Tulisan ini juga disajikan dalam website http://kontak.club.fr/index.htm


Catatan A. Umar Said


                    Prabowo  bukanlah “Bung Karno kecil”




Menjelang makin dekatnya penyelenggaraan pemilihan legislatif dan presiden
yang akan datang, kiranya menarik bagi kita untuk sama-sama menyimak kembali
isi berita Gatra 7 Februari 2009, yang ringkasannya berbunyi antara lain
seperti berikut :


 « Tepuk riuh ratusan pendukung dan simpatisan sontak bergema memenuhi ruang
Balai Sarbini, Semanggi, kala mantan politisi senior PDI Perjuangan tampil
di depan podium pada HUT pertama Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra),
Jum`at (6/2) malam.

Permadi, yang baru tiga hari bergabung dengan Gerindra, secara khusus
didaulat untuk menyampaikan sepatah dua patah kata, pada para kader,
pendukung dan simpatisan partai berlambang kepala garuda emas itu. "Saya
bergabung dengan Gerindra, karena sosok Prabowo-nya," katanya,



Ketua Dewan Pembina Gerindra, Prabowo Subianto, di mata Permadi, adalah Bung
Karno kecil karena visi dan misi partai yang bangunnya sangat berbau
Soekarnois, seperti slogan `kembali ke UUD 1945`, `Pancasila dan Bhinneka
Tunggal Ika`, belum lagi `Berdikari` alias berdiri di atas kaki sendiri.

"Saya yakin, dengan kemampuan dan pengetahuannya, Prabowo pada masa datang
dapat melebihi pesona Megawati Soekarnoputri," ujarnya mantap, yang lantas
disambut teriakan yang meriah oleh kader, pendukung, dan simpatisan Gerindra
(kutipan dari Gatra selesai).





Seandainya diucapkan oleh sembarangan orang, penyebutan  bahwa Prabowo
adalah “Bung Karno kecil” akan bisa dianggap remeh atau ditanggapi sebagai
angin lalu saja Tetapi karena ini diungkapkan oleh Permadi, mantan “tokoh”
PDI Perjuangan dan anggota DPR, yang juga Sukarnois yang biasanya lantang
suaranya, dan juga sebagai seorang paranormal (tukang peramal) yang cukup
dikenal, maka masalahya menjadi lain.



Apalagi ungkapan ini dikumandangkan menjelang pemilu 2009, antara lain dalam
HUT partai Gerindra, yang bisa menimbulkan effek tertentu dalam opini umum.
Mengingat pentingnya penyebutan Prabowo sebagai “Bung Karno kecil”, dan
kemungkinan dampaknya yang menyesatkan bagi banyak orang, maka tulisan ini
mencoba mengajak para pembaca untuk bersama-sama menelaahnya.



Penghinaan kepada Bung Karno


Tanpa bermaksud menghina atau merendahkan  penilaian Permadi  bahwa Prabowo
adalah “Bung Karno kecil” (pendapat begitu itu adalah haknya sepenuhnya !),
dalam tulisan ini disajikan berbagai pendekatan terhadap masalah  ini,
karena banyak sekali  hal-hal yang perlu dipersoalkan,
atau patut difikirkan bersama.



Penyebutan  Prabowo sebagai « Bung Karno kecil” merupakan penghinaan kepada
Bung Karno, pemimpin besar bangsa Indonesia yang sampai sekarang belum ada
tandingannya. Sebab, ditinjau dari banyak segi, seluruh sejarah hidup
revolusioner Bung Karno bertentangan sama sekali atau bertolak belakang
dengan sejarah hidup Prabowo. Bisa diibaratkan dengan bumi dan langit.



Kalau Prabowo adalah “Bung Karno kecil” maka ini berarti bahwa ia
betul-betul harus mengerti atau menjiwai gagasan-gagasan besar dan
ajaran-ajaran revolusioner Bung Karno yang tercermin dalam karya-karya
agungnya, umpamanya : Indonesia Menggugat, Lahirnya Pancasila, Dibawah
Bendera Revolusi, Revolusi Belum Selesai dan banyak karya bersejarah
lainnya.



Artinya, kalau Prabowo memang “Bung Karno kecil” maka ia tentunya menerima
sepenuhnya atau menyetujui Pancasila (versi asli Bung Karno), Berdikari,
Manipol-Usdek, Tavip, Nasakom dan ajaran-ajaran Bung Karno lainnya. Tetapi
apakah Prabowo sungguh-sungguh menerima sepenuhnya atau betul-betul
menyetujui seluruhnya ajaran-ajaran dan gagasan-gagasan revolusioner Bung
Karno adalah satu soal yang sekarang ini masih belum jelas, sehingga
mengatakan bahwa Prabowo  adalah “Bung Karno kecil” merupakan ungkapan yang
bisa dianggap gegabah atau sembarangan.



Tidak gampang menjadi “Bung Karno kecil”


Memang, dalam pidatonya di HUT partai GERINDRA, Prabowo sudah
menyebut-nyebut Bung Karno, bahkan  mengutip pidato Bung Karno, yang antara
lain berbunyi sebagai berikut :



“Proklamator kita , Bung Karno, pernah meramalkan hal ini terjadi.

Bahwa kita terperangkap dalam suatu era neo-kolonialisme dan

Neo-imperialisme. Terlepas dari kelebihan dan kekurangan yang beliau

miliki, pada saat ini kita harus mengakui, pandangan beliau jauh

kedepan dan terbukti bahwa kita memang sedang dalam keadaan terjajah

secara ekonomi



“Saya mengutip apa yang pernah disampaikan Proklamator kita pada sebuah

kongres di tahun 1932; "Beri aku seribu orang dan dengan mereka aku

akan menggerakkan gunung Semeru, tapi berilah aku sepuluh pemuda yang

membara cintanya kepada tanah air dan aku akan mengguncang dunia…"



Di samping itu, dalam pidatonya itu, Prabowo sudah  mengutarakan
pandangan-pandangan yang patriotik, yang nasionalis, yang pro rakyat kecil,
yang anti-neoliberal, yang anti dominasi modal asing, yang sepintas lalu
terdengar mirip-mirip dan bisa disamakan dengan pidato-pidato Bung Karno.
Namun, kiranya kita tidak bisa dengan gampang-gampangan  menamakan Prabowo
sebagai “Bung Karno kecil” hanyalah  karena ia sudah mengutip pidato-pidato
Bung Karno atau bicara galak tentang neo-kolonialisme dan neo-imperialisme.
Kalau begitu, maka setiap “tokoh” yang berani dan rajin mengutip Bung Karno
atau bicara lantang menentang imperialisme lalu bisa dinamakan “Bung Karno
kecil” ?.



Rejim Suharto adalah musuh besar Bung Karno


Memang, adalah suatu hal menarik untuk sama-sama kita perhatikan bahwa
Prabowo, yang dulunya Letnan Jenderal TNI-AD, dan lama menjadi pimpinan
Kopassus dan Komandan KOSTRAD  --  satuan-satuan militer yang merupakan
tulang punggung utama kekuasaan Suharto – sudah mengangkat Bung Karno dalam
pidato-pidatonya. Terlepas dari segala pertimbangan atau latar belakang
sebenarnya mengapa ia menyebut-nyebut Bung Karno, yang bisa memberikan
kesan bahwa ia menghargai pemimpin besar bangsa kita ini, ucapannya yang
begitu itu adalah suatu perkembangan yang perlu mendapat perhatian kita
semua.



Sebab, apakah  sikapnya mengenai Bung Karno itu betul-betul datang dari
lubuk hatinya yang tulus dan juga lahir dari kesadaran politiknya yang dalam
, dan apakah sebaliknya  hanya sebagai lamis bibir dan salah satu siasat
saja dalam rangka meraih simpati sebagian opini publik, ini masih merupakan
tanda tanya yang besar. Ini mengingat bahwa ia sampai kira-kira sepuluh
tahun yang lalu, masih menjadi satu dengan rejim militernya Suharto, yang
dalam hakekatnya adalah musuh besar Bung Karno.,dan bahkan, pengkhianat
besar Bung Karno.



Di samping itu perlulah kiranya kita ingat juga bahwa Prabowo sudah pensiun
dari jabatan kemiliterannya, dan ia bicara sebegitu baik tentang Bung Karno
itu dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum partai GERINDRA. Namun, mengingat
sejarah kemiliterannya yang sangat  menonjol di kalangan TNI (terutama AD)
di masa lalu dan kemungkinan masih adanya pengaruh tertentu sekarang ini di
kalangan militer (yang masih aktif maupun yang sudah pensiun) maka sikapnya
mengenai Bung Karno  (kalau benar-benar tulus dan tidak palsu !!!) merupakan
hal yang baru dalam masalah hubungan TNI (AD) dengan Bung Karno.



Fenomena yang demikian ini menunjukkan bahwa sekarang ini, sebagian dari
kalangan pendukung Orde Baru, (baik dari kalangan sipil maupun militer)
makin sadar akan kebenaran berbagai gagasan-gagasan Bung Karno mengenai
masalah-masalah bangsa. Kalau (sekali lagi : kalau !) berbagai ungkapan
Prabowo mengenai Bung Karno itu memang betul-betul merupakan kesedaran
politik, maka akan bisa mempunyai arti yang tidak kecil. Sebab, bisa
merupakan dorongan akan adanya perubahan sikap kalangan militer terhadap
Bung Karno. Kita melihat dengan jelas bahwa  selama di bawah pimpinan
Suharto  (dan juga sampai sekarang) militer (terutama TNI AD) sudah
dijadikan musuh besar Bung Karno, berikut golongan kiri pendukungnya
(termasuk PKI).



Tidak mengenal ajaran-ajaran Bung Karno


Dari segi sejarah perjuangan bangsa Indonesia, kejahatan atau dosa besar
Suharto (beserta jenderal-jenderal pendukungnya) adalah digiringnya dan
dirubahnya TNI menjadi penentang politik dan ajaran-ajaran revolusioner Bung
Karno. Selama 32 tahun Orde Baru (dan diteruskan sampai sekarang) boleh
dikatakan bahwa TNI dibikin tidak mengenal sama sekali, bahkan membenci Bung
Karno beserta ajaran-ajaran atau gagasan-gagasan revolusionernya. Dengan
digiringnya TNI ke dalam wilayah politik anti-Sukarno, maka TNI menjadi
terpisah dari tradisi revolusioner rakyat Indonesia, dan akhirnya hanya
menjadi alat penggebuk rejim militer yang reaksioner dan pro-imperialis,
yang dipakai untuk membunuhi dan memenjarakan jutaan bangsanya sendiri
secara sewenang-wenang dan bahkan secara biadab.



Suharto beserta jenderal-jenderal pendukungnya telah merusak TNI dan
menjadikannya  sebagai kekuatan yang menentang Bung Karno beserta segala
ajaran-ajaran revolusionernya. Padahal adalah jelas sekali bahwa menentang
Bung Karno beserta ajaran-ajaran revolusionernya berarti menentang atau
mengkhianati perjuangan rakyat Indonesia. Bung Karno adalah pengejawantahan
perjuangan revolusioner rakyat Indonesia menuju masyarakat adil dan makmur,
masyarakat sosialisme à la Indonesia. Sampai sekarang tidak ada pemimpin
Indonesia yang mempunyai pendirian yang seteguh Bung Karno mengenai hal ini,
dan yang visinya sejauh dan seterang yang telah digelarnya selama puluhan
tahun.



Karenanya, dilihat dari berbagai segi, penyebutan Prabowo sebagai “Bung
Karno kecil”  adalah sesuatu yang sama sekali tidak benar, hanya karena ia
telah kelihatan menghargai atau menghormati Bung Karno. Sekali lagi, kalau
(harap diperhatikan di sini, kalau !!!) sikapnya itu betul-betul timbul
karena kesedaran politik dan hati yang tulus, memang merupakan perkembangan
yang menarik dan penting,  Walaupun  begitu, sampai menyebut-nyebutnya
sebagai “Bung Karno kecil” adalah ungkapan yang kebablasan, adalah penamaan
yang kelewatan atau keterlaluan,  dan ........yang bisa menyesatkan banyak
orang.



Bung Karno belum ada tandingannya


Sebab, pemimpin besar rakyat Indonesia, Bung Karno, – yang sampai sekarang
keagungan berbagai fikiran-fikirannya mengenai bangsa belum ada tandingannya
! – tidaklah  bisa  sama sekali dengan gampang-gampangan .disamakan atau
disejajarkan dengan “tokoh-tokoh”  Indonesia lainnya, apalagi dengan
“tokoh-tokoh” semasa Orde Baru ( dan juga sesudahnya). Dibandingkan dengan
kebesaran sejarah hidup revolusioner  Bung Karno maka nampaklah dengan
jelas sekali betapa kecilnya, atau betapa kerdilnya, sosok-sosok para tokoh
itu semuanya, termasuk Prabowo.



Kalau kita teliti kembali sejarah perjuangan bangsa kita dengan seksama,
maka nyatalah bahwa Bung Karno adalah satu-satunya di antara para pemimpin
yang paling dicintai oleh sebagian terbesar rakyat kita yang terdiri dari
berbagai suku, agama, asal ras atau bangsa, dan disegani atau dihormati oleh
banyak pemimpin dan rakyat di Asia, Afrika, Amerika Latin yang berjuang
melawan imperialisme dan kolonialisme.



Bung Karno sudah menjadi tokoh besar rakyat Indonesia, ketika masih
muda-belia mengucapkan pidato pembelaannya di depan pengadilan kolonial
Belanda (ingat: Indonesia Menggugat) dan mendirikan Partai Nasional
Indonesia dan kemudian dibuang ke Endeh dan Bengkulu oleh pemerintahan
kolonial (perlu sekali dicatat bahwa Suharto pada  waktu itu adalah serdadu
kolonial KNIL)



Berkat besarnya peran dan sumbangannya dalam gerakan untuk mencapai
kemerdekaan bangsa yang kelihatan melebihi dari pada peran dan sumbangan
para tokoh lainnya maka secara mutlak ia dipilih (bersama Bung Hatta) untuk
menjadi proklamator kemerdekaan bangsa Indonesia.



Tokoh besar secara nasional dan juga internasional


Selama sekitar 20 tahun memimpin rakyat sebagai presiden (antara 1945-1965),
Bung Karno telah membikin negara dan rakyat Indonesia menjadi terkenal,
dihormati atau disegani oleh banyak rakyat di dunia,  berkat sikap
politiknya yang revolusioner, anti-kolonialisme dan anti-imperialsime,  yang
sudah disandangnya sejak usia mahasiswa. Karenanya, Bung Karno menjadi
simbul terbesar dalam perjuangan bangsa Indonesia, di samping menjadi tokoh
raksasa bagi rakyat-rakyat negeri lain yang sedang melakukan perjuangan.
Dengan kalimat lain, Bung Karno adalah sekaligus besar secara nasional dan
juga besar secara internasional. Dilihat dari sudut ini, maka jelas
sekalilah betapa  besar bedanya antara sosok Bung Karno dengan Suharto atau
pemimpin-pemimpin Indonesia lainnya.



Kebesaran Bung Karno kelihatan bukan hanya sebagai proklamator kemerdekaan
bangsa saja, tetapi juga sebagai promotor Konferensi Asia-Afrika di Bandung
(tahun 1955), juga sebagai tokoh penting dalam Gerakan Non-blok (bersama
Tito), juga sebagai promotor berbagai pertemuan Asia-Afrika, juga sebagai
tokoh yang membikin kagetnya banyak kalangan di dunia dengan keluarnya
Indonesia dari PBB dan seruan “Go to hell with your aid” yang ditujukan
terutama kepada AS. Kebesaran Bung Karno di panggung internasional juga
nampak ketika ia mengucapkan pidatonya yang bersejarah di depan sidang umum
PBB tahun 1960 (“To build the World Anew”) yang mendapat sambutan luar biasa
hangatnya dari hadlirin.



Patutlah kiranya selalu sama-sama kita ingat bahwa dalam sejarah bangsa
kita, Bung Karno adalah tokoh raksasa politik di skala internasional, yang
kalibernya sejajar atau setara bahkan ada juga yang melebihi tokoh-tokoh
dunia seperti (antara lain): Gamal Abdul Nasser (Mesir), Josip Bros Tito
(Yugoslavia), Jawaharlal Nehru (India), Bandaranaike (Srilanka), Ho Chi Minh
(Vietnam), Mao Tse Tung dan Zhou Enlai (Tiongkok), Fidel Castro (Kuba).
Tidak ada tokoh Indonesia lainnya (sampai sekarang) yang mempunyai sosok
atau stature sebesar dan setinggi Bung Karno (artinya, Prabowo juga tidak).



Sayangnya,  Bung Karno, pemimpin rakyat  yang besar dan agung inilah yang
sudah dikhianati oleh Suharto beserta jenderal-jenderal dan pendukungnya.
Kejahatan dan dosa besar ini patut dicatat dan selalu diingat oleh kita
semua, dan juga oleh anak-cucu kita!



Paris, 9 Maret 2009





















No virus found in this outgoing message.
Checked by AVG.
Version: 7.5.557 / Virus Database: 270.11.9/1989 - Release Date: 07/03/2009
18:43

Kirim email ke