Presiden Iran Diangkat Oleh Ayatollah Bukan Suara Pemilu
                                        
Karena buta Syariah Islam, maka banyak umat Islam menyamakannya seperti 
Demokrasi.  Padahal Syariah Islam itu anti-Demokrasi bukan system yang 
Demokrasi.  Untuk membedakannya bisa anda membandingkannya dengan negara 
Demokrasi seperti di Indonesia sekarang ini.

Seorang capres setelah memenangkan pengumpulan suara pendukung2nya, belum bisa 
jadi presiden sebelum dilantik oleh Mandataris MPR.  Karena Mandataris MPR 
inilah yang mengangkat, melantik, maupun yang memecat seorang presiden.  Bukan 
tidak mungkin apabila SBY yang meskipun sudah memenangkan pengumpulan suara 
pendukung2nya sebanyak 99% tetapi Mandataris MPR menolak untuk melantiknya 
misalnya karena terlibat "Korupsi" yang masih dalam proses penyidikan.  Maka 
dalam kasus begini, kemelut politik tidak bisa dihindarkan.  Sama halnya yang 
terjadi di Iran sekarang ini.

Seorang capres di Iran setelah memenangkan pengumpulan suara para pendukung2nya 
belum syah jadi presiden sebelum disetujui oleh Ayatolah Ali Khatami yang 
mengepalai dewan para ayatollah yang dinamakan DEWAN PENGAWAL KONSTITUSI ISLAM 
IRAN.

Demikianlah, Ahmadineyad hanya mengumpulkan suara pendukung sejumlah 17% 
sedangkan saingannya mengumpulkan 46% dan 37% suara.  Hasil ini kemudian 
dirundingkan, dipertimbangkan, dan kemudian diputuskan oleh Ayatollah Ali 
Khatami yang dalam hal ini memiliki kekuasaan mutlak, hasilnya diumumkan bahwa 
Ahmadineyad dinyatakan terpilih sebagai presiden lagi dengan pengumpulan suara 
67%.

Pengumuman Ali Khatami ini membuat geram para pemenang pemilu di Iran ini yang 
akibatnya mereka main bakar seperti yang dibenarkan ajaran Islam kalo kita 
dizalimi.

Syariah Islam pada hakekatnya merupakan kekuasaan mutlak seumur hidup.  Dalam 
kaitannya dengan negara Iran, Ayatollah Ali Khatami itu bisa disejajarkan 
dengan Caliph, bahkan dimata umat Syiah kedudukan Ayatollah itu justru diatas 
Caliph.

Akibat kekacauan dalam pengaturan negara oleh Ayatollah Khomeini dimasa lalu, 
maka dewan Ayatollah dibentuk oleh Rafsanjani dimana kedudukan Ayatollah 
ditetapkan sebagai penasihat dan pengangkatan presiden dan tidak lagi 
mencampuri urusan executive pemerintahan.

Meskipun Dewan Ayatollah ini dibentuk oleh Ayatollah Rafsanjani yang mengangkat 
dirinya menjadi Ayatollah, tetapi pada masa akhir kehidupan Ayatollah Khomeini, 
oleh Khomeini ditunjuk Ali Khatami sebagai penggantinya dan diangkat sebagai 
Ayatollah menggantikan Rafsanjani.  Hal ini disebabkan ali Khatami ini adalah 
saudara seibu tetapi lain bapaknya.

Ayatollah Rafsanjani mulanya berhasil menjadi kepala dewan Ayatollah justru 
karena dukungan para ayatullah2 lainnya.  Namun semua pendukung Rafsanjani mati 
terbunuh dalam bomb yang mendadak meledak di Parlemen, dan akhirnya Khomeini 
menunjuk Ali Khatami menggantikan Rafsanjani sebagai kepala dewan Ayatollah dan 
menamakan dewan ayatollah ini sebagai Dewan Pengawal Konstitusi Islam Iran.

Rafsanjani meminta bantuan Dinas Rahasia Inggris untuk menemukan pelaku 
peledakan bomb diparlemen tsb.  Dan dari hasil penyidikan akhirnya didapatkan 
rekaman video yang menunjukkan bahwa pelaku peledakkan bomb di Parlement itu 
adalah Ali Khatami sendiri yang hadir dalam sidang parlement ini sebentar saja 
hanya untuk meletakkan bomb dibawah tempat duduknya dan keluar lagi.

Ny. Muslim binti Muskitawati.




Kirim email ke