Pak Guru Siapkah Bersaing dengan Internet?


 
Laporan wartawan KOMPAS Yulvianus Harjono


PESATNYA arus globalisasi serta perkembangan teknologi informasi dan komunikasi 
(TIK)saat ini menuntut perubahan sikap dan pola pikir guru. Sebab, peran guru 
saat ini makin tersaingi dengan keberadaan internet dan televisi. Sekolah 
melalui gurunya harus bisa menjadi lembaga yang tidak sekadar transfer ilmu, 
tetapi juga nilai-nilai luhur.
Demikian benang merah imbauan yang disampaikan Wakil Gubernur Jawa Barat Dede 
Yusuf saat menjadi pembicara keynote dalam Kuliah Umum yang diselenggarakan 
Majalah Guruku, Selasa (10/3) di Sabuga. Kegiatan yang diadakan cuma-cuma ini 
diikuti sekitar 1.500 guru se-Bandung Raya.
Menurutnya, internet dan televisi sebetulnya merupakan alternatif sumber 
belajar. Namun, pada kenyataannya, tidak jarang ini menggeser peran guru 
sebagai penyampai ilmu. "Saya terkejut anak saya yang baru berumur 8 tahun 
sudah pandai buka-buka website. Ditanya dia ikut les atau tidak, ternyata dia 
jawab tidak," tuturnya.
Dari pengalaman ini muncul pesan, internet dalam wadah TIK merupakan sumber 
yang luas untuk belajar. Jika guru tidak memutakhirkan dirinya terhadap 
perkembangan TIK, ucapnya, maka daya saing bangsa akan kian tertinggal. "Ke 
depan kan bakal banyak guru-guru asing mengajar di Indonesia, khususnya Jabar. 
Yang saya khawatirkan, justru mereka berasal dari Negara Jiran. Ini adalah 
tantangan."
Fenomena situs jaringan pencari kawan macam Friendster dan Facebook, ucapnya 
makin menegaskan fenomena masyarakat digital. Dalam konsep ini, masyarakat 
bagaikan sebuah keluarga besar yang melintasi batas wilayah dan saling aktif 
bertukar informasi. Sekolah, ucapnya, merupakan benteng untuk menyaring budaya 
global yang tidak sesuai budaya lokal. Di sinilah sekolah berperan sebagai 
lembaga transfer nilai.

 
Dalam kuliah umum, Kepala Subbidang Penghargaan dan Perlindungan Guru 
Direktorat Jenderal Depdiknas RI Dian Mahsnah mengatakan, guru sejatinya tetap 
kunci dalam proses pembelajaran. Namun, sebagai agen perubahan, guru dituntut 
harus mampu melakukan validasi-memperbaharui kemampuannya, sesuai dengan 
tuntutan zaman agar tidak tertinggal.
Krisis guru idola 
Menyinggung soal masih banyaknya guru yang gagap teknologi, menurutnya, hal ini 
lebih disebabkan karena faktor individu, enggan memperbaiki diri. Dengan adanya 
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), guru sebetulnya dituntut lebih 
memberdayakan TIK untuk proses pembelajaran bermutu. Demikian diucapkannya.
Hal yang tidak kalah penting adalah membiasakan mengajar dengan menyenangkan. 
Dengan demikian, pembelajaran menjadi semakin menarik bagi siswa. Berdasarkan 
survei yang disampaikannya, saat ini tengah terjadi krisis guru idola di 
Indonesia. Tingkat kepanutan guru di mata siswa hanya 58 persen. Kalah jauh 
dibandingkan tingkat panutan orangtua (90 persen), bahkan sesama teman sebaya 
(88 persen).
Menurut Pemimpin Redaksi Majalah Guruku Ismed Hasan Putro, guru merupakan 
penentu peradaban suatu bangsa, ujung tombak pendidikan. Selayaknya, anggaran 
20 persen untuk pendidikan, 40 persennya diarahkan untuk perbaikan 
kesejahteraan guru. Demikian dikatakan Ketua Masyarakat Profesional Madani ini.
 
http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/03/10/20241954/pak.guru.siapkah.bersaing.dengan.internet


 
http://media-klaten.blogspot.com/
 
 
 
salam
Abdul Rohim


      

Kirim email ke