Kecewa Dibandingkan Satpam di Komisi VII, Dirut Pertamina Berkaca-kaca 

JAKARTA - Untuk yang kedua, rapat dengar pendapat (RDP) manajemen PT Pertamina 
(Persero) dengan Komisi VII DPR tidak berjalan mulus. Bila sebelumnya RDP 
diakhiri lebih awal karena Dirut Pertamina harus mendampingi presiden, kemarin 
rapat ditutup di tengah jalan karena Komisi VII DPR merasa tersinggung.

Pemicunya adalah surat yang dikirimkan Corporate Secretary Pertamina Toharso. 
Dalam surat tersebut, manajemen BUMN migas itu merasa kecewa atas tindakan 
anggota komisi VII saat RDP dengan Pertamina pada Selasa, 10 Februari lalu. 
Wakil rakyat yang membidangi bidang energi itu pun langsung marah karena 
menganggap Pertamina mengintervensi.

Sebenarnya, rapat yang dimulai pukul 14.00 kemarin berlangsung cukup lancar.. 
Setelah memaparkan jawaban atas pertanyaan anggota Komisi VII DPR pada RDP 10 
Februari lalu tentang kinerja sektor hulu dan perkembangan blok Natuna, Dirut 
Pertamina Karen Agustiawan menyerahkan jawaban selanjutnya kepada Direktur 
Pemasaran dan Niaga Achmad Faisal.

''Untuk pertanyaan tentang direktorat pengolahan akan disampaikan oleh Pak 
Faisal karena Bu Rukmi (direktur Pengolahan Rukmi Hadihartini) tidak bisa 
hadir,'' ujarnya.

Namun, Wakil Ketua Komisi VII DPR Sonny Keraf tiba-tiba memotong pembicaraan. 
Dari meja pimpinan, anggota Fraksi PDIP itu meminta klarifikasi atas surat yang 
dikirimkan Pertamina tersebut. ''Kami menerima surat dari Pertamina tertanggal 
13 Februari 2009 perihal RDP dengan komisi VII,'' katanya.

Sonny kemudian membacakan surat yang ditandatangani Toharso dan ditembuskan 
kepada ketua DPR RI, menteri BUMN, komisaris Pertamina, dan Dirut Pertamina 
tersebut. Ada lima poin yang tertulis dalam surat itu. Tapi intinya, Pertamina 
mempersoalkan pertanyaan anggota Komisi VII DPR yang jauh menyimpang dari pokok 
bahasan rapat.

Seperti petanyaan tentang proses penunjukan Dirut dan Wadirut, bahkan 
mempertanyakan kelayakan dan kemampuan mereka. Akibatnya, Pertamina kecewa 
melihat jalannya rapat yang tidak sesuai dengan tata tertib yang berlaku di DPR 
dan menyimpang dari pokok bahasan. 

Setelah membacakan surat tersebut, Sonny segera meminta klarifikasi. ''Sebelum 
rapat dilanjutkan, saya minta klarifikasi. Terus terang, saya tersinggung 
karena saya yang memimpin rapat,'' ujarnya. Toharso yang menandatangani surat 
tersebut segera memberikan jawaban. ''Kami hanya belajar dari tata tertib DPR, 
karena memang tidak seusai dengan tatib pasal 110 dan 111,'' katanya.

Anggota Komisi VII DPR Alvin Lie segera menimpali. ''Sekretaris kabinet, 
sekretaris negara, bahkan presiden tidak pernah membatasi apa yang 
dipertanyakan DPR. Surat itu atas inisiatif pribadi atau saran Dirut?'' 
tanyanya. Karen yang baru dua belas hari duduk di kursi Dirut itu mengatakan, 
inisiatif pengiriman surat merupakan saran dari corporate secretary dan 
corporate legal Pertamina. Karen juga mengakui, surat tersebut sudah 
sepengetahuan dirinya.

Mendengar hal itu, Sonny menyatakan kekecewaan Komisi VII DPR atas tindakan 
manajemen baru Pertamina. ''Saya orang pertama yang sangat kecewa. Jadi, rapat 
ini ditunda sampai waktu yang tidak ditentukan, sampai Pertamina bisa 
kooperatif,'' ujarnya.

Rapat pun bubar. Karen buru-buru meninggalkan ruangan komisi VII. Saat dicegat 
wartawan, Karen hanya berujar singkat. ''Kami akan jawab semua pertanyaan, 
bukan penghinaan. Masak direksi disamakan dengan satpam, itu kan sudah 
keterlaluan,'' ujarnya dengan wajah memerah dan mata sembab berkaca-kaca.

Minta Ganti Direksi 

Pada RDP 10 Februari lalu, suasana rapat jauh lebih panas. Saat itu, untuk kali 
pertama Karen, yang baru diangkat sebagai Dirut Pertamina pada 5 Februari, 
menghadapi Komisi VII. Dalam rapat tersebut Jawa Pos mencatat, sedikitnya ada 
68 pertanyaan yang dilontarkan anggota dewan.

Di awal rapat, Karen memaparkan secara singkat perkembangan kinerja Pertamina 
pada 2007 dan 2008. Paparan tersebut kemudian dinilai terlalu standar oleh 
beberapa anggota dewan.

Anggota Komisi VII dari Fraksi PDIP Effendi Simbolon mengatakan, Karen sebagai 
Dirut baru tidak memaparkan secara spesifik langkah-langkah strategis yang 
dijalankan Pertamina untuk mengejar cita-cita menjadi world class company. 
''Kalau cuma memaparkan bahan seperti itu, satpam juga bisa,'' ujarnya.

Toharso menegaskan, surat yang dikirimkan itu bukan bentuk intervensi kepada 
DPR. ''Ini bukan intervensi. Kalau dianggap seperti itu, kami akan klarifikasi. 
Mana berani kami intervensi DPR. Cuma ini hal yang baru, hanya inisiatif 
corporate secretary,'' katanya.

Namun, Komisi VII yang telanjur tersinggung mengancam akan menindaklanjuti 
tindakan Pertamina tersebut. ''Sanksinya, kalau kami merasa Pertamina tidak 
bisa kooperatif karena tidak mau diawasi, kami akan minta presiden mengganti 
direksi yang baru,'' ujarnya.

Sebagai tindak lanjut, tambah Sonny, Komisi VII segera mengundang Menteri BUMN 
Sofyan Djalil, Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro, dan dewan komisaris Pertamina. 
''Surat Pertamina itu telah melecehkan DPR,'' katanya.

Dimintai tanggapannya, Sofyan Djalil mengaku belum menerima surat tersebut. 
''Mungkin sudah di kantor, tapi saya belum menerima,'' ujarnya. Sepanjang pekan 
lalu Sofyan memang melakukan kunjungan ke Timur Tengah.

Soal langkah DPR yang meminta pemerintah mengevaluasi direksi baru Pertamina, 
Sofyan mengatakan, pihaknya tidak akan bertindak sejauh itu. ''Enggaklah, 
(kalau hanya karena) cuma surat itu. Minta maaf saja nanti. Substansinya 
mungkin oke, tapi mungkin cara menulisnya saja,'' katanya.

Menurut dia, hal tersebut bisa menjadi pelajaran berharga bagi direksi baru 
Pertamina. ''Mungkin Karen baru, jadi mereka belum tahu hubungan dengan Komisi 
VII. Ini istilah manajemennya pembelajaran. Kurva pembelajarannya masih pendek. 
Mudah-mudahan makin lama makin bagus,'' paparnya.

Berdasar catatan Jawa Pos, semasa masih menjabat direktur hulu Pertamina, Karen 
memang beberapa kali tampak kewalahan menghadapi serbuan pertanyaan anggota 
dewan. Sebab, pertanyaan itu terkadang melebar di luar aspek teknis.

Sebenarnya, tak hanya Pertamina yang mendapat pertanyaan-pertanyaan tajam dari 
Komisi VII. Direksi PLN hampir selalu mendapatkan perlakuan serupa. Namun, 
selama ini Dirut PLN Fahmi Mochtar terlihat cukup piawai meladeni 
pertanyaan-pertanyaan anggota dewan. Bahkan, setiap setelah RDP, direksi PLN 
menyempatkan diri bercengkerama dengan mereka. (owi/oki)
 
http://jawapos.com/halaman/index.php?act=detail&nid=52809

 
http://media-klaten.blogspot.com/
 
 
 
salam
Abdul Rohim


      

Kirim email ke