Kapitalisme betul-betul adalah sebuah sistem merusak disamping juga punya nilai 
plus yaitu pertumbuhan luarbiasa bagi yg mampu menjalankannya.. Ini sistem 
adalah pedang bermata dua.... mempercepat pertumbuhan ekonomi tapi juga 
mempercepat kiamatnya bumi.. kita sedang berlari tunggang langgang menuju akhir 
dunia.. runaway world katanya Anthony Gidden.. 
 
Konsumsi adalah tujuan sistem ini.. tanpa konsumsi yg meningkat maka tidak ada 
pertumbuhan, tidak ada akumulasi keuntungan, tidak juga ada kemakmuran... Maka 
upaya melecut pertumbuhan adalah hal kunci disistem ini... Itulah sebabnya 
negara-negara kaya terutama AS menolak menandatangani protokol Kyoto thn 1997 
lalu bahkan hingga sekarang.... 
 
sebab efek utama dari dipatuhinya protokol ini adalah perlambatan pertumbuhan 
ekonomi Negeri ini yg harus keluar biaya ekstra bagi tiap perusahaan AS untuk 
meredam dampak polusi dan itu berarti ongkos produksi akan lebih mahal dan 
berujung harga produk lebih tinggi dan otomatis bisa kalah bersaing dipasar 
bebas... AS masih tarik ulur sambil gencarkan melakukan riset ttg upaya meredam 
efek polusi yg keluar dari negari ini.. misinya adalah gimana pertumbuhan tetap 
tinggi sementara efek  gas rumah kaca bisa teratasi....
 
Saya lihat hal ini akan mustahil dilakukan sebab hal ini adalah bertolak 
belakang.. pabrik tiap detik kepulkan CO2 yg kalau tidak itu sama artinya dgn 
bangkrut alias stop produksi..produsen kendaraan tujuannya ingin produksi 
kendaraan sebanyak-banyaknya sesuai dgn permintaan pasar, dealer pemasar juga 
ingin jual sebanyak-banyaknya, pemakai semuanya bermimpi punya kendaraan 
pribadi  yg jikapun sudah punya masih ingin tambah model baru.. busyet...
 
Sementara udara panas diluar rumah akan memotivasi orang untuk beli AC 
pendingin dan otomatis akan keluat hawa panas dari AC tsb tiap rumah.. dan Ibu 
rumah tangga merengek-rengek pada suami supaya bisa beli kulkas... paa, mama 
capek keluar masuk pasar tiap hari, beliin dhonk kulkas biar mama belanja 
sekali seminggu saja... si papa yg sayang istri harus putar otak dapatin duit 
kalau perlu korup asal dapat kulkas, AC dan Mobil...adudududuuu... Dan semua 
produk ini adalah penyumbang pemanasan global..
 
Sementara itu ditingkat atas, pemodal telah bikin sensasi dgn terjadinya 
kenaikan harga BBM yg menyiksa orang kecil... Orang-orang yg ada di bursa 
minyak telah mengendalikan proses permintaan penawaran yg jadi kunci utama 
pergerakan harga minyak.... semakin besar permintaan maka akan semakin gampang 
mereka bikin khawatir pasar ttg kelangkaan pasokan, maka harga bisa dinaikkan 
seenak udel... Dana luarbiasa besar bisa dipergunakan untuk menahan pasokan yg 
ada ditangan hingga pasar kekurangan dan harga bisa ditentukan...
 
Maka bisa dikalkulasi kelemahan-kelemahan sistem Kapitalisme ini:
1. Kapitalisme dgn konsumsi Massal bisa mengkiamatkan bumi ini lebih cepat dari 
jadwal..
2. Prinsip Permintaan-penawaran bisa dikendalikan oleh sekelompok Invisible 
Hands dgn modal luar biasa besar..
3.Pasar bisa dibikin panik oleh permainan pasokan..
4. Tidak ada yg bisa kendalikan pasar kecuali pemodal besar... bahkan Otorita 
AS juga mulai khawatir dgn kekuatan Hedge Funs dan pengelola dana Investasi yg 
butuh penyaluran modal.
5. Pemodal besar pada sektor bissniss yg sama akan matikan pemodal kecil  satu 
persatu... 
6. Investasi pemodal bermental spekulan bisa mengancam mata uang negara manapun 
dan ini bisa menghancurkan kesejahteraan global.. krisis Asia thn 98 adalah 
bukti kuat ttg ini..
7. Jurang kaya-miskin akan makin melebar bukannya makin merata sebab bissnis 
sikecil tidak bisa eksis oleh pemodal dgn harga diskon ditiap swalayan, 
supermarket dan ditingkat produsenmungkin ongkos produksi bisa ditekan lebih 
besar dgn produksi massal.. maka produsen besar bisa bikin gulung tikar 
produsen kecil dan perusahaan mini bubar maka yg terjadi adalah pengangguran 
dan kemelaratan...
8. efisiensi yg merupakan proses produksi ala kapitalisme akan berujung program 
padat modal daripada padat karya.. mesin mesin yg terus menerus diperbarui akan 
jauh lebih baik, lebih murah daripada pekerja-pekerja yg merengek-rengek minta 
kenaikan upah, tunjangan, kesehatan dsb.. maka Mesin akan lebih bernilai 
dibanding manusia... mesin tidak pernah mengeluh, tidak pernah minta istirahat 
dan tidak pernah cuti terkecuali operatornya matikan mesin tsb... Maka manusia 
akan tersingkir sedikit demi sedikit dan yg dominan adalah pasti: mesin dan 
nanti robot artificial intelligence..
 
Maka tidak ada pilihan lain.. segera usulkan pada dunia global supaya sistem 
ini ditinjau ulang terutama liberalisasi pasar... 
 
 
Sang
 
======================================================
 
 
Krisis Kapitalisme Global
 

Kompas: Sabtu, 12 Juli 2008 | 00:43 WIB  by: Syamsul Hadi
 

KTT G-8 di Toyako, Hokkaido, Jepang, yang baru saja berakhir terasa istimewa 
dengan kehadiran para pemimpin negara berkembang, seperti China, India, 
Meksiko, dan Indonesia.
 
Pernyataan di akhir KTT dapat dilihat sebagai bentuk positioning negara-negara 
industri maju atas isu-isu yang berkembang dalam skala global.
Menghadapi kenaikan harga minyak dunia, forum menyerukan dialog antara negara 
produsen dan konsumen guna menekan harga. Terkait krisis pangan, forum 
menegaskan, komunitas internasional perlu melakukan respons dan strategi yang 
terintegrasi guna mengatasi kelangkaan pangan, dengan program bantuan pangan 
dan peningkatan produktivitas pertanian. Perdebatan paling alot terjadi dalam 
isu perubahan iklim. Negara-negara G-8, terutama AS, menyatakan tidak bisa 
mencapai target pengurangan emisi 50 persen tahun 2050 jika negara berkembang 
yang ekonominya sedang tumbuh pesat tidak melakukan hal yang sama.
 
Krisis finansial
Perdebatan alot dalam isu perubahan iklim seolah ”menutup” perhatian atas 
masalah krusial lain, krisis finansial global yang berawal dari krisis subprime 
mortgage di AS. Pernyataan bersama G-8 memang menekankan komitmen untuk 
melakukan stabilisasi pasar finansial, tetapi tidak disinggung masalah 
melemahnya nilai dollar AS atas mata uang kuat lainnya (Kompas, 10/7). Padahal, 
ketidakmampuan AS untuk cepat mengatasi krisis subprime mortgage mendorong 
spekulan mengalihkan investasi ke komoditas pangan dan energi, yang mendorong 
naiknya harga pangan dan minyak dunia. Keterlibatan militer AS di Irak 
memperparah krisis energi.
 
Mantan spekulan George Soros menyatakan, krisis global saat ini akan cepat 
berakhir dengan syarat perekonomian, terutama pasar uang, diatur ketat (Kompas, 
4/4). Di mata Soros, akar krisis saat ini adalah kekacauan di sektor finansial 
yang dimulai sejak 1980 saat Ronald Reagan dan Margareth Thatcher memelopori 
kampanye neoliberalisme di tingkat global.
 
Lemahnya posisi Pemerintah AS berhadapan dengan berbagai perusahaan hedge funds 
dan pengelola dana investasi untuk tujuan spekulasi telah diprediksi Susanne 
Soderberg. Dalam The Politics of the New International Financial Architecture 
(2004), Soderberg menggambarkan, hubungan Pemerintah AS dengan korporasi 
finansial yang berpusat di Wall Street adalah seperti hubungan Dr Frankenstein 
dan monster pintar ciptaannya.
Dengan mensponsori penerapan rumus-rumus neoliberal, Pemerintah AS menumbuhkan 
”blok” kapitalis finansial yang menggurita di Wall Street, yang kemudian 
menjeratnya dalam ketidakberdayaan dan posisi serba salah akibat besarnya 
dominasi perekonomian mereka.
 
Pernyataan menteri keuangan G-8 yang bertemu di Osaka, Juni, juga tak 
menyinggung perlunya memperketat aturan main sektor finansial global. 
Pernyataan hanya menyebutkan, Financial innovation has contributed 
significantly to global growth and development, but in the light of risks to 
financial stability, it is imperative that transparency and risk awareness be 
enhanced. Poin tentang sistem finansial ada di bagian terakhir statement 
bersama dan paling pendek dibandingkan poin-poin pernyataan terkait harga 
komoditas, perubahan iklim, dan pembangunan Afrika.
 
Pertumbuhan tanpa batas?
Dalam konteks perubahan iklim, upaya Jepang membuka jalan bagi penyusunan 
traktat internasional baru menggantikan Protokol Kyoto yang habis masa 
berlakunya tahun 2012 pada KTT ini tidak berhasil. Memang dicapai ”komitmen 
umum” untuk pengurangan emisi pada tahun 2050, tetapi tidak dicapai kesepakatan 
tentang bagaimana target itu secara spesifik harus dicapai. Pernyataan G-8 
hanya menyatakan, tiap anggota G-8 akan menyusun target masing-masing untuk 
periode jangka menengah setelah tahun 2012. Menanggapi hal ini, para pemimpin 
China, India, Brasil, Afrika Selatan, dan Meksiko membuat pernyataan bersama 
yang menolak kewajiban tiap negara mengurangi emisi 50 persen dengan menekankan 
kewajiban negara maju memulai langkah-langkah nyata ke arah itu.
 
Para aktivis lingkungan juga mengecam keengganan negara G-8, terutama AS, untuk 
memberi komitmen nyata dan mengikat terkait pemanasan global. Data Greenpeace 
International menunjukkan, meski hanya dihuni 13 persen populasi dunia, negara 
G-8 memproduksi 80 persen emisi di atmosfer dan 40 persen emisi 
CO>sub<2>res<>res<.
Komitmen ”samar-samar” yang diberikan G-8 dinilai tak sebanding dengan dampak 
perubahan iklim dan global warming yang menimbulkan dampak berantai berupa 
kekeringan dan bencana alam di dunia. Penurunan emisi karbon akan menurunkan 
pertumbuhan ekonomi, tetapi amat penting menjaga kelestarian alam dan 
penghidupan di bumi, yang memperburuk kualitasnya karena industrialisasi dan 
eksploitasi alam nyaris tanpa batas.
 
Perbedaan pendapat dalam isu pemanasan global menunjukkan dominasi 
berkelanjutan paradigma pembangunan pertumbuhan ekonomi atas paradigma 
pembangunan berwawasan lingkungan. Sulitnya menyatukan langkah dalam mengatasi 
aneka masalah serius dalam krisis global saat ini seakan membenarkan prediksi 
Karl Marx, ”krisis berkelanjutan” dalam sistem kapitalisme global senantiasa 
bersumber dari kecenderungan melakukan akumulasi kapital yang tak kenal batas.
 
Syamsul Hadi Pengajar Departemen Hubungan Internasional FISIP-UI
 


      

Kirim email ke