Kamis Putih:  Kel 12:1-8.11-14; 1Kor 11:23-26; Yoh 13:1-15

“Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga
berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.”

 

Dalam suatu perjamuan pesta,
seperti pesta perkawinan, aneka pesta keagamaan atau kemasyarakatan, dst..,
mereka yang menjadi pemimpin pesta bertindak sebagai koordinator. Sebagai
koordinator ia menerima laporan kegiatan dari para pembantu atau pekerjannya
dan ia sendiri tidak atau jarang menyentuh atau melakukan pekerjaan-pekerjaan
kasar dan kotor. Ada kemungkinan ia
bertindak dengan ‘main perintah’ atau ‘memberi petunjuk’ serta tidak pernah
melakukan sendiri apa yang ia perintahkan atau tunjukkan kepada orang lain atau
para pembantunya. Dalam tradisi Yahudi yang menjadi pemimpin pesta perjamuan
Paskah adalah kepala rumah tangga, dan rasanya sebagai pemimin pesta ia juga
tidak pernah melakukan tugas pekerjaan yang kotor dan kasar. Yesus bersama
dengan para rasul mengadakan pesta Paskah dan yang menjadi pemimpin pesta
adalah Yesus sendiri. Sangat menarik dan mengesan bahwa sebagai pemimpin pesta
Ia melayani dan memberi teladan dengan mencuci kaki para rasul. “Mengertikah 
kamu apa yang telah Kuperbuat
kepadamu? Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang
Akulah Guru dan Tuhan. Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan
dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah
memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti
yang telah Kuperbuat kepadamu” (Yoh 13:12-15), demikian sabdaNya kepada
para rasul/murid, setelah Ia membasuh kaki mereka.       

 

“Jikalau
Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib
saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu,
supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu”

 

Kaki atau telapak kaki adalah
bagian anggota tubuh yang paling bawah dan pada umumnya kotor. Di telapak kaki
dan jari kaki terpusatlah aneka jaringan syaraf, maka sering ada penyembuhan
orang sakit dengan ‘pijat refleksi’, yang tidak lain adalah memijat jari-jari
telapak kaki atau seluruh telapak kaki. Derap-langkah tubuh kita juga
tergantung dari kesehatan dan kebugaran kaki/telapak kaki, di atas telapak kaki
berdiri seluruh tubuh. Membasuh kaki berarti membersihkan atau menyehatkan,
namun tugas membasuh kaki pada umumnya dilakukan oleh para pelayan. Yesus, Guru
dan Tuhan kita, membasuh kaki para murid, yang berarti melayani, dan kepada
para murid diberi perintah untuk berbuat sama seperti yang Ia lakukan yaitu
‘saling membasuh kaki’, maka marilah kita sebagai murid-murid Yesus mawas diri:
sejauh mana kita telah saling membasuh kaki atau saling melayani.

 

Sikap dan perilaku melayani ini
hendaknya pertama-tama dan terutama dilakukan oleh para pemimpin, atasan atau
petinggi di dalam hidup dan kerja bersama. Dengan kata lain hendaknya seorang
pemimpin menghayati kepemimpinan partisipatif: memberi contoh atau teladan
melayani serta mendengarkan mereka yang harus dilayani atau dipimpin. Pemimpin
hendaknya ‘turba’, turun ke bawah, dengan mendatangi mereka yang dipimpin dan
seoptimal mungkin bersama dengan mereka, sesuai dengan kesempatan dan
kemungkinan yang ada. Hendaknya juga memberi perhatian yang memadai bagi mereka
yang miskin dan berkekurangan, entah dalam hal hati, jiwa, akal budi, tubuh
atau harta benda. Perhatikan juga para pelayan, petugas kebersihan, satpam dan
lain-lain yang sungguh membaktikan hidupnya demi kehidupan dan kerja bersama. 

 

Kita semua dipanggil untuk saling
melayani dan membersihkan atau membahagiakan. Maka marilah dengan rendah hati
kita saling memperhatikan, kita perhatikan kekurangan dan kelemahan yang ada,
bukan untuk disebarluaskan melainkan untuk disembuhkan dan dikuatkan. Apa-apa
yang membuat kotor hidup seseorang hendaknya dengan rendah hati dibersihkan.
Agar kita dapat saling melayani dengan baik hendaknya meneladan Yesus, yang
melepaskan ‘kebesaranNya’ untuk menjadi sama dengan kita, manusia: sikapi dan
perlakukan sesama dan saudara-saudari kita sebagai sahabat. Tentu saja hal ini
pertama-tama dan terutama harus dihayati oleh para orangtua/ayah- ibu terhadap
anak-anaknya, sedangkan di kantor atau tempat kerja para pemimpin atau atasan
hendaknya juga menyikapi anggota atau bawahan sebagai sahabat, dst.. 

 

“Sebab
setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian
Tuhan sampai Ia datang” (1Kor 11:26)
 

 

Pesta Kamis Putih hari ini juga
menjadi inspirasi bagi kita perihal Perayaan Ekaristi, yang setiap kali atau
sering kita rayakan, dan di dalam perayaan tersebut kita ‘makan roti dan minum
cawan’, menyantap Tubuh Kristus dan meminum DarahNya. “Perayaan Ekaristi adalah 
tindakan Kristus sendiri dan Gereja: di
dalamnya Krsitus Tuhan, melalui pelayanan imam, mempersembahkan diriNya kepada
Allah Bapa dengan kehadiranNya secara substansial dalam rupa roti dan anggur,
serta memberikan  DiriNya sebagai
santapan rohani  kepada umat beriman yang
menggabungkan diri dalam persembahanNya” (KHK kan 899 $1 ).

 

“Kamu memberitahukan kematian Tuhan sampai Ia datang” , demikian
pesan Paulus kepada kita semua yang setiap kali menyantap Tubuh Kristus dan
minum DarahNya di dalam Perayaan Ekaristi. “Memberitahukan kematian Tuhan”
berarti mengenangkan persembahan diri Yesus secara total dalam diri kita
masing-masing. Dengan kata lain dengan makan dan minum Tubuh dan Darah Kristus
berarti kita dihidupi olehNya, meneladan cara bertindakNya yang mempersembahkan
diri seutuhnya demi keselamatan seluruh bangsa manusia. Kita dipanggil untuk
saling mempersembahkan diri seutuhnya, dan rasanya hal ini para orangtua,
bapak-ibu dapat menjadi teladan atau contoh konkret. Bukankah bapak-ibu,
sebagai laki-laki dan perempuan yang berbeda satu sama lain, telah saling
mempersembahkan diri dengan berusaha bersehati, bersejiwa, berseakal budi dan
bersetubuh? Apa yang telah dihayati berdua dalam kasih tersebut hendaknya
disebarluaskan dalam hidup sehari-hari. 

 

Bagi kita masing-masing
“memberitahukan kematian Tuhan sampai Ia datang” berarti kita sejak kini sampai
mati senantiasa mempersembahkan diri seutuhnya kepada panggilan, tugas
pengutusan atau pekerjaan kita masing-masing. Maka dengan ini kami mengingatkan
kita semua: (1) bagi para peserta didik atau mahasiswa hendaknya sungguh
belajar sehingga lulus atau selesai belajar pada waktunya dengan baik dan
memuaskan semua orang, (2) bagi para pekerja/pegawai hendaknya sungguh bekerja
sehingga terampil bekerja dan dengan demikian terus bekerja sampai mati, (3)
bagi yang terpanggil untuk hidup berkelurga, imamat atau membiara hendaknya
setia dan taat pada panggilannya sampai mati, dst.. Marilah kita sungguh
memberikan atau mempersembahkan diri kita seutuhnya pada panggilan, tugas
pengutusan atau pekerjaan kita masing-masing. Marilah kita hayati bersama-sama
salah satu motto Bapak Andrie Wongso ini: “Kasih
dan perhatian adalah kekuatan! Jika setiap hari kita mau memberikan kasih dan
perhatian kepada orang-orang di sekeliling kita, hidup akan terasa bahagia dan
lebih bermakna” 

 

“Berharga di mata TUHAN kematian semua orang yang dikasihi-Nya. Ya TUHAN,
aku hamba-Mu! Aku hamba-Mu, anak dari hamba-Mu perempuan! Engkau telah membuka
ikatan-ikatanku! Aku akan mempersembahkan korban syukur kepada-Mu, dan akan
menyerukan nama TUHAN, akan membayar nazarku kepada TUHAN di depan seluruh
umat-Nya”(Mzm 116:15-18)



 

Jakarta, 9 April 2009

         




      
___________________________________________________________________________
Dapatkan alamat Email baru Anda!
Dapatkan nama yang selalu Anda inginkan sebelum diambil orang lain!
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/id/

Kirim email ke