Teori evolusi didukung Alquran? Argumen ini layak direnungkan. salam, bhirawa_m penganut buddhisme
--- On Mon, 8/25/08, H. M. Nur Abdurrahman <[EMAIL PROTECTED]> wrote: From: H. M. Nur Abdurrahman <[EMAIL PROTECTED]> Subject: Re: [Mayapada Prana] Fw: [] Teori Evolusi - Suatu Dogma (?) To: [EMAIL PROTECTED] Date: Monday, August 25, 2008, 10:33 AM Kalau mengkaji teori evolusi dengan saksama dan mengkaji Al-Quran dengan teliti, maka sebenarnya tidak ada itu dikhotomi evolutionist vs creationist.. Silakan simak Lampiran II dari pidato ilmiyah saya dalam forum Rapat Senat Terbuka dalam rangka Peringatan Milad (Dies Natalis) UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA yang ke 41 [1954 - 1995] HMNA ************ ********* ********* ********* ********* ********* ********* ********* ********* *** ?????? ?????? ???? ??? ??????? ???? ????? ????? ?????? ??????? ?? ??? ????? ????? ????? ??? ???? ???? ??? ?????? ??????? ************ ********* ********* ********* ********* ********* ********* **** Metode Pendekatan Satu Kutub dalam Mengkaji Ayat Qawliyah dan Kawniyah (Orasi Ilmiyah yang disajikan dalam rangka Peringatan Milad UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA yang ke 41 [1954 - 1995] ************ ********* ********* ********* ********* ********* ********* **** ============ ========= ===== oleh H.Muh.Nur Abdurrahman ============ ========= ===== Lampiran II Teori Evolusi Di kepulauan Galapagos, yang terletak di Pasifik, sebelah barat kotinen Amerika Selatan, Charles Darwin mengintizhar (mrngobservasi) di sana burung pekicau yang bentuknya menyimpang dengan yang di daratan Amerika. Pada setiap pulau terdapat bentuk yang berbeda dari jenis yang sama. Kepulauan ini sudah lama terisolasi, sehingga burung-burung itupun juga sudah lama terisolasi. Begitupun keadannya dengan penyu-penyu laut, terdapat pula penyimpangan dengan yang sejenisnya di pesisir Amerika Barat. Darwin tiba pada kesimpulan, bahwa burung-burung ataupun penyu-penyu yang berbeda itu berasal dari jenis yang sama. Terjadinya perbedaan itu, karena mengalami proses evolusi, menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya Selanjutnya Darwin kemudian menarik kesimpulan dengan generalisasi, bahwa setiap binatang yang sekarang ada persamaannya, berasal dari jenis yang sama. Evolusi yang terjadi karena binatang itu menyesuaikan diri lingkungannya, sehingga dari satu jenis yang sama terjadi variasi bentuk, disebut evolusi horisontal. Ujicoba Teori Evolusi Terhadap Fosil, Ilmu Genetika dan Serologi Darwin memperhadapkan tafsiran hasil penelitiannya itu terhadap hasil penelitian Cuvir tentang fosil. Hasil rujukan ini menghasilkan generalisasi lebih lanjut, bahwa binatang itu bermula dari bentuk yang paling bersahaja, berangsur-angsur secara evolusi meningkat ke bentuk yang lebi komplex, hingga yang paling komplex, ialah manusia. Perubahan bentuk yang meningkat secara evolusi itu disebut evolusi vertikal. Menurut Darwin evolusi vertikal itu terjadi secara acak (serampangan) , itulah sebabnya maka disebut blind evolution (evolusi tidak terarah). Sebenarnya Darwin tidak sendirian dengan teori evolusi ini, karena sebelumnya secara terpisah Chevalier de Lamarck yang mengadakan penelitian di pulau-pulau Maluku Utara juga tiba pada kesimpulan yang sama dengan Darwin tentang evolusi, bahkan sesungguhnya Lamarck yang lebih dahulu. Namun publikasi Darwin lebih meluas ketimbang Lamarck. Menurut Lamarck perubahan bentuk secara evolusi horisontal itu berlangsung, karena bagian tubuh dalam penggunaannya menyesuaikan diri dengan alam lingkungan hidupnya. Seamsal anjing laut kakinya sudah berbentuk sirip, karena berlama-lama turun-temurun dipakai untuk berenang. Menurut Darwin evolusi horisontal itu disebabkan oleh seleksi alam berupa struggle for existence, perjuangan untuk mewujud (eksistensi) dan survival of the fittest, yang tertangguh bertahan hidup. Darwin dan Lamarck tidak sempat lagi menyaksikan, bahwa dikemudian hari teori evolusinya yang ditopang oleh hasil penelitian fosil itu, diperhadapkan pada ilmu genetika. Perubahan eksternal (variasi phaenotypis) yang dikemukakan Lamarck dan Darwin dibantah oleh ilmu genetika (keturunan), yaitu variasi phaenotypis itu tidak menurun ke generasi berikutnya, karena perubahan yang menurun itu (variasi genotypis) ditentukan oleh khromosom sebagai pusat kelestarian (heredity), jadi bersifat internal. Biarpun ekor kucing misalnya dipotong terus-menerus dari generasi ke generasi, tidak akan menghasilkan kucing tanpa ekor, sebab telah terpola dalam khromosom bahwa kucing itu berekor. Pada mulanya duel antara teori evolusi dengan variasi phaenotypisnya itu dengan ilmu genetika, seperti akan dimenangkan oleh ilmu genetika. Namun keadaan jadi terbalik setelah Hugo de Vries memperkenalkan proses mutasi, perubahan yang bersifat internal, variasi genotypis, bahwa khromoson dapat berubah baik secara alami, maupun secara paksa. Mutasi yang alami terjadi oleh suhu dan kelembaban yang berubah mendadak secara tajam, sedangkan mutasi secara paksa adalah dengan cara penyinaran. Dalam dunia pertanian dewasa ini mutasi secara paksa dilakukan dengan radiasi dari dalam inti atom zat yang radio aktif. Bibit jenis baru padi misalnya didapatkan secara mutasi paksa ini. Setelah de Vries mengemukakan proses mutasi ini, maka teori evolusi mendapat dukungan dari ilmu genetika. Dalam babak-babak terakhir teori evolusi mendapat dukungan lagi dengan ditemukannya serelogi, ilmu perihal peseruman. Dengan serelogi ini secara eksperimental didapatkan bahwa reaksi serum menunjukkan adanya hubungan kekerabatan sedikit antara manusia dengan kera berhidung pesek, hubungan kekerabatan yang lebih nyata antara manusia dengan orang utan, dan yang paling dekat kekerabatannya dengan manusia adalah chimpanze. Ujicoba Teori Evolusi Terhadap Ayat Qawliyah (( - ( ((((() (((( ((( (((( . ((((( ((( ((( ((( ( ((((( ((( (( ((-(( (( (('( (((( ((( ((((((( ((( (((((( (((- ((((((() (((((( (( ((((( (((( (( ((( ((((( ((((( (((( ((( (((((() (((((( ((((( (((( (((( (( (((( ((((( (( (((((() ((((( ((((( (((( ((((( ((( ((((( (((( (((( ((((( ((( (( ((((( (((( ..(( ((((() ((((( (((( ( ((((( ((((( ((( Sucikanlah nama Maha Pengaturmu Yang Maha Tinggi. Yaitu Yang mencipta dan menyempurnakan (87:1-2). Ingatlah tatkala Maha Pengaturmu berkata kepada malaikat, sesungguhnya Aku menciptakan basyar dari tanah kering dari tanah hitam yang telah berubah. Maka apabila Aku telah menyempurnakannya Kutiupkanlah ruh (ciptaan)Ku ke dalamnya, lalu bertiaraplah mereka tunduk kepadanya (15: 29-30). Apakah Engkau akan menjadikan di atasnya (bumi) yang merusak di atasnya dan menumpahkan darah? (2:30). Yaitu (Allah) Yang menciptakan kamu dari nafs yang satu dan menciptakan pasangan daripadanya dan dari keduanya berkembang biak laki-laki dan perempuan yang banyak (4:1). Sesungguhnya Kami telah ciptakan manusia sebaik-baik bentuk (95:4). Secara implisit dalam ungkapan menyempurnakan terkandung makna perubahan dari belum sempurna menjadi sempurna. Ayat (87:2) menunjukkan makhluq ciptaan Allah, sesudah diciptakan dimulai dari belum sempurna kemudian berproses menjadi sempurna. Jadi terjadi perubahan secara berangsur hingga ke tingkat sempurna sebagai makhluq Allah. Terjadi evolusi yang diarahkan Allah sebagai Maha Pengatur [((((]. Namun perlu dicamkan bahwa perubahan makhluq dari mulai dicipta ke sempurna, tidak mesti evolusi saja. Diujicoba kepada ayat Kawniyah. Ternyata ada loncatan dari manusia purba ke manusia berakal. Jadi perubahan itu berwujud evolusi dan loncatan. Maka ada dua masalah, yaitu mekanisme evolusi dan mekanisme loncatan.(*) Jadi perubahan itu berwujud evolusi dan loncatan. Maka ada dua masalah, yaitu mekanisme evolusi dan mekanisme loncatan. Mengenai mekanisme evolusi, Darwin berteori dengan paradigma filsafat positivisme, yaitu "blind evolution by chance", perubahan perlahan-lahan secara untung-untungan, yaitu cecara lempar dadu. Darwin melihat evolusi sebagai analogi dari "motion" dalam kinematika, karena itu dia mencari "mechanism of evolution" dan menemukan "principle of natural selection", asas seleksi alam sebagai hukum dasar mekanika evolusi. Tetapi "mechanical laws" dari teori Darwin tidak kuantitatif, jadi tidak mampu memprediksi apa yang akan terjadi. Teori Darwin itu hanya dapat menjelaskan apa yang sudah terjadi. Di sinilah kelemahan yang pertama teori Darwin. Maka lahirlah neo-darwinisme di abad 20 dengan dimasukkannya teori statistik, teori permainan lempar dadu (probabilitas) dalam teori evolusi modern. Namun ada kelemahan mendasar lain yang tidak mampu ditanggulangi oleh neo-darwinisme yaitu Paradoks Entropi Evolusi dan Paradoks Revolusi-Evolusi. Paradoks Entropi Evolusi ialah kenyataan adanya peningkatan kompleksitas, yaitu munculnya spesies yang lebih kompleks secara struktural ataupun secara behavioral, misalnya munculnya organisme multiselular (lompatan kompleksitas struktural) dan munculnya manusia dengan kesadarannya (lompatan kompleksitas behavioral/fungsion al). Di sini pulalah kelemahan yang kedua teori Darwin, tidak dapat menjelaskan mekanisme loncatan ini. Paradoks Revolusi-Evolusi ialah kenyataan adanya titik-titik diskontinuitas dalam keseluruhan proses evolusi yang perdefinisi adalah gradual, yaitu adanya gap dalam rangkaian khronologis fosil. Orang filsafat menyebutnya paradoks, tapi di bidang sains disebut sebagai anomali yaitu ketidak-sesuaian antara fakta pengamatan dengan predisksi berdasar atas teori yang ada. Inilah kelemahan yang ketiga teori Darwin. Perkara mekanisme loncatan, berdasarkan paradigma filsafat positivisme ternyata buntu. Rujukan informasi dari ayat Kawniyah habis sampai loncatan ini. Jadi jangan pakai filsafat positivisme sebagai paradigma dalam berteori, karena menghasilkan yang tidak logis dalam mekanisme evolusi, yaitu lempar dadu, dan buntu dalam berteori dalam hal mekanisme loncatan. Mekanisme perubahan loncatan adalah 'Ain, Jim, Ba, 'ajaba, dan 'Ain, Jim, Zai, 'ajaza, yaitu TaqdirLlah yang tidak ditanam di universum oleh Maha Pengatur. Karena manusia itu hasil "loncatan", tidaklah ia berasal dari ujung evolusi manusia purba. Adam dan Hawa dicipta Allah secara spesifik dengan revolusi menjadi sempurna (fa sawwa-), melalui proses 'ajaba, yaitu TaqdiruLlah yang tidak ditanam di universum. Manusia hasil proses revolusi menjadi sempurna itu terdiri atas tataran jasmani, nafsani dan ruhani. Jasmani manusia modern turunan Adam dan Hawa memiliki DNA yang hampir identik, sehingga perbedaan genetis pada sekelompok simpanse jauh lebih besar dari perbedaan genetis pada 6 miliar manusia yang hidup saat ini. Dengan ruh yang ditiupkan ke dalam diri (nafs) Adam dan Hawa menyebabkan manusia modern mempunyai tenaga batin dan menjadi makhluk berakal, yang sadar akan eksistensi dirinya.. Adam dan Hawa serta keturunannya apabila mati ruhnya berpindah ke alam barzakh seterusnya ke alam akhirat. Manusia purba tidak berkebudayaan.. Kecakapannya membuat alat pembantu hanya secara instinktif. Manusia purba, anthropoid (manusia kera) dan binatang yang mengalami proses evolusi menurut TaqdiruLlah yang ditanam di universum tidak mempunyai ruh, hanya mempunyai semangat saja, sehingga tidak mempunyai hari kemudian. WaLlahu a'lamu bisshawab. ------------ -------- (*) Update: Pada waktu Lampiran II ini ditulis, belumlah didapatkan (discover) hasil observasi Giorgio Bertorelle. Ternyata manusia masa kini tidak memiliki hubungan genetik dengan manusia Neanderthal, manusia purba yang hidup di daratan Eropa dan Asia barat dan tengah, demikian hasil temuan para peneliti di Italia yang dipublikasikan Selasa, 13 Mei 2003. Giorgio Bertorelle dan timnya dari universitas Florence, Italia, telah meneliti dengan mengambil DNA dari beberapa tulang nenek moyang manusia modern Cro-Magnon yang hidup di Perancis selatan 25 ribu hingga 23 ribu sebelum masehi, lalu dibandingkan dengan DNA Neanderthal yang hidup antara 42 ribu hingga 29 ribu tahun sebelum Masehi. Hasil temuan tersebut menunjukkan manusia Cro-Magnon nenek moyang manusia modern itu tidak mempunyai hubungan genetik sama sekali dengan manusia purba tersebut. http://news. bbc.co.uk/ 1/hi/sci/ tech/3023685. stm The latest research by Giorgio Bertorelle and his team from the University of Ferrara in Italy, compared genetic material from Neanderthals, Cro-Magnon humans and 21st-Century Europeans. The DNA from the Neanderthals and Cro-Magnons was taken from their bones. The genetic material was extracted from cell structures called mitochondria rather than the nucleus. The scientists found that while, unsurprisingly, modern humans show clear genetic signs of their Cro-Magnon ancestry, no such link between Neanderthal DNA and modern man DNA could be established. ----- Original Message ----- From: bhirawa moerdaya To: [EMAIL PROTECTED] com ; religionspiritualit [EMAIL PROTECTED] com ; spiritual-indonesia @yahoogroups. com ; mayapadaprana@ yahoogroups. com ; [EMAIL PROTECTED] .com Sent: Monday, August 25, 2008 5:24 PM Subject: [Mayapada Prana] Fw: [] Teori Evolusi - Suatu Dogma (?) Apakah teori evolusi suatu dogma? Selamat merenungkan. salam, bhirawa_m penganut buddhisme --- On Mon, 8/25/08, Ronces <[EMAIL PROTECTED] com> wrote: From: Ronces <[EMAIL PROTECTED] com> Subject: [] Teori Evolusi - Suatu Dogma. To: [EMAIL PROTECTED] com Date: Monday, August 25, 2008, 8:29 AM Bagi yang pernah membaca-baca buku-buku, situs-situs atau artikel- artikel pro-kontra antara evolutionist vs. non-evolutionist (creationist, dan kelompok2 science kontra evolusi lainnya) Pasti akan bertanya-tanya dalam hati secara kritis - "masih validkah jika teori evolusi dikelompokkan sebagai science ataukah hanya merupakan suatu dogma atau ideologi ? Saya berpendapat bhw teori evolusi tak lebih dari sekedar dogma belaka, nggak jauh berbeda dengan dogma agama. Sama-sama tidak dapat dibuktikan secara "kasat mata". Ingat salah satu jawaban yg paling pamungkas dari para evolusionist untuk mengelak pembuktian proses evolusi secara "kasat mata" adalah dengan menelurkan teori bahwa proses evolusi memakan waktu jutaan tahun bahkan milyaran tahun !!.... wow.....siapa yang sanggup membuktikan proses itu (lha wong umur kita aja cuma sampe 70 tahun aja rata-rata), kecuali umur kita bisa mencapai jutaan tahun maka barulah kita baru bisa membuktikan kebenaran teori evolusi. Saya benar-benar ingin melihat bagaimana sirip ikan dapat berubah kaki dan keluar ke darat utk jalan2, kemudian berubah lagi menjadi sayap sehingga ikan dapat terbang ke udara melalui proses evolusi. ...... huh,,,,, ternyata itu semua hanya ada di dalam film- film. So....teori evousi tak lebih dari dogma (seperti dogma api- neraka dalam agama). Selamat berpikir. Salam, Ronces.