Content-Type: text/plain
Rekan-rekan yth. 
Berikut Pernyataan Sikap Bersama "Menolak Privatisasi dan Komersialisasi
Sumberdaya Air  Serta Campur Tangan Asing Dalam RUU Sumberdaya Air".
 
Moga-moga kita bisa berpikir sejernih air yang kita kehendaki untuk
kehidupan kita dalam mensikapi hal tersebut. 
Tentu saja jika air jernih menjadi barang yang langka dan mahal sebagai
implikasi jika diprivatisasi (lebih tepat ASINGISASI) maka yang mampu
menikmati adalah orang-orang seperti kita, sementara rakyat yang tidak
seberuntung kita akan menikmati air berkwalitas rendah......Mungkin kita
masih ingat ketika menjadi siswa Diklatsar, maka air sangat bernilai
meskipun kwalitasnya sangat rendah untuk diminum (air sawah, sungai,
rawa...dsb).  
 
Memang betul, bahwa air utuk kehidupan kita haruslah berkwalitas baik dan
siap diminum tanpa harus dimasak lebih dahulu, tetapi tentunya ada cara lain
tanpa harus ASINGISASI. Apa begitu...?
 
Bagaimana menurut rekan-rekan? Selamat berdiskusi
 
Salam
Asodik
 
----- Original Message ----- 
From: kusfiARDI <mailto:[EMAIL PROTECTED]>  
To: Wartawan-Indonesia <mailto:[EMAIL PROTECTED]>  ;
ekonomi nasional <mailto:[EMAIL PROTECTED]>  ; BUMN
<mailto:[EMAIL PROTECTED]>  ; jaringan indonesia muda
<mailto:[EMAIL PROTECTED]>  
Sent: Wednesday, February 18, 2004 10:20 PM
Subject: [Wartawan-Indonesia] statemen menolak pengesahan RUU air dan
undangan aksi
 
kawan-kawan yang baik,
 
berikut kami lampirkan statement koalisi tolak privatisasi air. dan kami
sekaligus mengundang kawan-kawan untuk hadir pada aksi penolakan privatisasi
air yang akan dilakukan besok, 19 Februari 2003 di DPR
 
dani
koordinator aksi
0812 9671744
 
 
Koalisi AntiPrivatisasi Air
  
 
 
Koalisi Anti Utang (KAU), WALHI, LSADI UIN, Hizbuth Thahir, LMND, HMI-MPO
FMN, LPRM,Serikat Tani Nasional (STN), Federasi Serikat Petani Indonesia
(FSPI)
 
 
 

Pernyataan Sikap Bersama

Menolak Privatisasi dan Komersialisasi Sumberdaya Air 
Serta Campur Tangan Asing
Dalam RUU Sumberdaya Air
 
 
Akses terhadap air  merupakan hak  asasi setiap manusia . Air merupakan
hajat hidup orang banyak yang dijamin oleh Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945
maupun Deklarasi Ecosoc (Ekonomi, Sosial dan Budaya) PBB November 2002.
Namun kini hak tersebut terancam karena adanya keinginan oleh sejumlah
investor asing  dan lembaga keuangan (IMF, Bank Dunia, ADB) untuk menguasai
sumber-sumber air dan badan penyedia air bersih (PDAM) milik pemerintah.
Ini dilakukan dengan cara meminta pemerintah untuk mengeluarkan peraturan
yang memberi keleluasan adanya privatisasi perusahaan penyediaan air (PDAM)
dan penguasaan sumber air oleh investor /pengusaha. Jutaan  orang,
mahasiswa, petani, aktivis, akademisi, tokoh partai, dan masyarakat awam di
berbagai negara saat ini sedang menentang rencana "privatisasi air" dan "
penguasaan sumber air" oleh investor asing yang didukung oleh lembaga
keuangan (IMF, World Bank dan ADB). 
 
Pada tanggal 19 Februari 2004 ini DPR merencanakan untuk mengesahkan RUU
Sumberdaya Air.  RUU ini merupakan pada awalnya bagian dari persyaratan
World Bank untuk pencairan ketiga pinjaman USD 300 juta pinjaman dalam
proyek restrukturisasi air "WATSAL". World Bank menggunakan pinjaman luar
negeri untuk menekan dan menyisipkan agenda privatisasi dan komersialisasi
air dalam RUU SD Air ini.  Ini merupakan bentuk money politik untuk
menggolkan kepentingan perusahaan multinasional sektor air.
 
Melalui privatisasi ini maka jaminan pelayanan hak dasar bagi rakyat banyak
tersebut akhirnya ditentukan oleh swasta dengan mekanisme pasar"siapa ingin
membeli/siapa ingin menjual". 
Air sebagai bagian dari hak dasar manusia harus dijamin secara tegas oleh
negara ketersediaan, peruntukan dan penggunaannya untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Dalam konteks Indonesia maka bagi kemakmuran rakyat
Indonesia. Untuk itu, kami, secara tegas menyatakan bahwa air sebagai bagian
dari hajat hidup orang banyak tidak boleh untuk dilekatkan padanya hak
kepemilikan individu dan dijadikan sebagai komoditi untuk
diperdagangkan/diperjualbelikan.  Bahwa pemberian hak kepemilikan individu
atas air dan dijadikan komoditi adalah merupakan bentuk dari privatisasi air
dan secara global merupakan bagian dari agenda neoliberalisme di Indonesia
 
Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang mayoritas rakyatnya berpenghidupan dari
pertanian dan setiap manusia membutuhkan pangan maka sudah menjadi kewajiban
negara untuk menjaga kelangsungan usaha pertanian rakyat dalam memenuhi
kebutuhan pangan nasional sebagai bagian dari usaha-usaha untuk melaksanakan
kedaulatan pangan. 
 
Privatisasi air akan semakin menghancurkan kehidupan petani dan pedesaan
setelah dihapuskannya subsidi pertanian, tidak adanya jaminan harga produk
pertanian, tidak adanya kredit bagi usaha pertanian keluarga dan ketimpangan
struktur agraria lainnya terutama tanah yang telah terjadi selama ini.
Sebagai negara agraris, kita  tidaklah boleh memahami setiap bagian dari
agraria secara terpisah. Air, tanah, udara dan kekayaan yang terkandung di
dalamnya tidak bisa dipisahkan dan diatur secara tersendiri-sendiri dengan
pendekatan sektoral. 
.
Sebuah Undang-undang Sumberdaya Air, --yang menjamin hak yang setara bagi
setiap individu untuk mendapatkan air yang layak dan yang menjamin
perlindungan sumberdaya air,-- sangat diperlukan.  
 
Namun, kami menemukan:
 
-         Tidak adanya konsultasi publik yang memadai untuk mendapatkan
masukan yang mendalam, multidimensi dan multisektoral  sebagai bahan RUU
Sumberdaya Air
-         Tidak adanya perubahan substansi yang signifikan dalam RUU ini
walaupun telah dilakukan penundaan hinggga 4 kali. Substansi yang mendorong
adanya privatisasi dan komersialisasi air (pasal 7,8,9 dan pasal 40-46)
masih seperti semula.
-         Tidak adanya substansi yang menjamin dan menguatkan hak masyarakat
setempat, masyarakat adat dalam hal menguasai air bagi kepentingan setempat
(domestik) dan pertanian
-         Tidak menjadikan reformasi agraria dan pengelolaan sumberdaya alam
sebagaimana yang dimandatkan oleh TAP MPR No.IX tahun 2001 sebagai acuan
(konsideran hokum) bagi penyusunan RUU ini.
-         Ditemukannya perbedaan kepentingan instansi pemerintah dan
kurangnya koordinasi antar Komisi DPR sebagai bentuk ketidakmatangan
pembahasan RUU ini.
-         RUU Sumberdaya air ini memperlakukan air sebagai komoditas ekonomi
yang dapat diperjualbelikan, sebagaimana yang didesakkan oleh World Bank di
sejumlah negara berkembang.
-         RUU ini tidak akan mencegah eksploitasi air oleh industri dan akan
membuat kelompok masyarakat miskin jauh dari akses terhadap air.
-         Privatisasi dan komersialisasi akan memberatkan petani dalam
berproduksi dan merupakan ancaman bagi kedaulatan pangan Indonesia.
 
Dengan adanya muatan komersialisasi dan privatisasi air dalam RUU ini, maka
akan terbuka peluang adanya penguasaan air (monopoli) oleh sekelompok
pemodal. Air mengalir hanya kepada mereka yang memiliki uang. 
 
Oleh karena itu, kami mendesak;
 
1.      menunda pengesahan RUU Sumberdaya Air ini hingga tercapaina sebuah
konsultasi publik yang luas, memadai dan mendalam. 
2.      Menghapuskan setiap substansi yang memberikan peluang bagi
privatisasi dan penerapan komersialisasi air dalam RUU ini.
 
Rancangan Undang-undang Sumberdaya Air ini merupakan produk hukum yang tidak
demokratis dan tidak berpihak pada rakyat dan tunduk pada kepentingan asing.
Oleh karena itu kami mengecam Pemerintahan dan DPR yang menghasilkan RUU ini
sebagai yang otoriter, dan tidak memihak pada rakyatnya sendiri.
 
Jakarta, 19 Februari 2004
 

 

 
 
 
Sekretariat: Jl. Tegal Parang Utara No.14  Jakarta 12790. Telp. (021)
79193363,65-68
 

 



-- Binary/unsupported file stripped by Listar --
-- Type: application/msword
-- File: Statemen Menolak Pengesahaan RUU Air.rtf


--[YONSATU - ITB]---------------------------------------------      
Arsip           : <http://yonsatu.mahawarman.net>  atau   
                  <http://news.mahawarman.net>   
News Groups     : gmane.org.region.indonesia.mahawarman     
Other Info      : <http://www.mahawarman.net> 
   

Kirim email ke