Karena namaku disebut sebut jadi kepingin curhat :-)
1. Tentang Kuba, biar Flora yg menjawab, semoga masih ingat, soalnya Flora
sudah lama tinggalkan Kuba.
Sekarang lagi mukim di Madrid.
Ngomongin pajak, gara2 kasus gayus tambunan PNS gol 3A yg bisa kaya raya; maka
ada banyak facebookers
menolak membayar pajak. Kalo untuk Indonesia yg dikatakan pajak sebagai
pemasukkan keuangan negara kayaknya
cuma sebatas institusi; kesadaran bayar pajak warga/pribadi masih rendah.
2. Pendidikan dokter di Indonesia itu sangat mahal dan lama pula. Universitas
swastapun sampai sekarang
setahu saya belum bisa menghasilkan dokter yg diakui, semuanya harus ikut ujian
negara di universitas negeri.
Setelah lulus harus ikut semacam ujian2 kompetensi; kalo yg sekolah di luar
harus ikut kursus penyesuaian, lama tuh 2 tahunan.
Di Kuba, sekolah apapun sampai tingkat perguruan tinggi bisa gratis. Jadi kalo
gak sekolah, malu gitu.
Kalo di sana banyak yg senang jadi dokter, karena gaji dokter, polisi itu
tinggi dibandingkan dengan profesi yg lain, kalo tak salah begitu.
3. Menurut saya pelayanan kesehatan juga terkait dengan masalah kependudukan.
Sekarang kok gak ada ya; gak pernah kedengaran lagi masalah keluarga berencana?
Pak KM dulu kayaknya aktif di BKKBN?
Banyak kelahiran yg malahan menjadi beban bagi negara. Kalo liat di tv banyak
orang sakit berasal dari keluarga miskin. Banyak anak tapi gak punya duit. Di
Cina sendiri ada pembatasan untuk punya anak; di Indonesia menganggap anak
banyak adalah anugerah; heran!
Sehingga sampai ada kasus 3 anak balita di Tangerang yg ditelantarkan ortunya
sendiri; kalo dia belum mampu urus anak ngapain juga harus punya banyak anak?
4. Kalo dari awalnya sudah tahu tentang arti hidup sehat; waktu hamil juga
dalam kondisi yg baik [ nggak lahir anak yg penyakitan, cacat]; keluarga yg
'tahu diri' [ kalo memang gak punya kemampuan untuk bisa urus anak yg banyak,
ngapain gitu mau punya anak yg banyak, poligami pula dengan tujuan supaya
banyak anak?].
Kalo sudah tahu tentang masalah kesehatan [ ada apa enggak penyakit turunan]
insya Allah hidupnya akan sehat wal afiat sampai mati:-)
Di KOMPAS kemarin ada ulasan tentang wartawan senior Rosihan Anwar, umurnya dah
sepuh tapi masih aktif.
Kalo gak salah ibunya temen saya yg di Depok itu juga wanita yg tangguh,
katanya sih hampir gak pernah ke dokter :-)
5. Kalo menurut saya tentang Prita dengan dokter itu sebenarnya sih komunikasi
yg nggak nyambung. Sampai sekarang nggak ketahuan gitu Prita itu sakit apa, pas
mau di observasi lha kok dia anggap dokternya macam2. Trus ngadu2 pula.
Kalo dalam islam itu namanya berghibah, tul tidak?
Saya juga dulu pernah sakit, di RS, lama tapi kayaknya gak kayak Prita deh :-)
Salam,
l.meilany
- Original Message -
From: aldiy
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Sent: Friday, March 26, 2010 11:29 AM
Subject: [wanita-muslimah] Re: Pelayanan Kesehatan di Kekhalifahan Islam
Kalo kurang biaya di baitul mal, artikel itu menyebutkan Khalifah akan pungut
pajak masyarakat. Pada paragraf yang sama artikel menulis bahwa tujuan
pelayanan kesehatan bukan membuat masyarakat sehat sehingga bisa berkontribusi
ekonomi, tapi untuk taat pada Allah. Logika blunder ini akhirnya memberi jalan
kepada Khalifah menjadi diktator ekonomi (i.e pajak)
Yang tentu saja akan dibantah penulis artikel, paling tidak mba Flora
sendiri. Jadi mungkin mba Flora, dibantu mba Mei mungkin...sharing ke kita di
sini gimana pelayanan kesehatan di Cuba yang dialami atau diamati mba Flora di
sana. Hitung2 sharing ilmu loh..
Trus kita bisa bandingkan dengan pelayanan kesehatan di sini, yang sangat
ketinggalan dengan negara2 tetangga di Asia sini. Contohnya, cuma ada 20 dokter
per 100rb di Indonesia. Negara yang punya dokter terbanyak katanya Cuba 550 per
100rb!
Absurditas pelayanan kesehatan di Indonesia mengemuka dengan contoh kasus
Prita. Lalu saya periksa budget APBN utk obat generik...lho kok kosong?
salam
Mia
--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, donnie damana donnie.dam...@...
wrote:
Laah.. bukannya yang disebutkan sama penulis eramuslim adalah juga isu
ekonomi? kalo baitul maal budget nya gak cukup terus pajak dinaikkan? sampai
berapa tinggi, sampai berapa lama?
Padahal salah satu sektor industri yang paling sulit dilakukan efisiensi
adalah sektor kesehatan, karena labor intensif, disamping teknologi intensif.
Sektor bisnis lain bisa melakukan efiensi dengan melakukan mekanisasi,
sektor kesehatan tetap sangat bertumpu pada tenaga kerja, yang sangat terampil
pula. Mereka gak bisa digantikan semata2 oleh teknologi.
Jadi hampir sulit untuk melakukan efisiensi pembiayaan kesehatan kecuali
pada sisi utilisasi.
Jadi model jihadnya gimana dong? potong tangan bagi mereka yang over
utilisasi?
:D
On Mar 26, 2010, at 10:28 AM, Ari Condro wrote:
itu isu ekonomi banget, oom. nggak cocok buat dipakai mengemas islam
sebagai