Refleksi : Menurut Megawati  golput adalah bukan WNI dan  dari pihak  MUI  
dikatakan bahwa golput adalah  haram. Jadi kalau  golput naik berarti  non-WNI 
nan haram bertambah banyak, mungkin puluhan juta?  Seandainya Megawati dipilih 
menjadi presiden NKRI,  maka pertanyaanya  ialah apa yang  akan dilakukannya 
terhadap non-WNI nan haram? Dideportasi, tetapi kemana? Insayaalloh tidak 
diciptakannya  tempat-tempat kurungan seperti pulau Buru  untuk menampung 
non-WNI nan haram.
:-))

http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=News&id=6585

2009-04-02 
Golput Berpotensi Naik Banyak Parpol Didiskualifikasi 


[JAKARTA] Jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya (golongan 
putih/golput), diprediksi meningkat pada Pemilu 2009. Jika semula kalangan 
pengamat memprediksi golput mencapai 50 juta orang, atau 30 persen dari total 
jumlah pemilih 171 juta orang, jumlah itu bisa bertambah.

Hal itu disebabkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) mendiskualifikasi beberapa 
parpol sebagai peserta pemilu di sejumlah provinsi dan kabupaten/kota. Dengan 
demikian, simpatisan parpol yang didiskualifikasi, kemungkinan akan kecewa dan 
enggan menggunakan hak pilihnya. Kemungkinan lain, karena tidak tahu, mereka 
tetap memilih caleg dan parpol yang telah didiskualifikasi, namun suaranya 
dianggap tidak sah. 

Dua kemungkinan itulah yang diperkirakan semakin menggelembungkan jumlah golput 
pada pemilu legislatif nanti.

Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin 
Harris, mengatakan potensi golput bisa jadi meningkat karena beberapa parpol 
didiskualifikasi karena akibat tidak melaporkan dana kampanye. "Simpatisan yang 
kecewa, bisa jadi tidak ikut memilih di pemilu nanti," katanya, di Jakarta, 
Selasa (2/4).

Dia mendukung sikap tegas KPU mendiskualifikasi parpol peserta pemilu yang 
tidak menjalankan aturan. "Sudah ada sanksi yang jelas dalam UU Pemilu sehingga 
pencoretan harus dilakukan. Untuk itu KPU harus terbuka mengumumkan parpol mana 
saja yang didiskualifikasi, sebagai sosialiasi kepada simpatisan parpol itu 
agar bisa berpikir dan mengalihkan suaranya ke parpol lain," katanya. 

Hal senada dinyatakan pengamat politik dari Universitas Paramadina, Bima Arya 
Sugiarto. Dia mendorong KPU untuk mengintensifkan sosialisasi parpol yang 
didiskualifikasi, sehingga masyarakat bisa mengalihkan aspirasinya. "Ini 
sekaligus upaya menekan potensi golput," jelasnya.

Sebagai informasi, KPU Jawa Tengah mendiskualifikasi 20 parpol dari 
keikutsertaan dalam pemilu legislatif 9 April mendatang, sebagai sanksi belum 
menyerahkan laporan dana awal kampanye hingga batas waktu 9 Maret 2009. Anggota 
KPU Jateng Divisi Kampanye dan Hubungan Kelembagaan, Nuswantoro Dwiwarno 
mengungkapkan, parpol yang dicoret itu tersebar di 12 kabupaten/kota.

Dengan demikian, lanjutnya, meski nama parpol dan calegnya masih tetap 
tercantum dalam surat suara, tetapi suara yang diperolehnya tidak akan 
dihitung. Pembatalan itu juga akan diumumkan di setiap TPS, bahwa partai 
tersebut tidak lagi menjadi peserta pemilu. 
Langkah serupa dilakukan KPU Kabupaten Bangli, Bali, yang mendiskualifikasi 
empat parpol, karena alasan yang sama. "Sekretariat kami sudah beberapa kali 
memberikan surat peringatan, bahkan staf kami sudah menemui pimpinan parpol, 
tetapi jawabannya tidak punya dana" ungkap Ketua Divisi Hukum KPU Kabupaten 
Bangli Nengah Mudana Atmaja. Terkait hal itu, Ketua Presidium Pusat Partai 
Republika Nusantara Muslim Abdulrahman mengatakan, tindakan KPU yang 
mendiskualifikasi partainya tak boleh ikut pemilu di Blora, Jawa Tengah, 
sebagai sikap yang kurang bijaksana.

"Sebenarnya KPU bisa memanggil pengurus partai dan masalahnya bisa diselesaikan 
secara administrasi. Saya kira kelambatan penyampaian laporan awal dana 
kampanye itu, kan hanya masalah teknis saja," katanya.

Kendati demikian, pihaknya ikhlas menerima keputusan KPU. Dia mengakui, dampak 
dari diskualifikasi bisa meningkatkan golput.

Golput di Luar Negeri

Selain dari dampak diskualifikasi parpol, potensi bertambahnya golput juga 
dipicu minimnya sosialisasi dan tidak maksimalnya pendataan pemilih di luar 
negeri. "Selain itu, juga ada kendala akses ke TPS dan waktu pemungutan suara 
di luar negeri yang dilaksanakan pada hari kerja," ujar Ritola Tasmaya, caleg 
DPR dari Partai Golkar untuk Dapil Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, dan Luar 
Negeri.

Dia mengungkapkan, di sejumlah negara, khususnya Malaysia dan Hong Kong, tenaga 
kerja Indonesia yang bekerja di perkebunan, pabrik, konstruksi, dan pembantu 
rumah tangga, sulit untuk memperoleh izin meninggalkan pekerjaan pada saat jam 
kerja. 

"Di Malaysia, sejumlah TKI mengeluhkan pemilu jatuh pada hari kerja. Kalau 
mereka meninggalkan pekerjaan, gajinya dipotong US$ 35. Kalaupun diizinkan, 
lanjut Ritola, TKI juga terkendala jauhnya TPS dari tempat mereka bekerja. Ini 
yang membuat mereka kurang antusias ikut pemilu," katanya.

Terkait hal itu, anggota Bawaslu, Bambang Eka Cahya Widodo mengatakan, potensi 
golput di luar negeri akan meningkat seiring dengan daftar pemilih tetap (DPT) 
yang bermasalah. Dari data Departemen Luar Negeri (Deplu), jumlah WNI di 24 
wilayah perwakilan luar negeri yang memiliki hak pilih dan terdata di DPT 
sebanyak 1.435.057 orang. Sementara itu, Departemen Tenaga Kerja memperkirakan 
jumlah TKI di luar negeri mencapai 6 juta jiwa. "Itu berarti sekitar 4 juta TKI 
belum terdaftar masuk DPT. Kami berharap, KPU dapat menjangkau para TKI yang 
belum terdaftar, seiring dengan revisi DPT yang sedang dilakukan," kata 
Bambang. 

Tak Perlu Perppu

Sementara itu, KPU menegaskan tidak mungkin menerbitkan Peraturan Pemerintah 
Pengganti Undang-undang (perppu) tentang pemilih yang tidak terdaftar di DPT, 
dapat menggunakan hak pilihnya dengan cara menunjukkan KTP di TPS terdekat. 
Pasalnya, hal itu akan berimplikasi terhadap pengadaan logistik. "Surat 
suaranya dari mana? Kalau jumlah pemilih melebihi alokasi surat suara yang 
disiapkan TPS bisa berimplikasi pada keributan," ujar Komisioner KPU, Andi 
Nurpati, Rabu (1/4).

Dia menjelaskan, UU sudah jelas mengatur bahwa logistik disiapkan dengan basis 
data DPT. Ihwal pencetakan surat suara, KPU hanya diizinkan mencetak surat 
suara 2 persen lebih banyak dari jumlah DPT. Jika melebihi itu, akan dikenai 
sanksi baik denda maupun penjara. 

Selain itu, berpotensi pula terjadi mobilisasi massa. "Bisa jadi di suatu TPS 
membeludak hingga 1.000 orang. Selain logistik tidak mencukupi, penghitungan 
suara tidak mungkin dapat terselesaikan pada hari itu juga," katanya. 
[NCW/J-9/L-10/142/137/J-11]

Kirim email ke