(Luka-luka dan Bunga : Mengenang 80 Tahun YB Mangunwijaya dan 10 Tahun Wafatnya).
Mangun Pada Wajah Kanak-kanak dan Perempuannya……….. Kedungombo, Penggusuran Becak, Girli (anak pinggir kali), Kali Code…… ia mendidik kita tentang panggilan hidup dan pemihakan kepada kaum yang termiskinkan, termajinalkan, tertindas, terabaikan….. Pastor, arsitek, novelis, akitivis NGO, pendidik………. ia mendidik kita tentang citra manusia, talenta, potensi diri , kemajemukan dan eksistensi kemanusiaan kita…… Dari banyak segi dan aneka warna manusia Mangunwijaya, kerjanya dan panggilan hidupnya, barangkali agak kurang tajam disoroti adalah Mangunwijaya dalam ‘Kebermainannya’, Sang Homo Ludens ini. Padahal sejatinya dari ‘kebermainan’ inilah kualitas dan citra kemanusiaan, kemerdekaan dan kesejatian dapat ditelusuri jejaknya. Romo Mangun menulis di Kedung Ombo 6 Mei 1990 sebagai berikut : “…. kebermainan manusia sangat erat hubungannya dengan spontanitas, autentisitas, aktualisasi dirinya secara asli menjadi manusia yang seutuh mungkin. Oleh karena itu ia menyangkut dunia dan iklim kemerdekaan manusia, pendewasaan dan penemuan sesuatu yang dihayati sebagai sejati. Bermain mengandung aspek kegembiraan, kelegaan, penikmatan yang intensif, bebas dari kekangan atau kedukaan, berporses emansipatorik; dan itu hanya tercapai dalam alam dan suasana kemerdekaan. Manusia yang tidak merdeka tidak dapat bermain spontan, lepas, gembira, puas”. Menurut Mangunwijaya Nabi Isa telah memberi hikmah tentang manusia dan kebermainannya, dalam metafora anak-anak dan Kerajaan Surga…… “Bila orang tidak mau kembali seperti anak-anak (spontan, merdeka, tanpa pamrih, tanpa muslihat politik alias bermain dalam arti luas), dia tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga”. (dari pengantar Mangunwijaya untuk buku Johan Huizinga Homo Ludens : Fungsi dan Hakekat Permainan Dalam Budaya, LP3ES 1990) Mangun melalui Atik dalam novel Burung-burung Manyar mengungkapkan lebih jauh tentang penghayatan jati diri dan dimensi kualitas kemanusiaan ini yang menurut saya berangkat dari kebermainan sang homo ludens ini… “Pertanyaan terakhir saudari Promovenda, apakah yang akan anda sarankan dari segi biologi untuk manusia masa kini, khususnya bangsa ini?” “Semoga kita belajar menghayati dimensi kualitas. Sebab Bapak Prof Latumahina, segala innerlichkeit, jati diri kita, sebenarnya mendambakan arti, makna, mengapa dan demi apa kita saling bergandengan, namun juga berkreasi aktif dalam sendratari agung yang disebut kehidupan. Semoga dialog kita membahasakan diri, tidak hanya dalam niat mau pun itikad belaka yang terkurung, melainkan berekspresi dalam suatu tingkat kebudayaan yang tahu, ke mana Sang Pelita menuntun. Hadirin-hadirat yang saya muliakan, jika judul yang saya pilih untuk disertasi ini memanfaatkan kata-kata jati diri dan bahasa citra, maka memang itulah sebenarnya seluruh arti ungkapan kita, dari bermain kelereng yang kita pertaruhkan atau laying-layang yang kita gelorakan atau main boneka semasa kita kanak-kanak, sampai pada saat senja membelai dan menidurkan cucu yang mengntuk. Dari gerak badan sport sampai pementasan musi, dari dambaan dua kekasih yang saling mencari sampai rasa bakti kepada Tuhan Yang MahaEsa. Semogalah antara jati di dalam maupun bahasa citra ke luar selalu tekat kita menari dalam gerak harmoni. Dan jika toh ada sesuatu luka-luka dalam batin kita dalam batin kita, entah karena kesalahan diri kita sendiri mau pun kesalahan keadaan di luar kita, semoga kita juga mampu memahami bahasa citranya…. Misal saja citra wanita. Organ vital wanita dalam bentuk citra namun sekaligus pengejewantahan jatidiri kita manusia. Dan jika itu disebut kemaluan, hal itu karena kita tidak mengenal wanita. Bukan kemaluan, melainkan kemuliaan suci wanita dan pria sekaligus. Dalam situasi kejatidirian yang benar berarti, wanita tidak pernah malu, tetapi bangga dan bahagia mendialogkan organ kewanitaannya dengan tawaran partner hidupnya. Namun itu hanya dapat terlaksana dalam kebenaran jati diri, dalam kebenaran citra bahasa yang jujur. Luka-luka DAN bunga”. Selanjutnya http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2009/03/burung-burung-manyar-mangunwijaya-dalam.html