Salam...

Apakah manusia adalah sesuatu yang baru? Apakah bumi ini adalah sesuatu yang 
baru? Apakah kehidupan adalah sesuatu yang baru? Atau apakah kesemua-annya itu 
adalah barang lama? Atau ‘stok lama’ barang baru?
 
Sederet pertanyaan serupa diatas sering membikin para cerdik pandai dan tokoh 
ulama ‘tengkar’ dan saling menghujat karena sering diakhir cerita kedua 
kelompok saling ‘mempertahankan’ Tuhan dengan kesungguhannya dalam pemahaman 
masing-masing. 
Perkara ini beda dengan ‘sindiran’ Gus Dur yang  mengatakan ‘Tuhan kok 
dibela-bela, Tuhan tidak membutuhkan pembelaan dari makhluknya’ .
 
Dimana bedanya? 
Sindiran Gus Dur itu ditujukan kepada orang-orang yang hobbinya ribut/tengkar 
ketimbang mencari solusi, dan perseteruan di kalangan cerdik pandai (filsuf) 
dengan tokoh ulama (teologis) ditujukan kepada kebenaran akan fakta yang 
dibuktikan dengan argumen rasional.
 
Kita lihat apa yang dikatakan oleh para ulama (Mutakallimin) tentang alam di 
sekeliling kita. Menurut para ulama besar tempoe doeloe bahwa segala sesuatu 
yang ada di alam semesta ini adalah barang baru, termasuk manusia, bumi, 
planet, bintang , peyek, bakwan, ikan, setan, malaikat dan lain-lain. Semua hal 
mulai dari yang receh sampai dengan yang terbesar seperti langit dan bumi 
beserta isinya adalah sesuatu yang baru…
 
Pendapat ini disodorkan sebagai argumen rasional dengan memberikan 
contoh-contoh yang paling sederhana sampai kepada contoh yang kompleks. Contoh 
sederhana misalnya, manusia.
Manusia adalah barang baru karena dulu sebelum bermilyar-milyar tahun yang lalu 
manusia tidak/belum ada. Dari tidak ada menjadi ada disebut sebagai sesuatu 
yang baru. Mobil adalah sesuatu yang baru, karena pada jaman romawi belum ada 
mobil. Adanya mobil saat ini berasal dari tidak ada sebelumnya.
 
Setan, Jin, Malaikat, Strum listrik, Nuklir, gelombang infra merah, Sinar X, 
juga adalah barang baru. Alasannya sama…duuuluuuu bertriliun-triliun tahun 
sebelum ada langit dan bumi ‘benda-benda’ inipun belum ada. Karena mereka ada 
dari sesuatu yang tadinya tidak ada, maka benda-benda tersebut adalah benda 
baru.
 
Pertanyaannya sekarang, kalau semua ‘benda-benda’ itu baru, baik yang phisik, 
metaphisik, prophisik dan yang imateri apakah ada gerangan yang tidak baru? 
Tentu ada, menurut para ulama besar (Mutakallimin) yang bukan barang baru 
adalah Tuhan semata. Tuhan bukanlah barang baru karena kalau dirunut sampai 
kemanapun, ber milyar-milyar triliun tahun sekalipun…, Tuhan sudah ada dan 
tidak pernah berawal. Jadi bagi Imam Ghozali misalnya, (tokoh mutakallimin) 
kafirlah mereka yang mengatakan bahwa ada ‘barang’ lain yang ada sejak jaman 
sebelum penciptaan.
 
Argumen kelompok ulama ini mengatakan, kalau ada sesuatu yang ‘ada’ dan tidak 
pernah tidak ada selain Tuhan, maka sesuatu itu pasti tidak membutuhkan pada 
satu penciptaan, atau penyebab keterciptaannya. 
Ini tidak mungkin karena kalau demikian adanya maka ‘sesuatu’ itu sudah 
menyamai Tuhan. Dan Tuhan adalah keberadaan yang niscaya secara esensi. Dalam 
berbagai argumen pembuktian, jelas menunjukkan hasil akhir bahwa sesuatu yang 
keberadaannya niscaya secara esensial adalah TUNGGAL. Jadi tidak mungkin ada 2 
TUNGGAL…, Tunggal dibawa kemanapun artinya tetap sama , yaitu SATU!
 
Argumen rasional dari kelompok ulama ini dijawab oleh para cerdik pandai 
(filsuf) abad pertengahan dengan mengatakan ‘Bahwa kebutuhan akan sebab dan 
penciptaan tidak ada kait mengkaitnya dengan apakah ‘benda’ itu  tidak pernah 
tidak ada, tapi lebih tergantung kepada esensi (zhat) itu sendiri. Apakah 
esensi  keberadaannya niscaya atau mungkin. (eksistensi niscaya atau eksistensi 
mungkin) .
 
Sebagai contoh, 
Sinar matahari berasal dari matahari. 
Dan sinar itu tidak mungkin bisa terpisah dari matahari.  
Keberadaan sinar matahari itu tergantung 100% kepada matahari.
Dan satu hal lagi, keberadaan sinar matahari adalah pemberian dari matahari..
Sinar matahari ini akan senantiasa ada, baik kita bayangkan ataupun tidak, 
sinar matahari ini tidak akan pernah terlepas dari matahari.
Sinar matahari ‘ada’ sejak awal keberadaan matahari.
 
Disini coba kita ambil satu perumpamaan, umpamanya matahari ini tidak 
berpermulaan, apakah kemudian sinarnya mempunyai permulaan? Tentu tidak, Adanya 
matahari otomatis adanya sinar matahari.
Matahari adalah matahari, dan sinar matahari adalah sinar matahari. 
 
Begitu pula dengan keberadaan ‘sesuatu’ yang lain yang tidak pernah 
berpermulaan, bukan berarti ‘sesuatu’ itu sama dengan Tuhan. Bedanya 
perumpamaan diatas dengan Tuhan adalah di ‘KEHENDAK DAN PERBUATANNYA’. Matahari 
tidak mempunyai kehendak terhadap sinarnya, tapi Tuhan mengetahui apa yang 
diperbuatNya.
 
Perumpaman seperti ini jelas ditulis dikitab suci Al-quran :
 
“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, 
adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita 
besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang 
bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang 
berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) 
dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir 
menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), 
Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah 
memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui 
segala sesuatu.(An-Nuur : 35 )
 
Sekarang kita sudah melihat dua kelompok menterjemahkan isi alam semesta ini, 
ulama jaman dulu mengatakan semua yang ada dialam semesta ini  adalah sesuatu 
yang baru dan berasal dari ketidak adaan, dan kelompok cerdik pandai mengatakan 
bukan demikian, semuanya berasal dari sesuatu yang ada.



Salam,



Iman K.
www.parapemikir.com 
 


      

Kirim email ke