Republika dari Antara: Mataram-RoL-- Dari 130 orang jemaah Ahmadiyah yang tampung di Asrama Transito Majeluk, Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) hingga kini belum ada yang bertobat atau kembali ke ajaran Islam.
Mereka nampaknya masih tetap pada pendiriannya walaupun SKB telah dikeluarkan pemerintah, demikian hasil pantauan Antara di Mataram, Sabtu. Sementara sejumlah jemaat Ahmadiyah di berbagai propinsi seperti di Jawa Tengah sudah banyak yang bertobat dan kembali ke ajaran Islam. Yang jadi pertanyaan, sejak kapan wartawan ANTARA di Mataram jadi wakilnya MUI, FPI, bahkan jadi wakilnya Allah SWT? ----- Original Message ----- From: Sunny To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Sunday, June 22, 2008 5:11 PM Subject: [mediacare] Jemaat Ahmadiyah di NTB Belum Ada yang Tobat Refleksi: Apakah tidak akan lebih berguna bila tuntutan tobat diajukan kepada para petinggi penguasa negara baik sipil maupun militer dan krocok-krocok mereka disemua bidang dan tingkat agar supaya berhenti menipu rakyat, berhenti korupsi, berhenti melakukan penindasan dan kebengisan kepada rakyat daripada kepada jemaat Ahmadiah yang sama samasekali tidak merugikan masyarakat sepeserpun. Pasti kalau mereka bertobat dan harta haram yang diperoleh dengan jalan tipu muslihat dikembalikan kepada masyarakat, maka masalah BBM, sembako, kesehatan serta pendidikan untuk umum akan bertambah baik menuju kesempurnan, jalan singkat menuju ke kesejahteraan bersama. Jadi kalau minta tobat, tuntutlah harta rakyat yang dicuri oleh mantan presiden NKRI Haji Muhammad Suharto untuk diserahkan kembali kepada pemiliknya yaitu rakyat alias mereka yang dalam istilah surgawi disebut umat. Koq selama ini para penuntut tobat membisu dalam tuntutan tsb. Apakah obat yang disuarakan dengan nyaring dan kekerasan tidak terselubung akal bulus bagaikan udang dibalik batu untuk mengalihakan perhatian masyarakat ke arah lain dari persoalan pokok kehidupan sehari-hari? Hendaklah jangan dilupakan Majelis Ulama Islam didirikan oleh rezim Haji Muhammad Suharto untuk memperkokoh kekuasaannya. Bayangkan saja apabila uang 30 milyar dollar yang disembunyikan oleh Almarhum Haji Muhammad Suharto dan keluarganya di berbagai bank dapat diperoleh kembali, berapa banyak lapangan kerja bisa diciptakan dengan uang tsb, untuk memperkuat roda ekonomi demi langkah menuju perbaikan hidup masyarakat yang ditimpa malapetaka kemiskinkan bin melarat selama ini. Tobat-tobatan masalah rohani adalah uruasan masing-masing individu dengan Yang Maha Berkuasa, bukan urusan tukang teriak seperti serigala berbulu domba yang kehausan kehausan di padang tandus. Tuntutan tobatan model seperti adalah teriakan maut dan akan berbuntut panjang terhadap aliran agama lain setelah Ahmadiah dilenyapkan. Prakteknya sudah pernah dilakukan teristimewa di Maluku dan Sulawesi Tengah dan beberapa tempat lain. Jadi tidak akan ada jaminan bahwa serangan tuntutan tobat-tobat dengan menjarah harta kaum akan tamat setelah Ahmadiah dilenyapan, tetapi akan dihapakan kepada kaum agama aliran lain. Jadi ceritanya akan seperti slogan adpertensi bioskop denga film baru yang akan dipertunjukkan: "tunggu tanggal mainnya". Sebelum tanggal main tiba apakah Anda akan menjadi penonton? http://www.republika.co.id/online_detail.asp?id=338513&kat_id=23 Sabtu, 21 Juni 2008 14:48:00 Jemaat Ahmadiyah di NTB Belum Ada yang Tobat Mataram-RoL-- Dari 130 orang jemaah Ahmadiyah yang tampung di Asrama Transito Majeluk, Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) hingga kini belum ada yang bertobat atau kembali keajaran Islam. Mereka nampaknya masih tetap pada pendiriannya walaupun SKB telah dikeluarkan pemerintah, demikian hasil pantuan Antaradi Mataram, Sabtu. Sementara sejumlah jemaat Ahmadiyah diberbagai propinsi seperti di Jawa Tengah sudah banyak yang bertobat dan kembali keajaran Islam. Sebanyak 130 jemaat Ahmadiyah itu ditampung di Transito Majeluk Mataram setelah rumah mereka di Dusun, Ketapan , Desa Gegerung, Lingsar, Lombok Barat dirusak dan dibakar massa lebih dari dua tahun lalu. Para jemaat Ahmadiyah melakukan aktivitas seperti salat dan lainnya di Asrama Transito dan enggan membaur dengan ummat Islam. Untuk menghindari kecurigaan dari umat Islam, mereka menaruh Al-Quran dikaca jendela sehingga terlihat jelas dari luar. Salah seorang warga Ahmadiyah, Patullah menyatakan keinginannya kembali kekampung halaman, karena sudah bosan dipengungsian. Sebelumnya anggota Komisis A DPRD NTB, A. Tayib mengimbau kepada jemaat Ahmadiyah untuk kembali keajaran Islam. "Dengan kembalinya warga Ahmadiyah keajaran Islam merupakan modal utama untuk bisa kembali kekampung halamannya di Gegerung, Lingsar dan itulah ajaran yang benar," katanya. Mereka ingin kembali kekampung halamannya di Gegerung, namun takut karena faktor keamanan dan keselamatan. Pemerintah propinsi NTB telah berusaha semaksimal mungkin untuk mengatasi persoalan Ahmadiyah didaerah itu. Jemaat Ahmadiyah dinilai terlalu eksklusif dan peranan organisasi induk aliran tersebut dirasa terlalu besar. "Masyarakat telah menerima bahkan Pemda telah menyediakan tempat bagi warga Ahmadiyah dengan syarat tidak mengelompok," katanya. Untuk kebutuhan pangan Jemaat Ahmadiyah terus mendapat bantuan beras dari pemerintah pusat dan dalam enam bulan terakhir telah disalurkan sekitar 12 ton beras. Kepala Dinas Kesejahteraan Sosial dan Pemberdayaan Perempuan NTB, Drs. H. Junaidi Najamudin mengatakan, pihaknya hanya membantu beras, sementara yang bertangungjawab masalah keyakinan adalah Kanwil Depag, sementara pendidikan bagi anak-anak Ahmadiyah tanggungjawab Dikpora NTB. "Pembinaan atau bantuan beras terhadap jemaat Ahmadiyah seharusnya berlaku setahun, namun karena mereka masih saja tinggal dipengungsian kita terpaksa meminta jatah beras ke pusat," katanya. antara/mim