Derita Palestina yang Tak Kunjung Berakhir
Muhammad Bahrunna'im - suaraPembaca







Jakarta - Pasukan Israel menggempur Palestina. Data korban tewas terakhir di 
pihak Kaum Muslimin Palestina tercatat sudah 200 lebih. Belum terhitung korban 
luka luka yang dikabarkan mencapai 700-an orang. Itu pun belum terhitung dari 
korban hilang yang masih tertimbun di gedung-gedung yang dibombardir militer 
Israel.

Pembelaan terhadap Palestina mulai berdatangan dari negara-negara Arab. 
Meskipun pembelaan dan dukungan sebatas membuka jalur perbatasan (dan seperti 
biasa "kecaman"), seperti yang dilakukan oleh Mesir yang mulai membuka 
perbatasan untuk mengangkut korban maupun perbekalan. 

Di Mesir, Menteri Luar Negeri Ahmed Aboul Gheit menyatakan rasa belasungkawanya 
yang mendalam terhadap para korban. "Hari ini setiap orang berdiri di samping 
Palestina," katanya. Ia juga menyerukan dihentikannya serangan militer Israel. 
Para Menteri Luar Negeri dari sejumlah Negara Arab dilaporkan akan berkumpul di 
Kairo pada hari Minggu ini. Seperti dikatakan Ketua Liga Arab Amr Moussa. 

Pembelaan juga dilakukan oleh sekutu Israel yaitu Amerika Serikat (AS) yang 
menyatakan bahwa aksi militer israel ini dilakukan karena Pemerintahan Hammas 
yang memulai merusak gencatan senjata. Sikap AS ini dinyatakan Presiden AS 
George W Bush dalam liburannya di ranch miliknya di Texas melalui Menteri Luar 
Negeri (Menlu) AS Condoleezza Rice. 

Setelah bertemu dengan Bush, Rice mengatakan adalah salah Hammas yang 
meningkatkan ketegangan di wilayah Gaza. "AS sangat mengecam serangan roket dan 
mortir berulang-ulang yang melawan Israel, dan menganggap Hammas bertanggung 
jawab karena menghancurkan gencatan senjata dan memperbarui kekerasan di Gaza," 
tegas Rice seperti dilansir dari Reuters, Minggu
(28/12/2008).

Sementara itu Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (Sekjen PBB) Ban 
Ki-moon mengecam aksi penyerangan Israel ke Jalur Gaza, Palestina. Dia 
menyerukan kekerasan di Jalur Gaza harus dihentikan. Dalam situs PBB, Ban 
mengecam Israel yang dinilainya, "Menggunakan kekuatan berlebihan untuk 
membunuh dan melukai orang-orang sipil".

Israel mengatakan serangan ini tidak akan memakan waktu singkat. "Ini tidak
akan mudah dan ini tidak akan singkat," ujar Menteri Pertahanan Israel Ehud 
Barak seperti dilansir dari Reuters, Sabtu (27/12/2008). "Ada waktunya kita 
tenang dan ada waktunya untuk melawan, dan sekarang adalah waktunya melawan," 
imbuh Barak.

Umat Islam Jangan Tertipu
Hal lain yang harus diwaspadai oleh Umat Muslim adalah berlangsungnya upaya
pendangkalan permasalahan Palestina oleh pihak Barat. Utamanya kalangan media 
massa. Masalah Palestina sering diopinikan sebagai konflik bangsa Arab dengan 
Israel. 

Bahkan, sejak berdirinya Pemerintah Otonomi Palestina masalah itu dianggap 
sebagai konflik bangsa Palestina dengan Israel. Demikian pula, kata 'konflik' 
yang lazim dipakai oleh media massa untuk menggambarkan agresi militer Israel 
adalah jauh dari realita. Sebab, yang tengah terjadi sesungguhnya adalah 
penjajahan, penindasan, dan teror yang dilakukan bangsa Israel terhadap kaum 
Muslim Palestina. 

Berdirinya Negara Israel pada tahun 1948 adalah sebuah penjajahan atas Tanah 
Palestina. Tidak berbeda dengan penjajahan yang dilakukan oleh bangsa Belanda, 
Portugis, dan Jepang atas negeri ini di masa lampau. Umat Muslim juga harus 
menyadari bahwa musuh yang dihadapi bukanlah hanya Israel. Namun, konspirasi 
bangsa Barat --terutama Inggris dan AS, yang membidani kelahiran Israel agar 
menjadi 'kelenjar kanker' dalam tubuh Umat Muslim.

Kaum Muslim pun harus menghilangkan cara pandang yang keliru atas permasalahan 
yang tengah berkecamuk di Palestina. Masalahnya, sebagian orang, tak terkecuali 
Umat Muslim, memandang bahwa permasalahan utama Palestina adalah merebut 
kembali al-Quds dari cengkeraman Israel. Sebagian lagi beranggapan bahwa 
masalahnya adalah bagaimana menghentikan agresi
militer Israel sekaligus berusaha menciptakan perdamaian bagi kedua negara: 
Israel dan Palestina.

Realitanya, masalah Palestina adalah masalah bersama bagi kaum Muslim. Bukan 
sekadar konflik Arab - Israel. Solusi yang harus diambil bagi permasalahan 
Palestina adalah dengan tidak pernah mengakui eksistensi Israel seujung kuku 
pun, kemudian wajib hukumnya melenyapkan Negara Israel dari Tanah Palestina 
secara total. 

Bukan sekadar mengembalikan al-Quds ke tangan Kaum Muslim. Apalagi melakukan 
internasionalisasi Jerusalem seperti usulan PBB. Oleh karena itu, pengakuan 
atas keberadaan Israel --termasuk melakukan perundingan dengan mereka, jelas 
merupakan sebuah kebatilan. Bukankah dulu bangsa ini juga menolak tawaran 
kompromi dengan Belanda, walaupun sekadar menerima bentuk negara RIS? 

Logika yang sama pun harus dipergunakan terhadap bangsa Israel. Apalagi, hal 
ini diperkuat dengan Perjanjian Illiyyah ('Ihdat Umariyyah) saat itu yang salah 
satu klausulnya menyepakati 'larangan bagi orang Yahudi untuk tinggal satu 
malam pun di Jerusalem'. Perjanjian ini berlaku dan mengikat kaum Muslim hingga 
Hari Kiamat.

'Haram' Gencatan Senjata Terhadap Kafir Harbi 
IstiLah kafir harbi, musta'min, dan ahl adz-dzimmah menjelaskan tentang 
macam-macam kaum kafir dalam I konteks interaksi mereka dengan negara Khilafah 
(Darut Islam). Hanya saja, istilah musta'min lebih umum, sebab mencakup 
musta'min kafir dan musta'min Muslim. Setiap istilah tersebut mengandung 
konsekuensi hukum dan perlakuan yang berbeda. Sikap umat
Islam terhadap kaum kafir didasarkan pada kategorisasi kaum kafir berdasarkan
istilah-istilah tersebut.

Kafir harbi adalah setiap orang kafir yang tidak masuk dalam perjanjian 
(dzimmah) dengan kaum Muslim, baikseorang mu'ahid atau musta'min atau pun bukan 
mu'ahid dan bukan musta'min (An-Nabhani, 1994: 232). Mu'ahid adalah orang kafir 
yang menjadi warga negara kafir yang mempunyai perjanjian (mu'ahidah) dengan 
negara Khilafah. Musta'min adalah orang yang masuk ke dalam negara lain dengan 
izin masu, baik Muslim atau kafir harb (An-Nabhani, 1994: 234)..

Kafir harbi, yang kadang disebut juga dengan ahl al-harb atau disingkat harb 
saja (Haykal, 1996:1411), dikategorikan lagi menjadi kafir harbi hukman (kafir 
harbi secara hukum/ de jure) dan kafir harbi haqiqatan/ kafir harbi fi'lan 
(kafir harbi secara nyata/ de facto). 

Kategorisasi ini didasarkan pada kewarganegaraan orang kafir dengan tempat
berdomisili yang tetap. Jika Khilafah mengadakan perjanjian dengan suatu negara 
kafir, warga negaranya disebut kaum mu'ahidin (An-Nabbani, 1994: 232). Negara 
mi disebut ad- dawlah al -mu'uml hidah (negara yang mempunyai perjanjian dengan 
negara Khilafah). Istilah lain kafir mu 'ahid, sebagaimana disebut oleh 
al-Qayyim dalam kitabnya, Ahkam Ahl Adz-Dzimmah, adalah ahl al-hudnah atau ahl 
ash-shulh (Ibn al-Qayyim, 1983: 475), atau disebut juga kaum al-muwadi'in 
(Hayqal, 1996: 701).

Orang yang tergolong mu'hid ini tergolong kafir harbi hukman. Sebab, hanya 
berakhirnya perjanjian dengan negara Khilafah akan kembali menjadi kafir harbi 
sebagaimana kafir harbi lainnya (kafir harbi fi'lan), yang negaranya tidak 
mengikat perjanjian dengan negara Khilafah.

Hubungan umat Islam dengan kafir harbi hukman didasarkan pada apa yang 
terkandung dalam teks-teks perjanjian yang ada. Hanya saja, dalam interaksi 
ekonomi, umat Islam (baca: Daulah Islamiyah) tidak boleh menjual senjata atau 
sarana-sarana militer kepada kafir harbi hukman --jika hal ini dapat memperkuat 
kemampuan militer mereka sedemikian sehingga akan mampu mengalahkan umat Islam. 

Jika tidak sampai pada tingkat tersebut Umat Islam boleh menjual senjata atau 
alat-alat tempur kepada mereka. Khususnya ketika Daulah Islamiyah mampu 
memproduksi berbagai persenjataan militer dan menjualnya ke luar negeri 
sebagaimana yang dilakukan oleh negara-negara adidaya saat ini. Jika dalam 
perjanjian ada pasal yang membolehkan penjualan senjata yang dapat memperkuat 
kemampuan militer kaum kafir harbi hukman sehingga mereka mampu mengalahkan 
umat Islam pasal itu tidak boleh dilaksanakan. 

Sebabnya, pasal itu bertentangan dengan hukum syariat. Padahal, setiap syarat 
yang bertentangan dengan hukum syariat adalah batal dan tidak boleh dijalankan 
(An-Nabhani, 1990: 291-292; 1994: 232).

Adapun kafir harbi haqiqatan adalah warga negara dan negara yang tidak 
mempunyai perjanjian dengan Daulah Islamiyah. Negaranya disebut ad-dawlah 
al-firah l-harbiyh (negara kafir harbi yang memerangi umat Islam). Negara ini 
dibagi lagi menjadi dua. 

Pertama, jika negara tersebut sedang berperang secara nyata dengan Umat Islam, 
ia disebut ad-dawlah al-kafirah al harbiyah al-muhribah bi al-fi'li (negara 
kafir harbi yang benar-benar sedang memerangi Umat Islam secara nyata).. Kedua, 
jika sebuah negara kafir tidak sedang terlibat perang secara nyata dengan umat 
Islam dikategorikan sebagai ad-daw'ah al-kafirah alharbiyah ghayru al-muharibah 
bi al-fi'li (negara kafir harbi yang tidak sedang terlibat perang secara nyata 
dengan umat Islam) (AnNabbani, 1994: 233).

Perbedaan hukum di antara kedua negara ini adalah jika sebuah negara kafir 
masuk kategori pertama, yakni sedang berperang secara nyata dengan dengan umat 
Islam, maka asas interaksinya adalah interaksi perang. Tidak boleh ada 
perjanjian apa pun dengan negara kafir seperti ini. 

Misalnya penjanjian politik (seperti hubungan diplomasi), perjanjian ekonomi 
(seperti ekspor impor), dan sebagainya. Perjanjian hanya boleh ada setelah ada 
perdamaian (ash-shulh). Warga negaranya tidak diberi izin masuk ke dalam negara 
Khilafah kecuali jika dia datang untuk mendengar kalamullah (mempelajari 
Islam), atau untuk menjadi dzimmi dalam naungan negara Khilafah. 

Jika warga negara dari negara kafir ini tetap masuk ke negara Khilafah, bukan 
untuk mendengar kalamullah, juga bukan untuk menjadi dzimmi, maka jiwa dan 
hartanya halal, yaitu dia boleh dibunuh, atau dijadikan tawanan, dan hartanya 
boleh diambil (AnNabhani, 1990: 293).

Sebaliknya, jika termasuk kategori kedua, yaitu tidak sedang berperang dengan 
umat Islam maka negara Khilafah boleh mengadakan perjanjian dengan negara kafir 
seperti ini. Misalnya perjanjian dagang, perjanjian bertetangga baik, dan 
lain-lain. Warga negaranya diberi izin masuk ke negara Khilafah untuk 
berdagang, rekreasi, berobat, belajar, dan sebagainya. Jiwa dan hartanya tidak 
halal bagi umat Islam. 

Namun, jika warga negara tersebut masuk secara liar, yaitu tanpa izin negara 
Khilafah, maka hukumnya sama dengan warga negara yang sedang berperang dengan 
umat Islam, yakni jiwa dan hartanya halal (An-Nabhani, 1990: 293). Jika warga 
negara tersebut masuk dengan izin negara dia tidak boleh tinggal di negara 
Khilafah kecuali dalam jangka waktu tertentu, yaitu di bawah satu tahun 
(An-Nabhani, 1994: 233).

Pengkhianatan Pemimpin Arab 
Alih-alih membela sikap rakyat Palestina yang menentang keberadaan Negara 
Israel Raja Yordania Abdullah malah menyerukan agar Pemerintah Persatuan 
Palestina yang baru harus mengakui Israel dan meninggalkan tindakan kekerasan 
bila ingin diakui. Abdullah berkata, "terkandung pendapat umum Internasional, 
bukan saja pada negara-negara Barat, melainkan juga di kalangan negara-negara 
Arab dan selebihnya juga kalangan Muslim --yang yakin
bahwa harus ada kriteria tertentu di mana pemerintahan baru Palestina harus mau 
menerima, jika ingin maju dalam proses perdamaian" (VOA, 25/02/2007).

Saudi Arabia pun mengeluarkan fatwa tentang bolehnya berdamai dengan Israel 
yang secara tidak langsung merupakan pengakuan terhadap Negara Israel. 
Berikutnya beberapa Negara Arab dan negeri-negeri Islam lainnya pun secara 
terbuka atau diam-diam berhubungan dengan Israel. Memang, dari sejarah 
diketahui Raja Abdullah (Transjordan), Raja Farauk (Mesir), memiliki hubungan 
yang erat dengan Inggris dan Amerika Serikat. 

Ayah Raja Abdullah Sharif Husin sebelumnya telah bersekutu dengan Inggris untuk 
memerangi Khilafah Usmaniah. Kakaknya, Faisal, sebelumnya memiliki hubungan 
dengan pemimpin Zionis Chaim Weisman. Perlu diketahui pula Abdullah dan Ben 
Gurion (Perdana Menteri Pertama Israel) pernah belajar bersama di Istambul. 
Pembentukan Negara Saudi Arabia misalnya tidak lepas dari campur tangan 
negara-negara Barat dalam hal ini Inggris. 

Kerja sama ini telah dilakukan antara Dinasti Sa'ud (rezim keluarga Saudi 
Arabia) dengan Inggris sekitar tahun 1782-1810. Pada saat itu, Inggris membantu 
Dinasti Sa'ud untuk memerangi Daulah Khilafah Islam. Dengan bantuan Inggris, 
Dinasti Sa'ud berhasil menguasai beberapa wilayah Damaskus. Kerja sama Dinasti 
Sa'ud dengan Inggris ini semakin jelas saat keduanya melakukan perjanjian umum 
Inggris - Arab Saudi yang ditandatangani di Jeddah (20 mei 1927). 

Dalam pernjanjian itu Inggris yang diwakili oleh Clayton mempertegas pengakuan 
Inggris atas kemerdekaan lengkap dan mutlak Ibnu Saud, hubungan non agresi dan 
bersahabat, pengakuan Ibnu Sa'ud atas kedudukan Inggris di Bahrain dan di 
keemiran teluk (lihat George Lenczowsky, Timur Tengah di Tengah Kancah Dunia, 
hlm 351). Pola-pola yang hampir mirip terjadi pada negara-negara Arab yang 
lain. 

Pembentukan Negara Kuwait tidak lepas dari pernjanjian Mubarak al Sabah dengan 
Inggris pada tahun 1899. Dalam perjanjian itu ditetapkan Kuwait sebagai negara 
yang merdeka di bawah lindungan Inggris. Negara-negara Arab lainnya juga 
menjadi rebutan pengaruh negara-negara Besar yang sangat mempengaruhi 
independensi penguasa negara-negara tersebut.  

Negara Mesir dibentuk setelah terjadinya kudeta militer terhadap Raja Farauk 
(yang dekat dengan Inggris) oleh Gamel Abdul Nasser (yang kemudian banyak 
dipengaruhi oleh AS). Tak jauh beda dengan Libya, yang dibentuk oleh Itali 
sebagai daerah koloninya pada tahun 1943. Setelah itu Libya menjadi rebutan 
negara-negara Barat. Terakhir, Raja Idris yang dekat dengan AS dikudeta oleh 
Khadafi (yang menamatkan pendidikannya di Inggris). 

Pengkhianatan Negara Arab juga telah menjadi penyebab dirampasnya dengan mudah 
tanah-tanah Palestina maupun negeri Arab lainnya oleh Israel tanpa ada 
perlawanan yang berarti. Direkayasa pula berbagai perang dengan Israel dengan 
berbagai tujuan antara lain untuk menunjukkan kehiraun rezim Arab tersebut 
terhadap Palestina. 

Kenyataan sebenarnya adalah pengkhianatan. Sebenarnya tidak pernah terjadi 
perang yang habis-habisan. Empat perang yang pernah terjadi 1948, 1956, 1967, 
1975, semuanya berakhir cepat dan dihentikan dengan intervensi Internasional. 
Wilayah kaum muslimin pun diserahkan kepada Israel dengan alasan kalah perang. 

Dalam perang tahun 1967, Raja Husein dari Yordania menyerahkan Tepi Barat 
Yordan kepada Israel tanpa berperang. Pada tahun yang sama Gamel Abdul Nasser 
menyerahkan Gurun Sinai dan Jalur Gaza. Hafedz Assad dari Suriah menyerahkan 
Dataran Tinggi Golan.

Dari kekalahan perang yang direkayasa ini pun dibuat mitos bahwa Israel tidak 
akan pernah terkalahkan. Hal ini kemudian dijadikan legalisasi rezim-rezim Arab 
untuk tidak berperang kepada Israel. Oleh sebab itu seakan-akan perdamaian 
dengan Israel adalah sesuatu yang tidak bisa ditolak. Padahal nyata-nyata 
tujuan dari berbagai perdamaian itu justru untuk mengokohkan keberadaan Negara 
Israel.

Solusi Palestina Hanya dengan Mobilisasi Massa
Menyangkut persoalan mutakhir yang dihadapi Palestina maka setidaknya ada tiga 
persoalan besar yaitu: 1) Menolong rakyat Palestina yang kelaparan, luka, 
kekurangan obat, 2) Menghentikan kebrutalan Israel, 3) Membebaskan seluruh 
Palestina (bukan hanya al-Aqsha) dari cengkeraman Yahudi Israel.

Melihat ketiga persoalan tersebut berarti tidak cukup solusi yang ditempuh 
hanya sekadar menggalang dana untuk bahan makanan dan obat-obatan. Jika hanya 
itu yang dilakukan berarti kita membiarkan Israel terus membunuhi kaum Muslim 
Palestina. Sementara kita hanya mengobati mereka yang masih selamat.

Kita hendaknya menyadari bahwa bangsa Israel adalah orang-orang kafir yang 
secara nyata memerangi kita. Mereka adalah kafir muharriban fi'lan. Terhadap 
mereka, Allah SWT secara tegas dan jelas telah memerintahkan kita untuk menutup 
hubungan dengan mereka dalam bentuk apa pun, kecuali satu: jihad! 

Allah SWT berfirman: "Perangilah oleh kalian di jalan Allah orang-orang yang 
memerangi kalian, (tetapi) janganlah melampaui batas, karena sesungguhnya Allah 
tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Bunuhlah mereka di mana saja 
kalian jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mana saja mereka telah 
mengusir kalian. Sesungguhnya fitnah (kekufuran) itu lebih besar
akibatnya dari sekadar pembunuhan (orang-orang kafir)." (TQS. al-Baqarah [2]: 
190-191).

Dimotori oleh Hammas, para pejuang Palestina tidak surut menghadapi kecanggihan 
senjata dan kekejaman Israel. Mereka terus melakukan serangan roket ke 
kota-kota Israel yang masuk jangkauan roket mereka. Mereka terus melakukan 
perlawanan sengit dan keras setiap kali pasukan Israel masuk wilayah mereka. 
Mereka terus melakukan aksi bom syahid terhadap sasaran-sasaran Israel.

Solusi Total Palestina: Jihad Khilafah
Apa yang akan kita lakukan jika rumah kita dirampas oleh segerombolan penjahat 
kemudian mereka pura-pura berbelas kasihan dengan menawarkan satu ruangan untuk 
kita diami. Akankah kita terima tawaran tersebut? Bukankah umat Islam Indonesia 
telah memperlihatkan sikap tegas dengan mengusir kaum kolonialis asing dari 
Tanah Air ini dan tidak menyisakan tanah untuk mereka kuasai, walaupun seujung 
kuku sekali pun?

Oleh karena itu, tidak ada jalan lain kecuali mengusir Israel dari seluruh 
tanah Kaum Muslim dengan berjihad yang dilakukan oleh negara-negara Muslim 
dengan mengirimkan pasukan regulernya. Bukan dengan langkah perdamaian. Sebab, 
langkah perdamaian seperti yang diusulkan para pemimpin Arab, termasuk Arafat, 
jelas bukan solusi, tetapi bahkan semakin menambah ruwetnya permasalahan 
Palestina itu sendiri.

Namun sayang, pada faktanya, tidak ada satu pun penguasa Negeri Muslim yang 
melakukan hal tersebut dengan berbagai dalih yang dibuat-buat. Oleh karena itu 
kita saat ini memerlukan penguasa yang benar-benar mau membela Kaum Muslim 
sekaligus mampu mengusir Israel dan menghancurkan pengaruh AS. 

Penguasa yang dimaksud adalah Khalifah yakni pemimpin umat yang ada dalam 
naungan Khilafah Islamiyah. Sayangnya, Khilafah kini belum terwujud kembali di 
tengah-tengah kita. O

leh karena itu pula, sudah saatnya umat bangkit dan kembali menegakkan 
supremasi mereka di atas dunia ini dengan mewujudkan Negara Khilafah Islamiyah. 
Insya Allah, kehinaan dan penderitaan yang kini melekat pada tubuh umat akan 
segera sirna. Amin.

Muhammad Bahrunna'im
Jl S Indragiri 57 Sangkrah RT 1 RW 1 
Pasar Kliwon Surakarta
kiripu...@telkom.net
081913121663
 
http://suarapembaca.detik.com/read/2009/01/02/100534/1062053/471/derita-palestina-yang-tak-kunjung-berakhir


 
http://media-klaten.blogspot.com/
 
 
 
salam
Abdul Rohim


      

Kirim email ke