun dari wilayah remang-remang itu. Menangkap gelagat tidak baik ini dan berpihak pada kegelisahan masyarakat atas pelbagai kasus seksis pada kontestasi Politik Daerah, Mendagri Gamawan Fauzi kemudian mengusulkan penambahan syarat tidak cacat moral pada ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tidak hanya itu, selain usulan tidak cacat moral, Gamawan juga mengajukan usulan perbaikan kualitas calon kepala daerah dengan mengacu keharusan memiliki pengalaman di partai politik atau paling tidak organisasi kemasyarakatan. Ternyata kedua usulan yang diajukan Gamawan bukan tanpa sebab. Seperti dikutip Kompas 23 April 2010 lalu, pada kenyatannya Gamawan berpandangan bahwa pemerintah perlu melakukan intervensi karena rakyat Indonesia dipandang belum cukup matang dalam memilih pemimpinnya. Tentu saja bergulirnya niat tulus revisi itu menimbulkan kegeraman bagi Maria dan artis-artis lakon panas lainnya. Artis bergelar Master bidang Marketing itu lantas menilai bahwa Usulan Pak Menteri itu terlalu naïf, mengada-ngada, dan sarat muatan politis. Lalu Maria Eva dengan gaya khas Postmo-nya justru berbalik mendebat Gamawan uuntuk memperjelas definisi zina. Apakah yang dimaksud Gamawan adalah