LAPORAN INVESTIGASI JURNALISTIK 2009



BENCANA KELAPARAN & KEHIDUPAN DI YAHUKIMO : "KWANING KUME!" 



Wajah anak-anak itu tetap penuh keceriaan. Memanjat pohon, berlarian, mandi di

kali, ke hutan, ke kebun hingga bersekolah. Siapa sangka anak-anak dari kampung

Bomela itu nyatanya hanya makan 3 hari sekali



Sementara orang-orang tua mereka yang sebenarnya punya kewajiban untuk berkebun

atau berburu namun karena perut kosong, mereka tak mampu melakukan kewajiban

itu. Sedang bagi yang masih memiliki sedikit kekuatan, akan mengikat perut

mereka dengan semacam kulit kayu atau kain agar perut mereka tidak terasa mual

saat menjalankan kewajibannya berkebun atau pun berburu.”Tali Poro Trada Isi”

demikian mereka membahasakannya

 

Kisah-kisah ini adalah bagian kecil saja dari laporan
investigasi jurnalistik

yang dilakukan Viktor Mambor dari Foker LSM Papua.

 

Selengkapnya

http://lenteradiata sbukit.blogspot. com/2009/ 12/kelaparan-
di-negeri- yahukimo- tanah-air. html

 

 

 

Menyuarakan Yang
Tidak Bisa Bersuara dan Doa Anak Telanjang

 

John Jonga, Penerima Anugerah Yap Thiam Hien Award 2009

 



Kau sudah tahu toooh



Saya duduk, berdiri, berjalan, di atas lumuran darah dan serakan tulang

belulang tete–nenek leluhur bangsa ini.



Bapa telah meninggal, mama juga telah pergi untuk selama-lamanya setelah

diperkosa oleh pasukan penyisir.



Kakakku ditembak ketika anak–anak negeri mencari kebenaran dan keadilan. 



dipetik dari puisi Doa Anak Telanjang oleh John Jonga



  

Dewan Juri akhirnya menganugerahkan Yap Thiem Hien Award 2009 kepada Pastor
Yohanes Jonga seorang rohaniwan yang kini bertugas di Kabupaten Keerom, Papua. 
Pastor kelahiran Manggarai, sempat
bertugas di Lembah Baliem dan Timika.



Penugasan di Timika inilah yang membuka jalan perkenalan dan persahabatannya

dengan Mama Yosepha penerima Yap Thiam Hien Award tahun 1999. 



Saat itu ia khusus menulis puisi Doa Anak Telanjang untuk Mama Yosepha yang
baru saja menerima penghargaan. 10 tahun kemudian puisi ini dibacakan kembali
oleh

Yuliana Langwuyo di Hotel Borobudur, Jakarta, pada 10 Desember 2009 saat Pastor

John juga menerima Yap Thiam Hien Award. (diceritakan oleh Andreas Harsono;
John

Jonga dan Mama Yosepha)



”Pastor Jonga adalah seorang rohaniawan yang bekerja melampaui pastoralnya

dengan menjadi sahabat dan pembela bagi masyarakat Papua yang hingga kini masih

mengalami pelanggaran hak-haknya," kata Todung saat menyampaikan hasil

penilaian Yap Thiam Hien Award 2009 tanggal 7 Desember di Gedung Mahkamah

Konstitusi . (liat Pastor Jonga Raih Yap Thiam Hien Award 2009, Jurnal

Nasional).



Hal yang sama juga ditegaskan oleh Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (LIPI) Muridan Widjoyo yang mengenalnya sejak 1994. Muridan

menceritakan sebuah kejadian menarik tahun 1999, saat Pastor Jonga ditahan dan

diinterogerasi di Kantor Polisi Mimika. 



“Karena mendengar itu, ibu-ibu suku Amungme dan Komoro turun ke jalan dan

mengepung Polsek Mimika,” ujar Muridan. (liat Sebuah Peringatan tentang Papua,

Sinar Harapan)



Tidak hanya di Mimika, kemudian karena sikap dan komitmennya untuk Menyuarakan

yang Tidak Bisa Bersuara, Pastor Jonga juga sempat mengalami intimidasi dari

aparat keamanan di Keerom. Catatan ini secara terang berderang dapat dibaca

dalam Laporan Situasi HAM di Kabupaten Keerom yang dikeluarkan oleh Persekutuan
Gereja-gereja di Papua Wilayah Keerom Arso Oktober (liat Kronologi Intimidasi
yang Dialami Oleh Pastor John Jonga, Pr)



selengkapnya (berikut link-link terkait)



http://lenteradiata sbukit.blogspot. com/2009/ 12/johanes-
jonga-menyuaraka n-yang-tidak. html







      

Kirim email ke