Friends,

Percakapan pertama dilakukan dengan
seorang teman yg ternyata sudah terkena virus agnotik juga. Yg kedua
dengan seorang teman dari Bali yg sangat antusias menghaturkan salam
freedom from dogma. Seperti apa? Baca aja.





+



PERCAKAPAN 1: TERNYATA SAYA AGNOSTIK JUGA





T = Halo Mas Leo,



Salam kenal. Saya suka membaca catatan-catatan Mas Leo. Tapi baru di
catatan terakhir saya menemukan arti yg berbeda dari agnosticism. Entah
versi Mas Leo itu yg paling benar atau bukan, tapi rasanya klop dengan
yg saya alami.



J = Good, then?



T = Dari semasa kuliah saya enggan memakai konsep ketuhanan dan konsep
beragama ala orang awam. Karena buat saya sedikit susah masuk di nalar.
Dari situlah saya cenderung tidak memegang konsep kemutlakan dalam
memaknai Tuhan, agama & hidup.



J = That's very good, then?



T = Saya cenderung memegang nilai-nilai kekinian yg mudah diterima akal
sehat dan dipraktekkannya pun tidak mengundang interpretasi beda-beda,
misalnya nilai kepastian hukum, menghargai keberagaman, dan toleransi.
Buat saya itu cukup untuk bekal hidup di dunia ini. Sedangkan setelah
mati who knows, itu tadi saya bilang tidak ada penjelasan yg
benar-benar saya bisa terima. Jadi daripada menjadi budak buta dari
belief system yg tidak jelas, saya memilih memerdekakan nalar saya
untuk menerima bahwa hal-hal setelah kematian masih tidak pasti.



J = Iyalah, ngapain beriman kepada spekulasi yg dbuat oleh manusia masa
lalu yg tidak mengenal internet. Tidak punya surat kabar dan majalah.
Tidak tahu pakai HP. Masyarakatnya masih marak buta huruf, tidak tahu
sanitasi, kerjanya menggembala kambing domba, dan suka teriak-teriak
mengganggu orang. Itu masyarkat yg berspekulasi tentang Tuhan, dan kita
diharapkan untuk mengikuti mereka?



I beg your pardon, kata manusia paska modern yg biasa-biasa saja. In my
opinion those nomadens lah yg harus mengikuti kita. Kita sudah bisa
kirim manusia ke bulan, sudah pakai facebook. Sedangkan mereka semuanya
masih hidup di abad kegelapan. Tidak ada listrik, dan kalau malam harus
menyalakan obor. Masak pakai kayu bakar. Masa kita harus mengikuti iman
manusia seperti itu?



Orang-orang masa lalu yg sekarang di-nabikan itulah yg harus mengikuti
pengertian kita karena kita sudah jauh lebih maju. Kita sudah jauh
lebih beradab, sudah mengenal HAM universal, sudah menghormati
kesetaraan gender, etc...



T = Well, thanks atas sharingnya tentang agnostik. Lalu bagaimana
feedback terhadap pandangan orang bahwa agnostik berarti malas
menggunakan akalnya untuk memahami tanda-tanda kebesaran Tuhan (hehe..
ungkapan yg umum kita dengar dari kaum beragama) ? Agnostik dipandang
sebagai cara simple memahami hidup dan terkesan tidak mau repot, mau
enak saja, alias hedonis.



J = Menurut saya yg malas menggunakan akalnya itu adalah orang
beragama. Mereka tidak mau mempertanyakan agama mereka. Mereka tidak
mau belajar dan membandingkan. Kalau mereka mau menggunakan otaknya,
akan mudah saja untuk menemukan bahwa semua manusia bisa saja mengaku
sebagai nabi. Caranya mudah, yaitu tinggal mengaku saja. Lalu ada orang
lain yg menjadi pengikut si manusia yg mengaku sebagai nabi. Lalu
ucapannya dikumpulkan dan disebut kitab suci. Lalu ada orang-orang yg
diangkat sebagai imam dalam ibadah. Dan jadilah agama.



Caranya mudah sekali membuat agama. Dan itu hal yg normal saja.
Merupakan HAM yg ada di diri setiap manusia untuk membuat dan
menyebarkan agamanya sendiri. Di negara-negara maju, hal ini sudah
dipraktekkan dengan konsekwen. Kita tinggal mengaku menjadi nabi dan
mendaftarkan organisasi kita. Kita bisa beriklan, bisa berpakaian
aneh-aneh. Bisa wanita yg memimpin agama itu, dan para pria diharuskan
berjilbab atau at least berkerudung dengan alasan bahwa Allah suka
kepada pria yg taat kepada wanita.



Bisa seperti itu dan sah saja. Itu namanya HAM. Dan agama baru itu bisa
bikin aturan bahwa harus jiarah keliling Monas dengan alasan Allah
tempat tinggalnya di pucuk Monas. Asal jiarahnya dilakukan dengan
tertib, itu seharusnya diperbolehkan karena merupakan HAM kebebasan
beragama. Tetapi yg namanya HAM kebebasan beragama belum sempurna
dipraktekkan di Indonesia. Masih ada kelompok agama yg merasa agamanya
benar, dan agama lain salah. Pedahal agama yg ziarah ke Mekkah dan
agama yg ziarah ke Monas memiliki HAM yg sama. Statusnya sama di depan
hukum. Harusnya begitu.



Tentang hedonisme, bukankah kita semua orang hedonis? Kita semua mau
hidup enak bukan? Dan semua orang yg mau hidup enak bisa disebut
sebagai hedonis. Kalau tidak mau disebut hedonis bisa saja, kita
tinggal pergi ke tengah padang pasir dan menternakkan kambing domba.
Tetapi, menurut pengalaman, mereka yg nomadens itu juga hedonis. Suka
kawin sampai istrinya empat orang gitu lho. Walaupun malam hari tidak
ada listrik, mereka tetap saja hedonis. Mereka main bola bersama
istri-istrinya dan perbuatan itu, konon, direstui oleh dewa padang
pasir. Apa bedanya dengan kita yg ke luar masuk mall setiap akhir pekan
dan cuma beristri satu, walaupun selingkuhan juga ada?



T = Ada pertanyaan saya yg lain mas, yaitu kenapa mas suka memakai
mimpi sebagai alat menerangkan tentang spiritualitas? Mengapa harus
lewat mimpi? Bukankah mimpi itu ilusi? Saya sendiri tidak pernah
bermimpi sesuatu yg bermakna religius seperti mas tulis di
catatan-catatan mas.



J = Mimpi berisikan simbol. Simbol itu bahasa, dan selalu ada
hubungannya dengan kehidupan kita sebagai manusia fisik. Tidak semua
mimpi memiliki makna. Ada mimpi yg cuma release hormon saja, release
stress. Ada mimpi yg memberikan solusi dari apa yg dicari. Ada mimpi yg
menjawab pertanyaan "relijius" (dalam tanda kutip). Karena yg bertanya
adalah orang-orang yg masih terperangkap dalam simbol-simbol relijius,
maka mimpinya harus ditafsirkan dengan bahasa relijius juga, atau at
least nyerempet-nyerempet relijius. Spiritual artinya nyerempet
relijius sampai tahap tertentu. Setelah tahap tertentu itu dicapai,
maka nuansa yg relijius akan ditendang, tuing !!





+



PERCAKAPAN 2: SALAM FREEDOM FROM DOGMA





T = Dear Meneer Leo,



Judul note 'Saya Ingin Lebih bebas dan Tidak Terikat' sangat menarik.
Mungkin tujuan dari semua kehidupan memang seperti itu, to be free
& no attraction or attachment, tetapi kehidupan di dunia ini memang
terlalu banyak ikatan, dan enlightenment itu tercapai kala manusia
bebas dari ikatan.



J = That's true, then?



T = Konsep yang dipercayai membabi buta juga ikatan yang sangat besar,
apalagi di Islam (mohon maap) - Islam dogmatismenya paling susah
dihilangkan karena semuanya harus! Harus begini begitu! Dan itu hanya
diterima membabi buta -- tidak boleh ada pertanyaan.



J = That's true, then?



T = Kemudian adat Bali juga dogmatis dan menekankan pada KONSEP rasa
takut akan niskala (hal gaib/leluhur yang sudah meninggal/Tuhan) yang
mengerikan.



J = That's also true, then?



T = Meditasi sendiri yang saya fahami adalah sebuah usaha membebaskan
diri dari ikatan. Orang meditasi tidak perlu kitab suc, tidak perlu
agama, tidak perlu tempat suci. Dirinya sendiri adalah laboratoirum
tempat melakukan penelitian dan mencari serta bergelut dengan kesadaran
yang sejati.



J = That's also true, then?



T = Terlepas dari kebebasan itu aku mau komentar mengenai salah satu diskusi 
Maz Leo mengenai konsep karma dan dharma.



J = Boleh aja, like what?



T = Konsep karma ini merupakan salah satu dari empat konsep yoga yg
terdiri dari: karma yoga, jnana yoga, bhakti yoga dan raja yoga. Karma
yoga yang dipraktekkan secara salah ketika orang yg berbuat sesuatu itu
mengharapkan adanya imbalan. Sejatinya karma yoga itu berintikan pada
bekerja atau melakukan sesuatu tanpa pamrih, tetapi ketika ada niat
mendapat sesuatu maka sudah tidak lagi disebut karma yoga.



J = Ok.



T = Sedangkan dharma juga banyak disalah-kaprahkan, banyak sekali yang
mengartikan sebagai kewajiban, dharma bhakti, dll... tetapi seorang
filsuf/ekonom/guru spiritual Shri Anandamurti mengatakan bahwa dharma
itu adalah basic character dari sesuatu... Semisal dharma air adalah
membasahi, dharma api adalah membakar, angin mengeringkan, dll.



J = Ok.



T = Lalu dharma manusia itu apa? Lebih jauh beliau mengatakan bahwa
dharma manusia adalah 'Human Dharma/Manusa Dharma/Bhagavat Dharma'.
Bukan Hindu Dharma, Budha Dharma, Islam Dharma, Kristen Dharma, dll.



J = Ok.



T = Lalu apa apa itu human dharma? Human dharma adalah bersatu dengan
kesadaran yang tidak terbatas, ibaratnya secuil garam yang ditabur ke
laut maka identitas secuil garam itu lenyap dan bersatu dengan
samudera... Ini mungkin bisa disebut sebagai kebebasan, freedom,
enlightenment.



J = Ok.



T = Lalu ada yang bertanya lagi bagaimana mencapai freedom itu? Aku
sendiri masih berproses belajar untuk mencapainya, dan ada banyak
metode untuk itu, semua sah dan tergantung dari kadar kesadaran orang
itu memahaminya dan memberikan getaran energi yang positif pada proses
yang dilakoni karena sejatinya semua yang ada dan tiada merupakan
getaran/vibration, dan proses menuju getaran kosmik yang tiada akhir,
proses menjadi Tuhan yang tidak terungkap dengan kata-kata, dan Tuhan
yang tidak bisa membenci serta Tuhan yang tidak bisa menciptakan Tuhan
yang Lain karena hanya Dia yang ada, yang lainnya terbatas dalam
pikiran-Nya, tetapi Dia tidak terbatas...



J = Iyalah, that's what I have been leading to. Itu yg selama ini saya
arahkan dalam sharing ngalor ngidul spiritual ini. Saya baru sampai di
tengah, tapi ujung-ujungnya akan ke sana juga. Mungkin sebagian teman
sudah bisa melihat ujungnya dari sekarang. Ujungnya ya itulah. Mungkin
juga sudah sampai, tetapi karena masih ada yg suka bertanya terus, maka
saya tanggapi saja semuanya. Ujungnya memang di sana. Dan di sini juga,
sebenarnya. Di sini dan saat ini saja.



T = Salam FREEDOM, FREE FROM DOGMA, FREE FREE FREE, FREE FROM FREE, FREE OF THE 
FREE.



J = Ok, ehm..





+



Leo

@ Komunitas Spiritual Indonesia 
<http://groups.yahoo.com/group/spiritual-indonesia>.



 

Freedom from dogma, di Amerika dan di Indonesia.


      Get your new Email address!
Grab the Email name you&#39;ve always wanted before someone else does!
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/aa/

Kirim email ke