http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2008111921284520

      Kamis, 20 November 2008 
     
      OPINI 
     
     
     
'Calon Ulama' Lampung di Mesir 

      Udo Yamin Majdi

      Direktur Eksekutif Word Smart Center Cairo, Mahasiswa Fakultas Syariah 
wal Qanun Universitas Al-Azhar Tafahna Al-Asyraf, Mesir

      "Dalam rangka suksesnya pembangunan masyarakat Lampung", tulis M. Afif 
Anshori, direktur eksekutif Ikatan Jaringan Kerja Sama (Ikrama) Pondok 
Pesantren se-Lampung, dalam rubrik Opini Lampung Post (7-11). "Pemda harus 
mampu menggandeng dan memfasilitasi para ulama, bahkan 'calon ulama' yang 
dikader di pesantren; apakah dengan pembangunan akses infrastruktur ke 
pesantren di perdesaan, pelatihan life skill, pemberian bantuan modal usaha, 
dan sebagainya. Bahkan harus dimasukkan dalam salah satu program pada Badan 
Perencanaan Pembangunan Daerah."

      "Calon ulama" yang termaktub pada tulisan berjudul Lampung Gudang Ulama, 
Sebuah Obsesi itu terkesan hanya ditujukan kepada para santri di pesantren 
Lampung saja. Padahal, masih ada calon ulama lain yang perlu dirangkul Pemda 
Lampung, yaitu para mahasiswa asal Lampung di Universitas Al-Azhar Mesir. Para 
calon ulama ini seakan-akan dilupakan Pemda Lampung sehingga ketika mereka 
pulang dari Mesir banyak yang mengabdi di luar Lampung. Sebenarnya, hal ini 
tidak terjadi manakala Pemda Lampung berusaha mendekati mereka sejak masih di 
Mesir, sebagaimana yang dilakukan beberapa pemda lainnya.

      Mahasiswa dan Organisasi Daerah

      Mahasiswa Indonesia belajar ke Mesir sudah ada sejak prakemerdekaan RI. 
Tahun 1923, berdiri organisasi bernama Al-Jami'ah Al-Khairiyah li Thalabah 
Al-Azhariyah Al-Jawiyah. Tahun 1937 berganti nama dengan Perhimpunan Indonesia 
Malayu, yang anggotanya tidak hanya dari Indonesia melainkan dari semua rumpun 
Melayu seperti Malaysia, Thailand, dan seterusnya.

      Karena mahasiswa asal Indonesia makin banyak, tahun 1951 memisahkan diri 
dengan nama Ikatan Indonesia. Tahun 1956 berubah nama menjadi Himpunan Pemuda 
Pelajar Indonesia (HPPI). Lalu, berubah nama lagi menjadi Perhimpunan Pelajar 
Indonesia (PPI) tahun 1970. Pada 18 Juni 1987 lewat SK Dubes RI 
No.SKEP/013/VI/1987, PPI dinyatakan bubar sebab menolak asas tunggal.

      Tahun itu pula, lahirlah Himpunan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (HPMI). 
Pada musyawarah besar tanggal 28 November 1995, HPMI berubah nama menjadi 
Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) hingga dipakai sampai hari ini.

      Saat ini mahasiswa Indonesia di Mesir berjumlah 5.083 orang, tersebar di 
beberapa kota. Di Kairo sebanyak 3.985 orang. Di Zaqaziq 80 orang, di Manshura 
70 orang, di Thanta 75 orang, di Tafahna 120 orang, di Damanhur 6 orang, di 
Dimyath 15 orang, dan di Alexandria 5 orang.

      Berdasarkan strata pendidikan, pelajar dan mahasiswa Indonesia di Mesir 
terdiri dari pelajar tingkat sekolah dasar dan menengah serta nonformal 
sebanyak 119 orang; S1 di Universitas Al-Azhar sebanyak 4.602 orang; S2 di 
Universitas Al-Azhar dan perguruan tinggi lainnya sebanyak 336 orang; S3 di 
Universitas Al-Azhar dan perguruan tinggi lainnya sebanyak 26 orang; dan 
mahasiswa baru tahun akademik 2007--2008 sebanyak 453 orang.

      Mereka adalah lulusan pesantren atau madrasah aliah dan berasal dari 
berbagai daerah di Tanah Air. Mereka memperoleh beasiswa gratis biaya kuliah 
dan 35% mendapatkan tunjangan dari berbagai instansi di Mesir--misalnya dari 
Jam'iyyah Syar'iyah berupa sembako dan uang 50 poundsterling setiap bulan--dan 
sebagian lainnya mengandalkan kiriman orang tua atau pemasukan dari berbagai 
usaha dan sumber lain.

      Semua mahasiswa Indonesia itu menjadi anggota PPMI sebagai organisasi 
induk. Akan tetapi dalam beraktivitas terbagi-bagi menjadi 16 organisasi 
kedaerahan berikut ini: Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA), Himpunan Mahasiswa Medan 
(HMM), Keluarga Pelajar Tapanuli Selatan (KPTS), Kesepakatan Mahasiswa 
Minangkabau (KMM), Kelompok Studi Mahasiswa Riau (KSMR), Keluarga Mahasiswa 
Jambi (KMJ), Kemass (Keluarga Masyarakat Sumatera Bagian Selatan), Keluarga 
Mahasiswa Banten (KMB), Keluarga Pelajar Jakarta (KPJ), Keluarga Paguyuban 
Masyarakat Jawa Barat (KPMJB), Kelompok Studi Walisongo (KSW), Gabungan 
Mahasiswa Jawa Timur (Gamajatim), Forum Studi Keluarga Madura (Fosgama), 
Keluarga Mahasiswa Kalimantan Mesir (KMKM), Kerukunan Keluarga Sulawesi (KKS), 
dan Keluarga Mahasiswa Nusa Tenggara dan Bali (KMNTB).

      Tahun 2002, Prof. Dr. Bachtiar Aly, M.A. menjadi dubes RI Mesir. Beliau 
menggagas berdirinya rumah daerah, kerja sama antara organisasi daerah itu 
dengan pemda masing-masing. Sehingga berdirilah Graha Jatim milik Gamajatim, 
Griya milik KSW, Pasangrahan milik KPMJB, Wisma Jakarta milik KPJ, Baruga milik 
KKS, Istana Maimoen milik HMM, Maligue milik KMA, Asrama Mahasiswa milik KMM, 
dan seterusnya. Bantuan dari pemda untuk membeli saqah (flat) dan imarah 
(apartemen) itu, masing-masing mulai dari satu miliar hingga tiga miliar.

      Selain bantuan membeli saqah dan imarah, beberapa pemda juga memberikan 
beasiswa 100 dolar per bulan untuk putra-putri daerah mereka bahkan ada yang 
Rp100 juta per orang untuk menyelesaikan S-2. Ada juga organisasi daerah 
bekerja sama dengan pemdanya dalam melayani jemaah haji di Arab Saudi.

      Ikmal Mesir

      Sejak 1959 hingga saat ini, mahasiswa asal Lampung--juga Bengkulu dan 
Bangka--bergabung dengan Kemass sebab jumlahnya sedikit. Dan 1999, mahasiswa 
Lampung di Mesir bertambah.

      Tahun 2000 berdirilah Forum Mahasiswa Lampung (Fosmal). Namun, Fosmal 
tidak aktif sampai kemudian 20 Juni 2008 ada kesepakatan mendirikan Ikatan 
Masyarakat Lampung (IKMAL) Mesir dengan anggota 63 orang.

      Organisasi yang diketuai Ahmad Al-Akhran--asal Kalianda, Lampung 
Selatan--ini dibentuk dengan tujuan (1) menjalin silaturahmi antarmahasiswa/i 
dan masyarakat asal Lampung di Mesir; (2) mendukung dan membantu anggotanya 
meraih sukses akademis dan sosial; dan (3) membangun jaringan supaya bersinergi 
ketika mengabdi di Lampung.

      Kegiatan Ikmal selama ini lebih terfokus pada kajian keilmuan dan 
pembinaan anggota. Selain itu, beberapa kegiatan yang bermaksud untuk 
mempererat tali persaudaraan. Misalnya, pada bulan suci Ramadan lalu, Ikmal 
menyelenggarakan ifthor jama'i (buka puasa bersama).

      Membangun Sinergitas®MDUL¯

      Untuk menjadikan Lampung sebagai gudang ulama, itu sangat mungkin 
manakala seluruh komponen bersinergitas mewujudkannya. Komponen itu adalah (1) 
pesantren dan IKMAL sebagai calon ulama; (2) alumni pesantren dan mahasiswa 
Indonesia Mesir (Masisir) di Lampung; (3) Pemda Lampung; (4) Ikatan Jaringan 
Kerja Sama (Ikrama) Pondok Pesantren se-Lampung; (5) LSM atau yayasan 
pendidikan; dan (6) seluruh masyarakat Lampung.

      Meskipun Pemda Lampung--dan stakeholder lainnya--belum siap melakukan 
seperti pemda lain yang membuatkan rumah daerah sebagai pusat kegiatan, 
memberikan beasiswa, dan bekerja sama dalam bidang keagamaan, sosial, budaya, 
serta pembinaan jamaah haji; atau apa yang diharapkan oleh Afif Anshori di 
atas--memasukkan IKMAL dalam program Badan Perencanaan Pembangunan 
Daerah--paling tidak harus ada komunikasi antara pemda dengan calon ulama di 
Mesir itu. Dengan demikian, mudah-mudahan dari dialog itu akan muncul ide-ide 
brilian dan sinergitas untuk mewujudkan Lampung gudang ulama. Nah, bila Ikmal 
telah melempar bola, maka siapkah Pemda Lampung menyambutnya? Wallahualam
     

<<bening.gif>>

Kirim email ke