http://batampos.co.id/utama/utama/9_kyai_dampingi_eksekusi_amrozi_cs/



      9 Kyai Dampingi Eksekusi Amrozi Cs  


      Sabtu, 08 November 2008 

     
      Nusakambangan Mencekam, Jalan 6 Km Menuju Tempat Eksekusi Dijaga Ketat 




      Sembilan kyai atau rohaniawan ditugasi mendampingi eksekusi Amrozi, Imam 
Samudra, dan Ali Ghufron alias Mukhlas. Salah satunya, KH Sahlan Nashir yang 
kemarin menjadi imam dan khatib Salat Jumat di Lapas Super-Maksimum Security 
(SMS) Pasir Putih. Yang menarik, trio bomber salat Jumat terpisah. Mereka salat 
Jumat tertutup bersama sipir, serta keluarga sipir. Bahkan petugas merahasiakan 
imam dan khotib salat Jumat Amrozi Cs. 



      KH Sahlan Nashir mengaku tidak tahu khotib dan imam di Lapas Batu, tempat 
Amrozi Cs melaksanakan salat Jumat. ''Yang menjadi rohaniwan memang bukan semua 
anggota MUI, ada juga para ulama yang selama ini ikut membina di Lapas 
Nusakambangan, termasuk saya,'' jelasnya. 


      Hujan 


      Sementara itu, rencana eksekusi yang sudah disusun matang tadi malam 
akhirnya kembali harus tertunda karena alasan sepele. Ironisnya, penundaan 
dilakukan hanya beberapa jam dari waktu yang telah direncanakan. 


      Seharian kemarin seluruh pihak yang berkepentingan dengan eksekusi 
ketiganya sudah siap. Pagi sekitar pukul 07.00 Direktur Upaya Hukum Eksekusi 
dan Eksaminasi pada JAM Pidum Kejagung B.D. Nainggolan sudah berangkat ke 
Cilacap. Kejagung juga sudah menyiapkan personel untuk menyampaikan siaran pers 
setelah eksekusi. Para awak media juga sudah memenuhi gedung Kejagung, lengkap 
dengan kru televisi yang siap siaran langsung. Namun, sekitar pukul 20.00, ada 
kabar bahwa eksekusi ditunda hingga malam ini. 


      Di Lapas Nusakambangan, persiapan tak kalah sibuk. Sejak kemarin dini 
hari handphone sipir dirazia. Para nelayan juga dilarang melaut sejak sehari 
sebelumnya. Begitu pula pasukan Brimob yang bertugas mengeksekusi terpidana 
kemarin siang sudah masuk Nusakambangan, lengkap dengan perlengkapannya. 


      Ikut repot adalah keluarga terpidana. Di Tenggulun, Lamongan, kampung 
halaman Amrozi dan Mukhlas, persiapan penyambutan jenazah secara besar-besaran 
telah dilakukan dengan membentuk panitia khusus. Paginya, petugas dari kejari, 
polres, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) setempat mendatangi rumah Tariyem, 
ibu Amrozi dan Mukhlas, untuk memberitahukan pelaksanaan eksekusi. 


      Namun, semua persiapan itu buyar ketika kawasan Nusakambangan diguyur 
hujan deras tadi malam. Dua malam terakhir di kawasan itu selalu turun hujan 
deras disertai angin kencang.
      ''Karena itu, tim eksekutor yang awalnya sudah diplot langsung ke Nirbaya 
(lokasi eksekusi, Red), begitu datang tadi (kemarin, Red) harus melakukan 
geladi bersih pagi ini,'' ujar sumber Jawa Pos (grup Batam Pos). 


      Persiapan terhadap eksekusi sebenarnya dimulai sejak pukul 14.00 kemarin 
(7/11). Itu terjadi saat dua truk polisi bernopol 2093 IX dan 2099 IX berisi 
sekitar 100 personel Brimob datang dari Purwokerto. Mereka itulah penembak jitu 
yang selama ini dilatih untuk melaksanakan eksekusi di lapangan tembak Sekolah 
Polisi Negara (SPN) Purwokerto. Selain kedua truk tersebut, sebuah truk yang 
berisi perlengkapan eksekusi, seperti lampu sorot bernopol R 8481 L juga 
diberangkatkan. Ketiga kendaraan tersebut menyeberang ke Nusakambangan sekitar 
pukul 14.30. 


      Bukan hanya itu. Perkembangan terakhir, jalur komunikasi GSM ke arah 
Nusakambangan di-jammed. Harapannya, tak ada informasi yang bocor. Siapa pun 
yang masuk Nusakambangan, kecuali perwira dan pejabat tinggi, harus rela 
meninggalkan ponselnya, termasuk anggota Brimob. 
      Hal yang sama juga berlaku bagi sipir yang bekerja di Nusakambangan yang 
diminta untuk menyerahkan ponselnya sebelum memasuki pulau yang bisa 
diseberangi dengan perahu compreng selama 10 menit itu. Hingga pukul 17.00, 
satu unit helikopter juga telah standby di helipad belakang Lapas Batu. 


      Razia alat komunikasi tersebut dilakukan berlapis. Meski sudah dirazia di 
Dermaga Wijayapura, para penumpang kapal kembali digeledah begitu turun di 
Dermaga Sodong, Nusakambangan. Selain barang bawaan, polisi mencari alat 
komunikasi yang mungkin lolos dari pemeriksaan di Dermaga Wijayapura. 


      Beberapa orang yang baru keluar dari Nusakambangan mengaku, selain 
pemeriksaan berlapis, situasi di sekitar Lapas Batu dan Bukit Nirbaya terasa 
mencekam. Menurut sumber Radar Banyumas (grup Batam Pos), setiap sudut jalan 
pada radius 100 meter dijaga petugas. Penjagaan dilakukan di sepanjang jalan 
dari Lapas Batu ke Bukit Nirbaya, lokasi yang disiapkan untuk eksekusi yang 
berjarak sekitar enam kilometer. 


      ''Di sana juga terdapat tenda-tenda polisi yang berjaga 24 jam dan 
mengawasi setiap mobilitas sipir maupun warga Nusakambangan,'' ungkap sumber 
tersebut. 


      Pembatasan aktivitas warga juga dilakukan. Pada siang, mereka dilarang 
beraktivitas ke hutan maupun memancing. Saat malam, sama sekali tidak boleh ada 
aktivitas. 


      Minta Dikafani Ulang 


      Sebelum meninggal, Amrozi dan Ali Ghufron alias Mukhlas memberikan 
sejumlah wasiat kepada keluarga. Di antaranya, minta dimandikan dan dikafani 
ulang oleh keluarga di Desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Lamongan. 


      Permintaan itu disampaikan Ustad Khozin, kakak kandung Amrozi dan 
Mukhlas. Pernyataan tersebut diungkapkan kepada rombongan tim khusus yang 
datang ke Tenggulun kemarin (7/11). Di antaranya, Kajari Lamongan Irnensif, 
Kapolres AKBP Imam Suyuthi, Kasipidum Kejari Nugroho, serta wakil dari Majelis 
Ulama Indonesia (MUI) dan Departemen Agama (Depag) Lamongan. 


      Tim tersebut datang untuk memberitahukan pelaksanaan eksekusi mati Amrozi 
dan Mukhlas. Selain itu, menanyakan kesiapan keluarga di Tenggulun. Selain 
Khozin, ikut menemui tim itu adalah Ustad Ali Fauzi, adik Amrozi lain ibu. 
Rombongan tersebut tiba pukul 08.45. Pertemuan tertutup itu berlangsung hingga 
pukul 09.20. 


      Karena wasiat itu, sempat terjadi perdebatan antara tim khusus dengan 
pihak keluarga. Sebab, dalam pertemuan tersebut, Kajari Irnensif menyampaikan, 
begitu jenazah datang, keluarga hanya diperbolehkan mengenali, tidak boleh 
memandikan serta mengafani kembali. 


      ''Alasan Kajari adalah pertimbangan keamanan. Tentu saja pihak keluarga 
tidak mau. Sebab, permintaan untuk memandikan dan mengafani ulang itu merupakan 
wasiat,'' tegas Khozin.
      Guru di SDN Tenggulun itu mengungkapkan, sempat terjadi perdebatan 
panjang terkait dengan wasiat tersebut. Tim kejari sesuai perintah dari atasan 
tetap meminta agar keluarga hanya membuka kafan di bagian wajah. Dengan begitu, 
pengurusan jenazah Amrozi dan Mukhlas berjalan cepat. 


      ''Pokoknya, keluarga tetap ingin melaksanakan (wasiat) itu. Kalau tidak, 
dasar hukumnya apa? Kalau pertimbangan keamanan, apakah mereka bisa menjamin 
juga begitu proses pengurusan jenazah selesai semua?'' ungkapnya. 


      Apa alasan Amrozi dan Mukhlas minta dimandikan dan dikafani ulang oleh 
keluarga? Kabarnya, Amrozi dan Mukhlas menyangsikan pengurusan jenazah di Lapas 
Nusakambangan. ''Selain merupakan wasiat, dalam agama disunahkan begitu. Jadi, 
mau tidak mau, kami tetap akan melaksanakan itu,'' tegasnya. 


      Amrozi dan Mukhlas juga berpesan agar kain kafan itu yang murah saja dan 
harus dibeli dari uang halal. Keluarga juga sudah menyiapkan kain kafan untuk 
jenazah Amrozi dan Mukhlas. 
      Selain dua wasiat tersebut, Amrozi dan Mukhlas minta dikuburkan tanpa 
peti. Benarkah? ''Kalau soal itu, sudah tidak ada masalah antara kami dengan 
tim itu,'' ujar Khozin. 


      Dalam pertemuan tersebut, pihak keluarga juga menyampaikan kekecewaan 
tidak bisa menemui Amrozi dan Mukhlas di Nusakambangan sebelum eksekusi. ''Pak 
Kajari tidak bisa menjawab. Katanya bukan wewenangnya, tapi akan disampaikan,'' 
katanya. 


      Setelah pertemuan, rombongan dari Lamongan memilih tidak banyak 
berbicara. Mereka mengaku hanya ingin mengetahui kesiapan keluarga di 
Tenggulun. ''Tidak ada apa-apa. Kami cuma melaksanakan perintah atasan untuk 
menanyakan kesiapan keluarga di sini pasca pelaksanaan eksekusi,'' jelas Kajari 
Irnensif sambil buru-buru masuk ke kendaraan. 


      Rencananya, begitu tiba di Tenggulun, jenazah langsung dibawa ke rumah 
Tariyem, ibu kandung Amrozi dan Mukhlas. Di rumah itulah keluarga akan 
memandikan dan mengafani ulang. Selanjutnya, jenazah dibawa ke Masjid Baitul 
Muttaqien. 


      Di masjid yang terletak sekitar 50 meter dari rumah Tariyem tersebut, 
jenazah akan disalati, kemudian dimakamkan di pemakaman desa. Namun, sebelumnya 
akan dibawa ke Ponpes Al Islam. Di pondok itu, sebelum ditangkap November 2002, 
Amrozi juga menjadi pengurus. 
      Tim yang bertugas mengurus tahap-tahap pemakaman kedua jenazah itu pun 
sudah dibentuk. Anggotanya 100 orang. Sebagian besar adalah ustad di Ponpes Al 
Islam. Tim itulah yang bakal melakukan pengamanan internal. 


      Areal pondok pun sudah beberapa hari ini disterilkan. Jika sebelumnya 
masuk pondok bisa leluasa, kini sangat ketat. Termasuk wartawan. Untuk bisa 
masuk, tim 100 tersebut memberikan tanda khusus kepada wartawan bertulisan 
khafilah syuhada media center, liputan khusus syuhada. Selain saudara-saudara 
dekat, para istri Amrozi dan Mukhlas sejak Kamis (6/11) berkumpul di rumah 
Tariyem. Seharian kemarin dua istri Amrozi, Choiriyanah Khususiati dan Siti 
Rahmah, sama sekali tidak keluar rumah. Begitu pula dengan Paridah bin Abbas, 
istri Mukhlas. 


      Terlihat juga Choirun Nisya', istri Ali Imron alias Ale, terpidana seumur 
hidup kasus bom Bali I. Sejak rencana pelaksanaan eksekusi mati, pintu rumah 
Tariyem tertutup. ''Kami berkumpul untuk lebih tabah dan sabar dalam menghadapi 
ini semua,'' kata Ali Fauzi. (hud/idi/yan
     

<<embad_thumb.jpg>>

Kirim email ke