http://hariansib.com/2008/11/07/teladan-berdemokrasi/

Teladan Berdemokrasi
Posted in Tajuk Rencana by Redaksi on Nopember 7th, 2008 
Amerika tiada henti-hentinya menjadi teladan demokrasi, meski ada banyak sisi 
lemahnya. Kali ini contoh baik datang dari para pemimpin mereka yang bersedia 
kalah, ketika mereka mengetahui kekalahan sudah jelas di depan mata. Itulah 
yang kita saksikan ketika McCain, kandidat dari Partai Republik mengumumkan 
kekalahannya di depan publiknya, atas Obama, kandidat dari Partai Demokrat.


Tidak butuh waktu lama untuk hal itu. Ketika pemungutan suara sudah menyentuh 
angka 270 electoral vote, tanpa ragu-ragu, McCain berdiri di depan podium, lalu 
berkata bahwa Obama adalah Presiden terpilih AS. Di depan pendukungnya yang 
menggerutu, barangkali karena menganggap bahwa pengakuan kekalahan itu terlalu 
cepat datangnya, McCain seolah mempertontonkan warisan yang amat besar dari apa 
artinya kompetisi bermartabat, yaitu siap memang, sedia kalah.
Padahal sebelumnya, persaingan di antara kedua kandidat itu bukan main. McCain 
menuding Obama sebagai sosok yang tidak punya pengalaman. Selain itu Obama juga 
dituduh sebagai orang yang akan membawa Amerika membelok ke paham "kiri" karena 
Obama ingin membagikan kesejahteraan kepada seluruh warga negara dengan upaya 
pemotongan pajaknya. Obama juga dituding dekat dengan gembong teroris. Yang 
paling parah, Obama dengan ras Afro-Amerikanya, dituduh sebagai bagian kecil 
dari Amerika.


Semua kesan itu sempat membayangkan bagaimana akhir dari pertarungan seandainya 
McCain dengan Partai Republiknya yang notabene adalah kaum konservatif, kalah. 
Tetapi nyatanya tidak sebagaimana pada pemilu 2004 dimana perlu ada ketentuan 
hukum yang memutuskan hal itu. Kali ini, kubu yang kalah menerima kekalahan 
tersebut dengan lapang dada. Di akhir pidatonya, McCain menyebut Obama sebagai 
"Presiden kita", dimana dia nanti akan bekerja sama dengan Obama di Senat AS.
Rasanya, kita merindukan hal-hal seperti itu di negeri kita yang pola 
demokrasinya tidak berbeda jauh. Memilih secara langsung, menggunakan elit 
politik, kampanye yang terbuka dan bebas, media yang bergerak dengan bebas 
tetapi independen, sistem politik yang sangat terbuka untuk pembaruan, dan 
begitu banyak kesamaan lainnya.


Pertanyaannya, mengapa di negeri ini aksi tidak terima kekalahan amat marak? 
Mengapa kita dengan mudahnya terbakar hanya karena jago kita tidak berhasil 
menjadi yang nomor 1?


Salah satu penyebabnya adalah karena tiadanya teladan itu sendiri. Amat jarang 
menyaksikan teladan ini: seorang kandidat yang kalah berdiri di depan podium, 
meski tetap sedih dan kecewa, tetapi dengan ketulusan yang jujur, mengakui 
kekalahan, mendorong semua yang selama ini berpihak kepadanya untuk membantu 
yang menang, dan mengakhiri semua kompetisi yang ada.
Yang ada di kita adalah mereka yang kalah melakukan berbagai hal yang 
destruktif, merusak, menggagalkan apapun sistem demokrasi yang sedang 
berlangsung. Inilah cara-cara yang sangat tidak masuk akal dan menjadi pembeda 
demokrasi kita dengan demokrasi di AS. Prinsip sama, tetapi entah kenapa kita 
tidak pernah menjadi teladan.


Elit politik harus meniru keteladanan ini. Pilkada dan pemilu masih akan terus 
berlangsung. Harus ada sikap rendah hati menerima kekalahan. Itu adalah teladan 
yang sangat baik bagi generasi seterusnya yang membanggakan warisan yang tiada 
terukur nilainya itu. Kalau di Amerika bisa terjadi hal demikian, maka mari 
kita pastikan dan berusaha supaya di sini, di Indonesia, dimana demokrasi 
sedang disemai, hal seperti itu pun bisa terjadi. (***)

<<postheaderend.gif>>

Kirim email ke