http://batampos.co.id/opini/opini/negara_mengorbankan_hak_buruh/

      Negara Mengorbankan Hak Buruh  


      Rabu, 05 November 2008  
      Ketika SKB Empat Menteri Terbit 

      Oleh: Dr M. Hadi Shubhan
      Dosen Hukum Perburuhan Fakultas Hukum Unair dan Ketua Unit Konsultasi dan 
Bantuan Hukum (UKBH) FH Unai. 

      Satu lagi kebijakan pemerintah yang menyengsarakan buruh/pekerja 
dikeluarkan. Kebijakan tersebut tertuang dalam surat keputusan bersama (SKB) 
empat menteri yang ditandatangani oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 
Menteri Perindustrian, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Perdagangan Mari Elka 
Pangestu. 

      Meskipun SKB empat menteri itu berjudul "Pemeliharaan momentum 
pertumbuhan ekonomi nasional dalam mengantisipasi perkembangan perekonomian 
global", isi utamanya sebenarnya mengatur masalah penetapan upah minimum. SKB 
empat menteri tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di 
bidang perburuhan. 

      Dalam pasal tiga SKB tersebut dijelaskan bahwa gubernur dalam menetapkan 
upah minimum mengupayakan agar tidak melebihi pertumbuhan ekonomi nasional. 
Pasal itu bertentangan dengan pasal 88 a(4) UU 13 Tahun 2003 tentang 
Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa pemerintah menetapkan upah minimum 
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf a berdasar kebutuhan hidup layak 
dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. 

      Selain itu, pengaturan upah minimum sudah secara tegas diatur dalam 
Permenaker No 1/1999 jo Kepmenakertrans No 226/2000 tentang Upah Minimum. 
Penghitungan kebutuhan hidup layak juga sudah diatur secara terperinci di dalam 
Permenakertrans No 17/2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian 
Kebutuhan Hidup Layak. Dengan demikian, pasal 3 SKB ini bertentangan pula 
dengan Permenakertrans yang mengatur upah minimum tersebut. Bagaimana mungkin 
kenaikan upah minimum tidak boleh melebihi angka pertumbuhan ekonomi, sedangkan 
angka pertumbuhan ekonomi nasional saat ini jauh di bawah angka inflasi, 
apalagi angka kebutuhan hidup layak. 

      Bandingkan pertumbuhan ekonomi nasional 2008 yang kemungkinan hanya 
sekitar enam persen. Sedangkan angka inflasi 2008 berkisar 12 persen. Itu 
berarti upah buruh akan senantiasa digerogoti oleh angka inflasi tersebut. 

      Upah buruh yang naik di bawah angka inflasi itu berarti upah riil buruh 
turun. Bisa dibayangkan betapa semakin menderitanya kehidupan buruh, di mana 
upah riilnya semakin lama semakin berkurang. Upah buruh saat ini saja masih 
jauh dari kehidupan yang layak, apalagi jika dilegalkan untuk berkurang nilai 
riilnya. 

      Sebenarnya, tanpa dilegalkan pun mengenai penurunan upah riil buruh 
tersebut, nilai riil upah minimum yang selama ini terjadi sudah terus-menerus 
turun. Sebagai perbandingan, pada 1997 upah minimum buruh (di Surabaya) sebesar 
250 ribu rupiah, sedangkan gaji PNS terendah adalah 150 ribu rupiah. 

      Ini artinya bahwa upah buruh hampir dua kali lipat dari gaji PNS pada 
saat itu. Pada 2008 terjadi sebaliknya, upah minimum buruh sebesar 805 ribu, 
sedangkan gaji PNS golongan terendah telah mencapai 1,6 juta rupiah. Jadi, 
sekarang gaji PNS terendah adalah hampir dua kali upah minimum buruh. 

      Demikian pula makna upah dari segi upah riil yang diterima buruh. Pada 
1997, upah minimum buruh mampu untuk membeli 350 kg beras (dengan harga beras 
700 rupiah per kilogram pada tahun itu), sedangkan upah minimum buruh 2008 
hanya mampu untuk membeli beras sebanyak 160 kilogram beras (dengan harga beras 
Rp5.000 per kg di tahun ini). Ini bermakna, upah riil buruh terjun bebas 
berkurang hampir 50 persen 

      Argumentasi pemerintah bahwa upah seharusnya dirundingkan bersama antara 
pengusaha dengan buruh tanpa campur tangan dari pemerintah merupakan kemunduran 
kebijakan. Secara filosofi, masuknya pemerintah dalam hubungan industrial 
adalah bentuk penguatan terhadap posisi tawar yang memang tidak seimbang antara 
buruh ketika berhadapan dengan pengusaha. 

      Dalam konteks perburuhan di Indonesia, proteksi terhadap buruh merupakan 
kewajiban pemerintah untuk menghindari eksploitasi pengusaha terhadap buruh, di 
mana buruh dalam kondisi tidak berdaya karena keterbatasan-keterbatasan buruh. 

      Sementara itu, jika upah minimum diserahkan pada pasar tenaga kerja, 
bencana liberalisasi hubungan industrial akan menjadi kenyataan di republik 
ini. Liberalisasi hubungan industrial pasti akan membawa buruh pada kondisi 
yang makin tidak berdaya menghadapi kapitalisasi pengusaha. 

      Buruh tidak memiliki banyak pilihan ketika disodorkan kepadanya sebuah 
angka upah yang jauh dari layak. Sebab, buruh memang membutuhkan sesuap nasi 
untuk menyambung hidup dirinya dan keluarganya. Pilihan pahit bagi buruh ialah 
menerima upah yang tidak layak untuk dimakan daripada tidak sama sekali yang 
akan mengakibatkan kelaparan. 

      Krisis Global 

      Argumentasi lain dari pemerintah mengenai "asbabunnuzul" SKB empat 
menteri tersebut adalah mengantisipasi krisis global merupakan argumentasi 
klasik yang selalu dikampanyekan ketika pemerintah akan mengeluarkan kebijakan 
baru di bidang perburuhan. 

      Logika pemerintah ini berarti bahwa krisis global tidak boleh 
menumbangkan sektor usaha, tetapi boleh menghabisi kehidupan kaum buruh. Bukan 
hanya sekali ini buruh dijadikan tumbal demi investasi, melainkan sudah sangat 
sering. Ketika kondisi sektor usaha suram akibat salah urus negara dan salah 
urus perusahaan oleh pengusaha, yang di jadikan kambing hitam dan dikorbankan 
kali pertama adalah buruh. 

      Sementara itu, kebijakan pemerintah yang dituangkan dalam bentuk SKB 
tidak dikenal nomenklaturnya di dalam UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan 
Peraturan Perundang-undangan. Seandainya substansi yang diatur dalam kebijakan 
pemerintah tersebut melintasi banyak bidang, seharusnya kebijakan itu ditarik 
ke peraturan yang lebih atas, yakni dalam bentuk peraturan presiden. Mengapa 
dalam hal ini presiden tidak berani mengambil kebijakan itu dan hanya memasang 
menteri-menterinya untuk mengeluarkan kebijakan tersebut? Sungguh sebuah 
kebijakan yang penuh tangan-tangan tersembunyi (invisible hand) dan 
menyengsarakan kaum buruh. 
     

Kirim email ke