http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=77270&Itemid=44
Thursday, 02 April 2009 06:25 WIB Pemilu 2009 tak lebih baik CHOKING SUSILO SAKEH Bagi anda yang kurang beruntung, maka pada 9 April nanti anda akan merasa ikut Pemilu seperti di masa sulit tempo doeloe karena mencontreng di bilik kardus. Selain itu, anda pun mungkin kurang beruntung karena tidak mencontreng serentak pada hari yang sama, melainkan hari berikutnya karena surat suara belum lengkap.Itulah keputusan terbaru KPU menyahuti kurangnya logistik. Kekurangan bilik suara aluminium boleh digantikan dengan bilik suara kardus, dan jika surat suara belum ada pada 9 April maka dilaksanakan Pemilu susulan sampai logistik tersebut tersedia. Apa pun keputusan KPU, marilah bersyukur. Sebab, itu memperlihatkan bahwa akhirnya lembaga itu tidak lagi bersikap teramat kelewat percaya diri seperti selama ini. Mereka sudah mau mendengar, bahkan juga sudah mau minta tolong. Yang belum dilakukan KPU hanyalah minta ampun. Dalam beberapa diskusi sejak awal tahun ini, saya sudah nyatakan bahwa penyelenggaraan Pemilu Legislatif (Pileg) 2009 ternyata tidak lebih baik dibandingkan Pileg 2004. Sepertinya kita baru pertama kali ini menyelenggarakan Pemilu, sehingga kita terlihat gagap dan payah. Ada beberapa indikasi menyangkut amburadulnya penyelenggaraan Pileg 2009, seperti masalah Daftar Pemilih Tetap (DPT). Saya bisa pastikan bahwa semua DPT di setiap daerah bermasalah, dengan modus yang sama seperti ditemukan di Jawa Timur. Modus yang sama pun sesungguhnya terjadi di Sumut, baik pada Pilkada Kab/Kota maupun pada Pilkada Sumut. Bahkan, saat Pilkada Sumut, beberapa pejabat terkait di Pemkab/Pemkot sempat diperiksa penegak hukum karena tidak melakukan pendataan secara benar. Sayangnya, kasus ini tak jelas tindak lanjut pengusutannya. Sesuai UU No. 10 tahun 2008, data pemilih itu diperoleh KPU dari pemerintah yang diwakili oleh Mendagri dan Menteri Luar Negeri, yakni berupa Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) pada 5 April 2008. Selanjutnya, KPU memutakhirkan data kependudukan tersebut untuk penyusunan Daftar Pemilih Sementara (DPS) dan kemudian disusun menjadi DPT. DP4 itu diperoleh Depdagri berdasarkan data yang disusun oleh masing-masing Pemkab/Pemkot dan Pemprov di seluruh Indonesia. DP4 dari Pemda itulah yang juga dipergunakan untuk dijadikan DPS dan DPT oleh KPUD pada penyelenggaraan Pilkada Kab/Kota dan Provinsi. Ada beberapa kemungkinan kenapa DP4 itu dibuat sedemikian amburadul oleh Pemda. Pertama, Pemda menyusun DP4 hanya berdasarkan data di kelurahan yang didapat dari data Kepala lingkungan, tanpa dilakukan pengecekan langsung ke rumah-rumah. Kedua, KDH bersangkutan akan maju kembali pada Pilkada sehingga perlu disusun DP4 yang amburadul untuk kepentingan kemenangannya sebagai incumbent pada Pilkada. Dan ketiga, Pemda berani menyerahkan DP4 yang amburadul itu ke KPUD/KPU karena tahu persis bahwa lembaga penyelenggara Pemilu ini tidak punya kemampuan dan sistem yang standar untuk menyusun DPS dan DPT yang akurat. Jika kemudian KPUD/KPU tidak mampu menyusun DPT yang akurat, itu dimungkinkan karena selain mereka memang tidak memiliki sistem yang standar, juga dimungkinkan jika lembaga tersebut memang tidak independen pada penyelengaraan Pilkada. Ketidakindependenan KPU/KPUD bisa dilihat dari keengganan mereka menyerahkan DPT kepada peserta dan publik, meski sesungguhnya DPT itu merupakan hak publik. Dari berpengalaman KPUD/KPU menyelenggarakan Pemilu dan Pilkada, sesungguhnya diketahui bahwa salah satu penyebab konflik adalah karena ketidakakuratan DPT. Yang mengherankan, sampai kini tidak terlihat sedikitpun upaya KPU untuk bisa menerbitkan DPT yang akurat. Yang terjadi kemudian, adalah saling menyalahkan antara KPU dan Depdagri. Logistik dan Sosialisasi Indikasi lain bahwa penyelenggaraan Pileg 2009 tidak lebih baik dibanding Pileg 2004, adalah masalah logistik dan distribusi logistik. Hingga menjelang beberapa hari lagi saat pemungutan suara, distribusi logistik masih terus bermasalah. Dari mulai jumlah yang kurang, salah pengiriman, bahkan juga logistik yang belum sampai ke tujuan. Masalah logistik ini semakin runyam, tatkala banyak surat suara yang rusak. Misalnya salah nama, dan anehnya KPU hanya menyarankan kesalahan nama Caleg itu diperbaiknya dengan cara menempel stiker. Juga ada nama Caleg yang dicetak lebih tebal dibanding nama lainnya. Belum lagi kerusakan berupa koyak, kotor dan lain sebagainya. Termasuk juga kekurangan bilik suara aluminium. Sebagai penggantinya, KPU akhirnya membolehkan bilik suara dari kardus yang dibuat sendiri oleh masing-masing KPPS. Demikian pula dengan minimnya sosialisasi, menjadi salah satu indikasi penyelenggaraan Pileg kali ini lebih buruk dibanding Pileg 2004. Padahal, Pileg kali ini lebih rumit dibanding 2004. Antara lain banyaknya peserta Pemilu serta perobahan dari mencoblos menjadi mencontreng. Yang kita ketahui, bahwa anggaran sosialisasi KPU memang teramat minim. Tentunya menjadi pertanyaan : bagaimana sih cara KPU menyusun anggarannya, bagaimana pula sikap DPR dan pemerintah dalam memutuskan besaran anggaran sosialisasi. Sepertinya kita baru pertama kali ini menyelenggarakan Pemilu, sehingga sosialisasi dianggap sebagai hal yang tidak penting. Padahal, sosialisasi sangat berdampak kepada tingkat partisipasi pemilih dan tingkat keabsahan suara pemilih. Bayangkan kalau tingkat partisipasi pemilih sangat rendah atau tingkat kesalahan sangat tinggi, maka tingkat legitimasi pun menjadi semakin mengecil. Kualitas penyelenggara Dan terakhir, adalah kualitas penyelenggara. Saya sangat percaya bahwa para penyelenggara Pemilu : KPU dan jajarannya hingga ke KPPS, Bawaslu dan jajarannya hingga ke Panwaslu Lapangan adalah putra-putri terbaik Indonesia. Karenanya, mereka layak mendapat kepercayaan untuk menjadi penyelenggara Pemilu kali ini. Namun penampilan KPU kali ini lebih banyak yang menggelikan. Di satu saat terlihat kelewat pede, sehingga menutup mata dan telinga dari segala masukan dan kritikan serta maunya berjalan sendiri sesuai dengan apa yang dianggapnya benar. Namun di satu pihak terlihat memelas, minta dikasihani namun malu meminta ampun. Tapi, sudahlah. Yang paling penting, masih ada beberapa hari lagi untuk sampai pada hari pemungutan suara nanti. Artinya, masih ada waktu untuk membenahi apa yang masih dianggap bermasalah. Untuk itu, KPU/Bawaslu dan jajarannya mau lebih membuka diri. Ajak dan libatkan semua elemen potensial agar Pemilu benar-benar menjadi pestanya rakyat lima tahun sekali dan bisa dilaksanakan dengan sukses. Dan semuanya itu sangat berpulang kepada penyelenggara. Jangan sampai muncul anggapan bahwa yang bisa dilakukan KPU secara benar dengan tingkat akurasi yang tinggi hingga saat ini, cumalah menghitung berapa hari lagi saatnya pemungutan suara dilakukan. Selebihnya, kita bisa lihat bersama-sama Penulis adalah jurnalis, Ketua Panwas Pemilu 2004 Provinsi Sum. Utara. (wir)