Koalisi Parpol Islam, Mungkinkah Menjadi Realita? 

Terjebak Romantisme Sukses Poros Tengah 

Setiap menjelang pemilu, semangat menggabungkan partai berbasis Islam selalu 
muncul. Kali ini datang dari Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin. 
Mungkinkah itu terealisasi? 

----- 

Pengamat politik dari Universitas Indonesia Maswadi Rauf termasuk yang 
meragukannya. Guru besar ilmu politik itu menilai fanatisme terhadap agama 
dalam berpolitik sudah sangat berkurang. Buktinya, meski jumlah masyarakat 
beragama Islam terbesar, total suara pemilih yang menjatuhkan pilihan pada 
parpol Islam dari pemilu ke pemilu makin kecil. "Selain itu, sudah menjadi 
tradisi partai Islam sulit disatukan," ulasnya. 

Bila dirunut ke belakang, urai Maswadi, di awal kemerdekaan sudah ada upaya 
membentuk partai tunggal berasas Islam, yaitu Majelis Syura Muslimin Indonesia 
(Masyumi). Namun, partai yang merupakan federasi dari sejumlah ormas Islam itu 
akhirnya pecah. 

Pada 1947 PSII memutuskan keluar dari Masyumi. Lima tahun kemudian pada 1952, 
NU yang merasa kecewa karena jatah menteri agama diberikan kepada ormas lain 
menyusul keluar. "Federasi terpecah-pecah tak lain karena kepentingan sejumlah 
komponen pendukung tidak terakomodasi," jelasnya.

Karena itu, dalam pemilihan umum pertama 1955, kekuatan politik Islam terbelah 
dalam empat partai utama (Masyumi, NU, PSII, dan Perti). Sekitar 44 persen 
suara diraih. "Dalam beberapa isu di konstituante, mereka sempat beberapa kali 
bersatu, tapi tetap berdiri sendiri-sendiri," ungkap Maswadi.

Sejak saat itu politik Islam terus terpuruk. Termasuk, adanya keharusan 
pemerintah Orde Baru selepas Pemilu 1971 agar partai Islam berfusi menjadi 
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menjadi semakin menenggelamkan kekuatan 
partai bernapas Islam. Paling tinggi, PPP hanya berhasil mengumpulkan suara 29 
persen, yaitu pada 1977. 

Dibukanya keran reformasi memunculkan kembali semangat partai Islam. Sejumlah 
partai baru dibentuk. Di antaranya PPP, PKB, PAN, PBB, dan PK (sekarang PKS). 
Pada Pemilu 1999, akumulasi lima partai berbasis massa Islam terbesar itu 
berhasil mendapatkan suara sekitar 37,54 persen. 

Pada saat itulah, poros tengah yang dipromotori Amien Rais dibentuk. Berinti 
sejumlah parpol Islam, koalisi tersebut sengaja digalang sebagai reaksi 
penolakan bersama atas pencapresan Megawati Soekarnoputri. Abdurrahman Wahid 
(Gus Dur) pun bisa diusung sebagai presiden terpilih oleh MPR. 

Keberhasilan itulah yang ingin dibangun kembali oleh sejumlah kekuatan politik. 
"Koalisi Islam sangat mungkin terbentuk karena kita sudah punya pengalaman 
manis saat 1999," ujar Sekjen DPP PPP Irgan Chairul Mahfidz. 

Dia yakin, jika koalisi parpol Islam jadi terbentuk lagi, hal tersebut akan 
bisa mengubah peta politik 2009. Menurut Irgan, kekuatan politik yang saat ini 
masih terpusat pada parpol-parpol nasionalis akan bergeser. "Bisa berubah 180 
derajat dalam sekejap," tegasnya. 

Di antara parpol berbasis massa Islam, PPP memang menjadi salah satu yang cukup 
menginginkan terwujudnya koalisi parpol Islam pada 2009. Selain partai 
berlambang Kakbah itu, ada pula PBB, PMB, atau PKNU yang berada di barisan 
tersebut. 

Sikap PKB dan PKS belum jelas. Mereka cenderung ingin menunggu hasil pemilu 
legislatif terlebih dahulu. "Koalisi parpol Islam itu bagus, tapi sepertinya 
dikotomi Islam-nasionalis sudah semakin kabur saat ini," ujar Ketua Umum Dewan 
Tanfidz PKB Muhaimin Iskandar. 

Pandangan lebih keras disampaikan Ketua Umum DPP PAN Soetrisno Bachir. Menurut 
dia, pembentukan koalisi seharusnya tidak lagi didasarkan pada sentimen agama. 
"Itu menafikan kemajemukan bangsa. Mayoritas simpatisan PDIP-Golkar kan juga 
muslim," ujarnya. 

Pengamat politik Islam Bachtiar Effendy justru mendorong adanya koalisi 
tersebut. Menurut dia, koalisi partai Islam adalah keharusan jika ingin 
eksistensi partai-partai tersebut memiliki nilai. Prestasi politik 
partai-partai Islam itu, kalau digabung, bisa menjadi kekuatan alternatif untuk 
bersaing di Pilpres 2009. "Apalagi tujuan parpol, kalau bukan merebut 
kepemimpinan?" ingatnya. 

Mulai Pemilu 1999 hingga terakhir 2004, akumulasi perolehan suara partai Islam 
memang relatif stabil. Pada 2004 total akumulasi lima partai Islam terbesar 
(PPP, PKB, PAN, PKS, dan PBB) sekitar 38 persen. Tapi, pertanyaannya, apakah 
mungkin karena partai berbasis Islam itu selalu mempunyai kepentingan politik 
praktis yang berbeda. (dyn/bay) 
http://jawapos.com/


   Salam
Abdul Rohim
http://groups.google.com/group/peduli-jateng?hl=id


      

Kirim email ke