http://www.klik-galamedia.com/indexrubrik.php?wartakode=20090225075837&idkolom=kisah


Rabu, 25 Februari 2009

Merayu Laki-laki Hingga Ludes Hartanya (1)
Tutup Warem, Aku Tidak Mau Lagi Cari Mangsa

SETELAH pihak berwajib menumpas habis-habisan praktik peredaran minuman keras, 
sejumlah diskotek, kafe, dan ratusan warung remang-remang (warem) di Kab. 
Indramayu nyaris gulung tikar. Hilangnya sejumlah tempat hiburan, membuat para 
wanita "pelayan" kehilangan penghasilan. Namun masih ada di antaranya kini 
masih gentayangan mencari mangsa di malam hari. Sebut saja namanya Darsiah 
(24), salah seorang mantan pelayan warem yang blak-blakan menceritakan 
pengalamannya dalam merayu laki-laki hingga kegilaan. Bagaimanakah kisahnya? H. 
Undang Sunaryo mengisahkannya.

HILANGNYA sejumlah warem di kawasan Cangkingan, Kec. Sliyeg, Kab. Indramayu 
diharapkan menjadi pelajaran bagi sejumlah laki-laki hidung belang yang doyan 
minum minuman keras dan suka mengumbar seksual dengan wanita penghibur.

Diharapkan pula, para lelaki hidung belang segera bertobat dan kembali ke 
pangkuan keluarganya. Uang jutaan hasil jerih payah, tanpa merasa lebar selalu 
dihambur-hamburkan untuk mencari kepuasan bersama para wanita pemuas nafsu 
sahwat. 

Setelah warem ditutup akibat pemiliknya takut dan trauma terjaring operasi 
miras, jelas membuat aku dan ratusan wanita pelayan warem lainnya kehilangan 
mata pencaharian. Meski demikian ternyata masih ada teman-temanku yang nekat 
gentayangan mencari mangsa lelaki langganannya.

Namun bagiku, pasca ditutupnya sejumlah warem, aku tak mau lagi mencari mangsa. 
Selama ini aku berdiam di rumah bersama ayah ibu dan ketiga adik-adikku yang 
masih sekolah. Aku bersyukur selama bertahun-tahun menjadi pelayan warem dan 
sudah berkali-kali meladeni laki-laki hidung belang di luar waktu jualan, mampu 
menyulap kehidupan keluargaku.

Sekarang aku sedang menikmati tinggal di rumah permanen. Rumah yang terbilang 
mewah beserta isinya yang aku bangun setahun silam. Aku juga punya sejumlah 
uang yang sekarang didepositokan di bank. Dari hasil deposito, bisa digunakan 
untuk kebutuhan sehari-hari dan membantu biaya adik-adik yang masih sekolah. 

Dengan hasil uang sisa usaha itu rasanya aku sudah lebih dari cukup untuk 
ukuran hidup seperti aku. Hidup sederhana namun penuh keharmonisan dengan 
orangtua dan saudaraku, merupakan sebuah anugrah yang tak ternilai. Aku 
sekarang sangat mensyukuri dan menikmati apa yang telah aku dapatkan. 

Rumah tempat tinggal beserta isinya aku bangun itu, menghabiskan uang lebih 
dari Rp 100 juta. Uang tersebut aku peroleh dari lima lelaki yang pernah aku 
keret dalam waktu dua tahunan. Sementara uang deposito yang tak perlu aku 
sebutkan jumlahnya, diperoleh dari hasil usaha menjadi pelayan warem di malam 
hari.

Aku terlahir dari keluarga petani miskin di salah satu desa di Kec. 
Kedokanbunder, Kab. Indramayu. Setelah lulus SD, aku berminat bekerja sebagai 
pelayanan warem. Secara kebetulan di kawasan Cangkingan dan sekitarnya terdapat 
ratusan warem yang pelayannya kebanyakan perempuan asal daerahku sendiri.

Konon warem di Cangkingan tumbuh sejak tahun '67-an. Dulunya masyarakat 
setempat ingin mengubah kehidupan dengan cara berjualan makanan dan minuman 
sambil ditunggui sejumlah gadis-gadis kampung. Barang yang dijual hanyalah 
aneka makanan ringan dan minuman khas speerti kopi, susu, dan teh tubruk. Para 
lelaki yang sedang mencicipi makanan dan minuman itu merasa puas dengan 
pelayannya yang sopan, lugu, dan mau dirayu. (bersambung

Kirim email ke