Meski dianggap lemah, Majelis Rendah Parlemen Prancis akhirnya dengan
mutlak meloloskan larangan cadar di tempat umum.

Dari 557 kursi di Majelis Rendah, 335 menyetujui, satu menolak, dan
sisanya abstain.

Keputusan untuk melarang penggunaan penutup muka dari yang namanya
cadar, burka maupun niqab ini, akan dibawa ke Senat untuk dijadikan
Undang-Undang.

Larangan ini mendapat dukungan kuat di kalangan warga Prancis, walau
pengritiknya mengatakan hanya sedikit sekali warga muslim Prancis yang
mengenakan penutup muka.

Pengamat masalah sosial Prancis yang bekerja di Centre National de la
Recherche Scientifique (semacam lembaga ilmu pengetahuan) Prancis Dr
Francois Raillon mengatakan kepada BBC bahwa keputusan ini
dibayang-bayangi oleh banyaknya anggota partai oposisi utama, Partai
Sosialis, yang abstain.


''Partai Sosialis menganggap ada persoalan yang lebih mendesak untuk
dibahas ketimbang masalah niqab ini, yaitu persoalan pensiun yang
menyangkut hajat hidup orang banyak,'' kata Raillon.

''Pemerintah di mata partai oposisi memperalat isu niqab untuk
mendekati kalangan ekstrim kanan.''

Pemerintah Prancis sejak lama mengatakan bahwa penutup muka tidak bisa
diterima karena alasan sosial dan keamanan. Dari sisi sosial,
pemerintah berpendapat pemakaian cadar membuat kesan bahwa warga yang
memakainya tidak menghormati nilai-nilai sekuler Prancis.

Sementara pengamat masalah Islam di Centre National de la Recherche
Scientifique Dr Andre Feilllard, masyarakat luas Prancis mempersoalkan
cadar dari segi jender.

"Dari sudut pandang masyarakat Prancis sendiri, saya kira itu lebih
banyak dari segi hak perempuan untuk tidak memakai jilbab," kata
Feillard menambahkan.

Dia mengingatkan bahwa sentimen masyarakat Prancis, khusus kaum
wanita, terhadap perjuangan jender memang sangat kuat mengingat bahwa
banyak hak-hak dasar wanita baru bisa diperoleh dalam waktu yang boleh
disebut "belum lama".

"Hak untuk memilih saja baru diberikan kepada perempuan di Prancis
pada tahun 1945," ujar Feillard.

Pada awal bulan Mei 2010, parlemen mengesahkan resolusi yang tidak
mengikat, yang menyebutkan bahwa cadar merupakan bentuk pelecehan
nilai-nilai kehormatan dan kesetaraan yang dianut negara itu.

Langkah-langkah yang dilakukan pemerintah Prancis untuk melarang
pemakaian cadar sekarang ini sudah lebih dulu bertiup di berbagai
negara Eropa, termasuk Belgia, Belanda dan Spanyol.

Belgia sudah melarang cadar di tempat-tempat umum. Tetapi sebelumnya,
pada tahun 2004, Prancis mengeluarkan peraturan yang melarang
pemakaian simbol-simbol agama di sekolah dasar dan sekolah menengah
negeri.

Di Belanda, imbauan pelarangan cadar terdengar semakin keras
akhir-akhir ini. Sementara di Spanyol, langkah keras kelihatannya
masih belum terlihat.

Di Majelis Nasional Prancis, Majelis Rendah, tidak banyak yang
meneriakkan soal kebebasan sipil yang akan cedera oleh larangan cadar.
Juga tidak terdengar kekhawatiran larangan tersebut akan menyulut
sentimen anti-Islam.

Denda dan penjara

Pada bulan Maret 2010, badan administrasi tertinggi Prancis, Dewan
Negara, memperingatkan bahwa UU anticadar bisa dinyatakan bertentangan
dengan konsititusi.

Para pengacara senior mengatakan pula, UU itu sangat mungkin gugur di
Mahkamah Eropa bila ada pihak yang menggugatnya.

Sebab, di tingkat Eropa, kebebasan berekspresi dan kebebasan beragama
tidak dapat diganggu gugat.

Berdasarkan RUU cadar ini, pakaian yang menutup wajah tidak dibolehkan
dipakai di tempat-tempat umum di Prancis.

Yang melanggar larangan ini dikenai denda 150 ero (lebih Rp 2 juta).

Sedangkan siapa saja yang kedapatan memaksakan pemakaian cadar kepada
wanita, akan dikenai hukuman penjara satu tahun dan denda 30,000 ero
(lebih Rp 340 juta). Bahkan, denda akan dilipatduakan jika orang yang
dipaksa memakai cadar adalah anak-anak di bawah umur.

Sementara itu, seorang pengusaha yang ikut mencalonkan diri dalam
pemilihan Presiden Prancis tahun 2007, Rachid Nekkaz, mengumpulkan
dana untuk membayar denda bagi siapa saja yang tertangkap memakai
cadar.

Walaupun dia sendiri menentang burka, Nekkaz menegaskan larangan itu
tidak demokratis.

Sebagaimana diketahui, pemerintah Prancis memperkirakan hanya sekitar
2.000 wanita di Prancis yang memakai kerudung yang menutup seluruh
wajah.

Namun, bagi banyak orang, khususnya di Prancis dan Eropa, cadar
menjadi simbol dari apa yang mereka lihat sebagai islamisasi bertahap
atas berbagai bagian masyarakat Prancis.

Kirim email ke