Salam...

Nyai Loro Kidul pun menarik kais kereta kudanya meniti jalan ke angkasa. Begitu 
pula pendekar dari dunia kramat itu,  melewati kobaran api yang dahsyat dengan 
menunggang kuda sembrani. Di sudut negeri yang lain,  Gatot Kaca dan Superman 
tertegun satu sama lain menatap ke unikan kostum terbang masing-masing.

Cerita demikian begitu akrab di telinga kita, kita bisa saja terbius atau 
ikut-ikutan menjadikan cerita seperti itu menjadi rujukan kita dalam 
berargumentasi ilmiah. Sebenarnya perlu ndak sih kita mengetahui cerita serupa 
itu? Apakah cerita seperti itu betul-betul ada atau hanya bohong belaka? Suatu 
hari kita harus mempertanyakan cerita serupa itu demi ketelitian kita dalam 
memilah baik dan buruknya pengaruh suatu cerita.

Konon ada tokoh nyata ( Vampir) tapi diperkenalkan sebagai tokoh tahayul 
(fiktif).  Sementara tokoh fiktif benaran  ( Rambo),  eh. malah di jadikan 
seolah-olah tokoh nyata. Tulisan ini tidak akan membahas ketokohan dan 
politisasi yang sedemikian rupa dan bukan pula bertujuan untuk menolak membaca 
novel dan komik :) 

Kritis dalam mempersoalkan cerita yang kita terima, bisa dimulai dari 
pengenalan kata. Pengenalan kata yang berhunungan dengan persoalan diatas 
didalam ilmu logika dikenal dengan istilah kata bermakna dan tak bermakna. 

Dalam pengertian kata yang lain dikenal ada istilah kata universal dan partial. 
Dan jika kita teliti, kita akan menemukan bahwa setiap kata universal selalu 
mempunyai dua macam pengertian, yaitu konotasi dan denotasi.

Konotasi menunjuk kepada sifat-sifat khusus dari kata yang dibicarakan, 
misalnya kata 'manusia'. Manusia adalah kata yang tidak diberikan kepada 
sembarang benda, tetapi khusus hanya kepada sesuatu yang mempunyai sifat-sifat 
tertentu.

Berdasarkan sifat-sifat khusus tersebut akhirnya kita bisa mengetahui bahwa 
yang namanya manusia itu adalah suatu makluk hidup yang mempunyai persamaan 
seperti hewan dalam banyak hal tetapi berbeda dalam beberapa hal, seperti 
kemampuannya untuk menerima pendidikan, bekerja dengan menggunakan teknologi 
atau alat, membuat sesuatu dengan menggunakan kemampuan akal dan sebagainya.

Sedangkan denotasi menunjuk kepada barang apa saja yang dicakup oleh kata 
tersebut. Misalnya kata 'manusia', maka dia akan mencakup Budi, Carlie, Deni, 
Desi, Etty, manusia berkulit kuning, manusia berkulit putih, manusia berkulit 
hitam dan sebagainya.

Suatu kata yang memiliki pengertian konotasi dan denotasi itulah yang disebut 
sebagai kata yang bermakna atau konotatif. Sedangkan kata yang hanya memiliki 
konotasi tetapi tidak memiliki denotasi (cakupan) disebut sebagai kata tak 
bermakna.

Dari keterangan diatas sekarang kita bisa menguji, apakah kata-kata seperti Mak 
Lampir, Nyai Loro Kidul, Kuda Sembrani, Gatot Kaca dan Superman sebagaimana 
yang kita sebutkan diawal tadi itu termasuk kedalam kelompok kata yang bermakna 
atau tak bermakna.

Kuda sembrani misalnya, kita mengenal nama itu dari cerita yang ditulis 
dibuku-buku komik dan dongeng, yakni seekor kuda yang memiliki sayap yang dapat 
terbang. Kita dapat menangkap pengertiannya, tapi sampai kapanpun kita tidak 
akan menemukan jenis kuda yang seperti itu didalam realita kehidupan. Karena ia 
tidak mempunyai realitas, maka dia tidak mempunyai denotasi. Dan setiap kata 
yang tidak mempunyai denotasi maka dia termasuk kedalam kata yang tak bermakna.

Contoh yang lain adalah Superman, sama dengan cerita kuda sembrani, cerita 
tentang Superman juga hanya bisa kita dapati dari komik dan film saja, yaitu 
sosok jagoan yang bisa terbang kesana kemari dan kalau lagi marah, dia bahkan 
bisa mengejar dan meremukkan jet supersonik dengan menggunakan sorot matanya 
saja. Kita dapat menangkap pengertian dari cerita itu, tapi sama halnya dengan 
kuda sembrani, sampai kapanpun kita juga tidak akan pernah menemui manusia 
seperti itu dalam realitas. Dan sekali lagi, karena ia tidak mempunyai 
realitas, maka dia tidak mempunyai denotasi. Dan setiap kata yang tidak 
mempunyai denotasi maka dia termasuk kedalam kata yang tak bermakna.

Catatan : 
Tidak setiap kata yang tidak bisa diobservasi secara indrawi adalah sama dengan 
 kata yang tak bermakna. Kata seperti : Malaikat, Iblis, Surga, Neraka dan 
semacamnya adalah kata yang dapat dimengerti dan ada dalam realitas



Salam,


Iman K.
www.parapemikir.com

Kirim email ke