“Mereka meminta dari padaNya suatu tanda dari sorga”

(Kej 4:1-15.25; Mrk 8:11-13

 

“Lalu muncullah orang-orang Farisi dan
bersoal jawab dengan Yesus. Untuk mencobai Dia mereka meminta dari pada-Nya
suatu tanda dari sorga. Maka mengeluhlah Ia dalam hati-Nya dan berkata:
"Mengapa angkatan ini meminta tanda? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya
kepada angkatan ini sekali-kali tidak akan diberi tanda." Ia meninggalkan
mereka; Ia naik pula ke perahu dan bertolak ke seberang” (Mrk 8:11-13),
demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi
atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:

·   Orang yang sedang berkuasa atau gila akan kuasa,
kedudukan dan jabatan ketika merasa dirinya terdesak atau  ada gejala 
tersingkirkan, pada umumnya lalu
berusaha mencari dan mengangkat kelemahan dan kekurangan saingannya,
sebagaimana terjadi di Indonesia saat ini dalam rangka pemilu capres dan
cawapres. Saling menjegal, mengritik dan menyindir itulah yang terjadi. Rasanya
hal ini mirip dengan orang-orang Farisi yang bersoal jawab dengan Yesus untuk
mencobaiNya. Karena orang-orang Farisi itu bermaksud jahat dan tak mungkin
diajak dialog atau bercakap-cakap dengan baik, maka Yesus “meninggalkan 
mereka…naik pula ke perahu dan bertolak ke seberang”. Apa
yang dilakukan oleh Yesus ini rasanya kurang lebih juga pernah terjadi di 
Indonesia pada masa Orde Baru, dimana orang-orang baik dan
jujur merasa terancam oleh penguasa lalu ‘pergi dan tinggal di luar negeri’.
Bercermin pada Warta Gembira hari ini kami mengajak dan mengingatkan siapapun
yang masih bermental ‘Farisi’ untuk mawas diri dan  bertobat. Marilah membuka 
diri atas apa yang
terjadi dalam hidup sehari-hari di antara orang banyak atau kalangan rakyat
alias ‘melihat ke bawah’ atau menunduk bukan ‘melihat ke atas’ atau menengadah
untuk mengejar kuasa, kedudukan dan jabatan. Mereka yang sedang berkuasa atau
berpengaruh dalam kehidupan bersama di tingkat apapun dan dimanapun hendaknya
terbuka terhadap aneka macam saran, kritik, pembaharuan dst.. yang muncul atau
disampaikan siapapun juga. Hendaknya aneka macam saran, kritik dan usul
pembaharuan dilihat dan dihayati sebagai tanda kasih dan perhatian dan
dukungan  bukan ancaman. Dengan kata lain
mereka yang sedang berkuasa atau beepengaruh hendaknya bersikap mental melayani
bukan menguasai dan menindas. Semakin berkuasa dan berpengaruh hendaknya
semakin melayani dengan rendah hati. 

·   "Hukumanku
itu lebih besar dari pada yang dapat kutanggung. Engkau menghalau aku sekarang
dari tanah ini dan aku akan tersembunyi dari hadapan-Mu, seorang pelarian dan
pengembara di bumi; maka barangsiapa yang akan bertemu dengan aku, tentulah
akan membunuh aku." (Kej 4:13-14), demikian kata Kain kepada Tuhan
yang telah menghukumnya karena pembunuhan terhadap Habel, adiknya. Kain sebagai
anak sulung merasa tersaing dengan kelahiran adiknya, Habel, dan ia akhirnya
membunuh Habel. Kisah ini rasanya pada masa kini juga terjadi yaitu dimana para
senior atau orangtua tidak memberi kesempatan bagi para yunior atau anak-anak.
Begitu berkuasa orang ingin terus berkuasa dan dengan segala cara dan usaha
menghabisi mereka yang dirasa mengancam kekuasaannya. Bukankah hal ini pernah
terjadi pada diri pemimpin Negara yang ‘diktator’ dimana pada waktunya  mereka 
disingkirkan dan diturunkan dari kekuasaan
dan jabatan dengan paksa dan akhirnya menderita sengsara. Memimpin atau
berkuasa terlalu lama memang ada kecenderungan untuk menjadi ‘diktator’ yang
bengis dan tak berperikemanusiaan. Maka baiklah dalam kehidupan bersama
senantiasa diusahakan pembatasan masa jabatan kepemimpinan alias perlu
diusahakan regenerasi. Setiap kali ada generasi baru hendaknya berani berkata
seperti Hawa: "Aku telah mendapat
seorang anak laki-laki dengan pertolongan TUHAN.", dengan kata lain
menyikapi dan menghayati aneka usul pembaharuan sebagai ‘pertolongan Tuhan’,
pendampingan dan rahmat Tuhan. Kita semua dipanggil untuk senantiasa siap sedia
dan rela berubah atau diperbaharui alias melihat dan mengakui tanda-tanda zaman
sebagai ‘pertolongan Tuhan’. Ingatlah dan sadarilah bahwa semua orang pada
dasarnya berkehendak baik, dan memang sering terjadi perbedaan cara
mengungkapkan dan mewujudkan kehendak baik tersebut yang dapat menimbulkan
ketegangan.  Maka hendaknya senantiasa
diadakan percakapan bersama dengan mereka yang berkehendak baik untuk
mensinerjikan semua kehendak baik, dan kemudian bekerjasama atau
bergotong-royong menghayati atau melaksanakan kehendak baik tersebut. 

 

“Engkau duduk, dan mengata-ngatai
saudaramu, memfitnah anak ibumu. Itulah yang engkau lakukan, tetapi Aku berdiam
diri; engkau menyangka, bahwa Aku ini sederajat dengan engkau. Aku akan
menghukum engkau dan membawa perkara ini ke hadapanmu” (Mzm 50:20-21)

 

Jakarta, 16 Februari 2009




      Mencari semua teman di Yahoo! Messenger? Undang teman dari Hotmail, Gmail 
ke Yahoo! Messenger dengan mudah sekarang! http://id.messenger.yahoo.com/invite/

Kirim email ke