Refleksi: Apakah berita seperti tertera dibawah ini tidak boleh dipublikasi sesuai UU Anti Porn yang akan disahkan?
http://www.poskota.co.id/redaksi_baca.asp?id=1740&ik=32 Biarlah Dengkul Lecet Kamis 30 Oktober 2008, Jam: 9:07:00 Sebagai pria hidung belang ternyata Mbah Giman, 80, tak selalu didukung oleh duit cukup. Karena uangnya tinggal Rp 40.000,- dipaksa kencan di lantai pun dia mau. Prinsipnya mungkin: biar dengkul lecet biarlah, yang penting gairah tertunaikan. Tapi yang terjadi kemudian, kakek genit ini justru "gugur" di medan perjuangan! Edan-edanan sungguh kelakuan Mbah Giman dari Desa Seputih Agung Kec. Terbanggi Besar, Lampung Tengah ini. Usia sudah 80 tahun, masih doyan main perempuan. Pria sebaya yang lain khusyuk mencari pahala, dia malah sibuk berburu paha wanita. Repotnya, gairah si entong tak didukung oleh kuatnya isi kantong. Akibatnya, duda kapiran ini tak mampu menikah lagi, kecuali "ngeteng" kaum hawa demi sekadar menuntaskan libidonya yang masih saja rosa-rosa macam Mbah Maridjan dari Merapi. Di kampungnya Desa Seputih Agung sana, dia memiliki tetangga janda yang berdwifungsi. Maksudnya, selain sebagai warga desa yang maunya disebut baik-baik, di sisi lain dia juga merangkap sebagai WTS. Mbok Katiyem, 52, meski sudah berusia kepala 5 ternyata masih memiliki daya pikat bagi Mbah Giman ini. Terbukti dia sering mengencani janda tetangga tersebut dengan tarip pahe alias paket hemat. Meski kepada yang lain Katiyem bisa pasang bandrol Rp 75.000,- terhadap si kakek Rp 50.000,- ditariknya. "Kacek klerek karo sedherek (rugi sedikit demi famili)," begitu prinsipnya. Agaknya hari kemarin isi kantong Mbah Giman tak begitu mendukung, tapi si entong rewel mengajak masuk sarung. Isi saku diliriknya tinggal lima puluh ribuan selembar. Jika semua dipakai untuk kencan, bagaimana untuk kebutuhan rokok. Dia pun segera bernego dengan Mbok Katiyem, apa kiranya bisa dilayani dengan ongkos Rp 40.000,- saja? Ternyata sang WTS mau, asalkan kencannya bukan di kasur empuk, tapi cukup di lantai ubin. Mbok Katiyem tahu persis, bila medannya memungkinkan Mbah Giman bisa naik ring hingga 15 ronde. Nafsu Mbah Giman memang dalam kondisi puncak, sehingga dengan fasilitas kelas melati ibaratnya sebuah hotel, mau saja. Dan ternyata, dalam property sangat sederhana pun dia bisa membawa Mbok Ketiyem ke "swarga tundha sanga"hingga berjam-jam lamanya. Tapi tepat pukul 18.00 mendadak Mbah Giman lunglai di atas perut rekanan mesumnya. Ketika digoyang-goyang oleh Mbok Katiyem, ternyata nyawa si kakek sudah wasalam, dicabut paksa oleh malaikat Izroil. "Aduh celaka, bakal jadi urusan nih," kata Katiyem panik. Gelisah dan panik, sudahlah pasti. Dia buru-buru minta tolong tetangganya untuk bareng-bareng membuang jenazah si kakek malang ke jalanan kampung. Tapi sial, belum juga terlaksana sudah ketahuan orang. Runyamlah jadinya. Mbok Katiyem bersama tetangganya tersebut dibawa ke Polsek Terbanggi besar dengan tuduhan pembunuhan. Baru setelah diperoleh visum dari rumahsakit, diketahui Mbah Giman memang mati serangan jantung, bukannya dianiaya. Namun demikian itu bukan otomatis membebaskan Mbok Katiyem dari tuduhan sementara.