http://www.serambinews.com/old/index.php?aksi=bacaopini&opinid=1907

22/11/2008 08.47 WIB

Islamikah Pendidikan di Aceh
penulis :  Muhammad Yusran Hadi, Lc, MA



PENDIDIKAN membuat manusia cerdas dan maju. Dengan pendidikan memperangaruhi 
watak suatu bangsa  sehingga bangsa itu memiliki peradaban. Maka perlu konsep 
pendidikan yang baik dan benar agar  tidak terjadinya ketimpangan dan 
problematika dalam kehidupan masyarakat.

Dalam konteks Aceh sebagai  daerah  “Syariat Islam”, apakah system 
pendidikannya sudah Islami; apakah sudah dilaksanakan dalam praktik sesuai yang 
diamanahkan Qanun Pendidikan Aceh? Harus diakui, banyak pengelola pendidikan 
itu belum jelas tentang konsep dan bentuk pendidikan Islami. Gilirannya, guru 
atau tenagara pengajar juga tidak memiliki petunjuk teknis bagaimana menerapkan 
pembelajaran yang bernuansa Syariat (Islam)..

Secara konsep, bahwa pendidikan Islami adalah berbasis nilai-nilai Islam, 
komprehensif, integratif dan holistic yang diterapkan dalam proses 
penyelenggaraannya. Agaknya ini yang mengilhami Majelis Pendidikan Daerah (MPD) 
NAD mengadakan seminar Internasional  system pendidikan Islami (9-12 November 
2008) lalu di Banda Aceh.Intinya untuk mendapatkan solusi aplikatif bagi 
kebijabakan dan penerapan sistem pendidikan Islami di Aceh.
                                                              
Fenomena Aceh

Saat ini, mutu pendidikan kita (Indonesia) menempati posisi terendah di Asia. 
Ada beberapa faktor penyebab, baik dari segi muatan isi pendidikan (kurikulum), 
pendidik, maupun moralitas. Di antaranya, sistem pendidikan nasional adalah 
warisan penjajah Belanda. Itu sebabnya proses pendidikan mengalami kegagalan 
dalam misi mencerdaskan bangsa. Kecuali itu, pergantian kurikulum setiap tahun 
sangat merugikan rakyat, karena cenderung menjadi momen tradisi buruk ini 
menjadi  “proyek” bagi instansi/golongan tertentu. Termasuk di Aceh, 
yang menjadikan dunia pendidikan sebagai obyek bagi kalangan (stake kholder) 
dengan program-program yang samasekali tidak menyentuk aspek mutu pendidikan 
itu sendiri.

Aceh, yang menerapkan syariat Islam, ternyata muatan kurikulum pendidikannya 
belum mencerminkan nilai-nilai syariat itu. Misal, kurikulum SD, SMP, SMA 
bahkan perguruan tinggi umum, untuk bahan ajar  Aqidah, Fikih, Alquran dan 
Akhlak tidak mendapat perhatian seperti  halnya pelajaran umum. Pelajaran ini 
belum diajarkan secara komprehensif dan berkesinambungan sehingga berdampak 
kepada kualitas pendidikan dan sosial peserta didik dan masyarakat Aceh, 
umumnya. Yang diajarkan  hanya hal-hal yang tidak urgen dan bermanfaat.  Ambil 
contoh, pendidikan sekolah kita belum mampu memberi pemahaman tentang moral 
bagi anak didik, sehingga masih ditemukan bagaimana kenakalan terjadi bahkan 
tindak kejahatan seperti tawuran antarpelajar/mahasiswa, pencurian, 
khalwat/pacaran, mesum/zina, mengkomsumsi ganja, merokok dan sebagainya . Ini 
indikator kalau pengajaran nilai Islami mengalami kegagalan. Kondisi ini 
diperparah pula dengan akhlak pendidik yang sangat memprihatinkan. Sebagai 
pendidik, seharusnya guru/dosen menjadi uswah (teladan) bagi 
siswa/mahasiswanya, bukan sebaliknya. Selama ini ada "oknum" guru/dosen hanya 
mengajar dan makan gaji, bukan mendidik dan membimbing mereka. Tidak ada rasa 
amanah terhadap kewajibannya sebagai pendidik. Merekapun tidak memberikan 
qudwah (panutan). Sehingga memberi kesan tidak edukatif bagi 
murid/mahasiswanya. Padahal kewajiban guru/dosen bukan hanya mengajar, akan 
tetapu membentuk kepribadian anak didikannya dengan akhlak yang mulia.

Kecuali itu, nilai-nilai budaya Aceh (yang Islami) sudah mengalami kelunturan 
bahkan nyaris punah. Misal, memberi ruang bagi munculnya tindakan khalwat, baik 
dalam proses belajar maupun dalam pergaulan mereka di luar itu. Pergi dan 
pulang kampus barengan antara laki dan perempuan yang bukan muhrim sudah 
menjadi trend, bahkan tanpa rasa malu si perempuan berboncengan motor memeluk 
si laki. Pacaran dan pergaulan bebas mewarnai dan menodai lingkungan pendidikan 
kita,  atau tentang cara berpakaian yang tidak menganut norma-norma agama.. 
Ironisnya, pihak berwenang seperti kepala sekolah/Rektor dan para guru/dosen 
diam saja, hanya menjadi penonton  tanpa berusaha amal ma‘ruf nahi munkar. 
Pembiaran non budaya Islami, telah mengakibatkan tatanan kehidupan masyarakat  
menjadi bobrok.. 

Bagaimana pendidikan di negeri luar? Sangat beda dengan di negeri kita. 
Nilai-nilai moral begitu  terasa dalam sistem pendidikan mereka. Agaknya, ini 
patut kita becermin dan mengadopsi sitem pendidikan Negara luar (yang Islami).. 
Sebutlah di antaranya Universitas al-Azhar,  atau di Malaysia, saya melihat hal 
menarik yang patut kita contoh dalam menerapkan pendidikan Islami di Aceh.  Di 
antaranya persyaratan utama untuk masuk universitas tersebut yaitu mampu 
membaca Alquran dengan baik dan bertajwid, di samping  harus lulus standar 
ujian bahasa Arab atau Toafl. Itu juga ditunjukkan sikap para pengajarnya yang 
jujur, ikhlas dan amanah. Mereka mengajarkan ilmu kepada para mahasiswa dengan 
ikhlas dan sungguh-sungguh. Memulai belajar dengan basmallah atau tahmid 
(pujian kepada Allah), dan menutupnya dengan hamdallah atau doa. Di sela-sela 
pengajaran ada taushiah (nasehat), dan mereka benar-benar menjadi uswah . 
Pembentukan akhlak dan budaya Islami di lingkungan pendidikan mereka menjadi 
prioritas para guru dan dosen.

 Demikian pula adanya sejumlah aturan, misal, aturan pakaian yang sopan dan 
syar‘i., yaitu pakaian  yang harus menutup aurat, tidak tipis 
(transparan), tidak membentuk lekuk-lekuk tubuh (ketat) dan tidak menyerupai 
pakaian lawan jenis, juga tidak merokok di kampus,larangan couple (pacaran atau 
khalwat), menyontek, pornografi dan pornoaksi, adanya pemisahan antara 
siswa/mahasiswa laki-laki dan perempuan, baik di kelas, kampus maupun asrama. 
Begitu juga dengan sarana dan fasilitas olah raga, internet dan entertainment 
(hiburan). 

Kurikulum yang berkualitas, termasuk kewajiban menghafal Alquran.. Ada program 
tambahan yaitu tahfiz. Maka tidak heran seorang sarjana kedokteran atau tehnik 
sipil mampu menghafal Alquran. Islamisasi knowledge (ilmu pengetahuan) 
merupakan bagian 

 Kita berharap kepada Pemerintah Aceh dan instansi terkait lainnya (dalam hal 
ini Depag, Dinas Pendidikan, dan MPD) dapat merumuskan konsep pendidikan Islami 
dan menerapkannya dalam pendidikan di Aceh. Friman Allah (Q.S, Ar Ra‘ad); 
“?Se?sungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum 
mereka mengubah diri mereka sendiri”. Wallahualam bisshawab.

Penulis adalah dosen IAIN Ar Raniry, B.Aceh

Kirim email ke