PATI, SABTU - Kepala Badan Intelijen Negara Syamsir Siregar
mengemukakan, banyaknya kyai dan ulama yang berpolitik praktis membuat
umat terabaikan dan terpecah-pecah. "Saat ini banyak kyai
terpecah-pecah karena jalur politik praktis yang dipilihnya. Ini
sangat disayangkan karena masyarakat jadi kesulitan mencari panutan
dan umat jadi terabaikan," katanya di Kabupaten Pati, Jawa Tengah,
Sabtu (20/12).

Menurut Syamsir, berpolitik praktis memang hak setiap warga negara,
terutama dalam negara demokrasi seperti Indonesia. "Tetapi jangan
sampai karena kyainya berpolitik, pesantren dan umat jadi turut
terpecah-pecah," katanya.

Syamsir yang tengah mengadakan kunjungan silaturahim ke alim ulama,
tokoh masyarakat se-Kabupaten Pati serta santri Yayasan Salafiyah itu
mengungkapkan, masyarakat kini kesulitan untuk mencari panutan. Salah
satunya karena para ulama kini banyak yang disibukkan oleh kegiatan
politik.

"Akhirnya, pondok pesantren yang semula menjadi subyek, malah menjadi
obyek dari berbagai kepentingan. Tradisi yang selama ini memberikan
ketenangan, kini sedikit terusik oleh kegiatan politik yang penuh
nuansa kepentingan," katanya.

Hal itu diakui pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah KHB Asmuj yang
mengatakan bahwa banyak kyai yang kini lebih berkecimpung dalam
kegiatan politik dibanding pembinaan umat.

"Saat ini memang banyak kyai dan ulama yang fokus ke masalah duniawi
termasuk politik sehingga pembinaan terhadap masalah-masalah akhirat
agak terbengkalai," ujarnya.

Seharusnya, tambah Asmuj, antara kebutuhan duniawi dan akhirat
dijalankan secara seimbang. Peran ulama sebagai pembina umat harus
sejalan dengan perannya di politik. Karenanya, lanjut dia, para kyai
dan ulama harus kembali ke "barak" tidak terlalu fokus pada kegiatan
politik praktis. 

"Kyai atau ulama berpolitik tidak dilarang atau harus. Tetapi jangan
sampai mengesampingkan tugas pokoknya sebagai pembina umat," katanya
menegaskan.

MSH
Sumber : Ant


KOMPAS





http://mediacare.blogspot.com

Kirim email ke