Dalih Melindungi Umat


Majelis Ulama Indonesia (MUI) merubah paradigmanya, dari pelayan penguasa
menjadi "pelayan umat". Perubahan paradigma ini sebenarnya cukup baik. Hal
ini menunjukkan MUI menyadari kekeliruannya selama ini. Perubahan paradigma
ini membawa perubahan pada pola gerakan yang dilakukan MUI. Jika selama ini
MUI lebih menjadi legitimator program-program pemerintah, sekarang orientasi
gerakannya lebih berorientasi "umat". Nah, efek dari perubahan itu antara
lain bisa dilihat bagaimana MUI memerankan diri sebagai "pelindung umat",
mulai dari pelindung akidah sampai melindungi umat dari kemungkinan
mengkonsumsi makanan yang dilarang agama.

Dalam Monthly Report edisi ini, kami menyorot salah satu peran itu. Kalau
soal labelisasi halal, itu cerita lama. MUI melalui LPPOM (Lembaga
Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika) selama ini menjadi "raja"
labelisasi halal. Tidak cukup itu, kini MUI mengusulkan agar penjualan
produk halal dan haram di supermarket dipisahkan.  Hal ini didorong MUI
melalui pengajuan Rencana Undang-Undang (RUU) Jaminan Produk Halal (JPH).

Di samping isu ini, laporan menyangkut MUI juga terjadi di beberapa daerah,
seperti fatwa haram golput MUI Madura, larangan menonton film In the
Beginning oleh MUI Parepare karena isinya dianggap bertentangan dengan isi
al-Quran, perseteruan MUI Pusat dengan Majalah Tempo.
Di samping isu tersebut, edisi ini juga melaporkan kasus erotisme yang
mendapat tentangan di banyak daerah. Kristenisasi kali ini juga masih
menjadi isu penting. Kali ini terjadi di Cirebon dimana sebuah stasiun TV
yang belum tayang sudah didemo sekelompok massa karena diduga akan dipakai
untuk kristenisasi. Diskriminasi terhadap komunitas Parmalin di Sumatera
Utama juga kami laporkan.

http://www.wahidinstitute.org/indonesia/content/view/800/1/

Kirim email ke