Bangka Pos
Saatnya Perempuan Lebih Bermartabat

edisi: Kamis, 27 November 2008 WIB 

Penulis: Oleh: Epa Listari Manajer Grup Eljhon
Masyarakat yang didominasi laki-laki cenderung menyingkirkan perempuan; 
perempuan sejajar dengan "berita kecil" di dalam suatu surat kabar, dalam 
analisis sosial-ekonomi ataupun politik, bahkan dalam proyeksi masa depan 
manusia. 

PERSOALAN global, efek "menetes" hak-hak perempuan, keterlihatan mereka, dan 
keterlibatannya harus dipercepat dan diperkuat di berbagai tingkatanùmemastikan 
keberhasilan perjuangan mereka untuk menggapai hidup yang lebih baik bagi diri 
mereka maupun orang lain.

Keterlihatan perempuan membawanya ke situasi yang melampaui peluang kesetaraan. 
Sebagaimana kesetaraan lainnya diperluas, maka kesetaraan gender juga menjadi 
penting. Beberapa perempuan berhasil mencapai puncak tangga kesuksesannya, 
namun sebagian besar perempuan masih tertinggal. Pemahaman subordinasi pasif 
tidak bisa dibenarkan, dalam arti, baik sebagai hak maupun kesetaraan hidup.

Penghormatan harga diri terhadap makhluk hidup menuju pada penghormatan 
terhadap kesetaraan. Universalitas kesetaraan menjadi kebutuhan dasar hak asasi 
manusia. Ketidak-adilan merupakan pengingkaran terhadap hak asasi manusia. 
Dalam kaitan masalah perempuan, ketidak-adilan kerap diperhalus maknanya 
menjadi diskriminasi, yakni penolakan terhadap hak-hak perempuan. 

Namun transformasi peradaban besar telah terjadi sepanjang abad ke-20: 
menyangkut pemberdayaan perempuan sekaligus penghormatan hak-hak perempuan 
sebagai hak asasi manusia. Tranformasi diam-diam ini dilakukan dengan kerja 
keras. Konsekuensinya terkait dengan perubahan relasi gender dan kondisi khusus 
dalam tiap masyarakat. Hal itu berdampak pula pada politik, ekonomi, dan 
kehidupan sosial secara mendasar baik nasional maupun internasional.  

Peningkatan keterlihatan perempuan sangat diperlukan. Hal itu upaya untuk 
mengurangi jurang antara prinsip-prinsip yang diterima dan hak-hak perempuan di 
 satu sisi, dengan realitas dan praktiknya di sisi lain.

Prinsip yang disepakati secara internasional yang diwujudkan kedalam kodifikasi 
hukum-hukum nasional hanya menjadi tulisan, atau tidak bermakna ketika berbagai 
æperkecualianÆ dilakukan terhadap ratifikasi konvensi tersebut. Mengambil 
kesempatan memanfaatkan keterlihatan perempuan ini, dorongan pemberdayaan harus 
lebih bertenaga, untuk merumuskan kenyataan yang baik seperti upah yang sama 
untuk pekerjaan yang sama (konvensi 100 ILO). 
 

Konsep Hak


Pemberdayaan perempuan sebagai sarana penguatan perempuan dalam berbagai bentuk 
kehidupan sosial, ekonomi, dan politik berdasarkan pada keterkaitan antara 
kebebasan pribadi dan aturan masyarakat yang berlaku. Tahap awal pemberdayaan 
perempuan dapat dibandingkan dengan tahapan hak. Perempuan miskin, di berbagai 
budaya tidak akrab dengan bahasa "hak". Karena itu, menjadi tanggung jawab 
untuk menjelaskan hal itu kepada mereka. 

Sudah sewajarnya jika saat ini perempuan ditempatkan lebih sejajar dengan kaum 
laki-laki. Untuk itu perlu adanya langkah-langkah konkrit untuk menjadikan 
perempuan berhak sejajar dengan kaum laki-laki. Diantaranya meningkatkan sumber 
daya manusia Perempuan yang mempunyai kemampuan dan keamanan guna kemandirian, 
dengan bekal kepribadian, memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan, keimanan 
dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu terciptanya gerak langkah 
yang terpadu dan harmonis antara sektor dan sub sektor pemerintah, organisasi 
(kemasyarakatan dan politik), LSM, tokoh dan pemuka masyarakat dan agama dalam 
upaya proses pembangunan perempuan.   

Sasaran Umum Pembangunan Pemberdayaan perempuan antara lain meningkatnya 
kualitas Sumber Daya Manusia Perempuan diberbagai kegiatan sektor dan sub 
sektor serta lembaga dan non lembaga yang mengutamakan peningkatan kemampuan 
dan profesionalisme/ keahlian kaum perempuan. Selain itu mewujudkan kepekaan, 
kepedulian gender dari seluruh masyarakat, penentu kebijakan, pengambil 
keputusan, perencana dan penegak hukum serta pembaharuan produk hukum yang 
bermuatan nilai sosial budaya serta keadilan yang berwawasan jender.   

Namun demikian untuk meningkatkan peran gender dalam masyarakat dan 
meningkatkan kedudukan perempuan sebagai bagian dari Civil Socitey dalam 
kehidupan berbangsa dan bernegara masih terdapat berbagai hambatan antara lain; 

1)     Belum optimalnya sosialisasi / advokasi pengarusutamaan gender di 
propinsi dan kabupaten / kota. 
2)     Sebagiani perempuan belum mempunyai kekuatan yang kuat dalam pengambil 
keputusan, sering terpengaruh oleh lingkungan sekitar yang menimbulkan 
ketergantungan pada orang lain. 
3)     Terbatasnya keterwakilan perempuan dalam pengambilan keputusan 
(eksekutif, legislatif, dan yudikatif).

Untuk itu, dalam pencapaian sasaran pembangunan pemberdayaan perempuan masih 
dirasa perlu terus dilaksanakan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan 
kemampuan dan peran serta kaum perempuan dalam mengisi pembangunan antara lain:

1.     Sosialisasi / advokasi pengarusutamaan gender perlu dilanjutkan secara 
berkesinambungan untuk membangun kesepakatan pembangunan pemberdayaan perempuan 
antara pemerintah, swasta dan anggota masyarakat untuk mewujudkan kesetaraan 
dan keadilan gender disegala bidang dan sektor. 
2.     Meningkatkan koordinasi antara lembaga - lembaga yang menangani 
pemberdayaan perempuan baik dalam bentuk program, proyek maupun kegiatan rutin. 
3.     Pelaksanaan pelatihan / pendidikan analisa gender, agar dapat 
meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan kesadaran tentang gender serta 
meningkatkan kemampuan untuk mengarusu-tamakan isu gender ke dalam kebijakan 
program/ perencanaan pembangunan. 
4.     Mengupayakan keterlibatan kaum perempuan dalam setiap proses dan 
pengambilan keputusan.


Lebih Bermartabat


Untuk melancarkan kesejajaran perempuan dan kaum laki-laki ini, konferensi PBB 
mengenai perempuan dan isu-isu pembangunan sosial ekonomi lainnya sejak tahun 
1975 telah membantu meningkatkan kelayakan peran, dan potensi perempuan di 
skenario internasional. Pertemuan tersebut mengungkapkan dimensi pembangunan 
yang tersembunyi, yakni diskriminasi sistemik dan marjinalisasi perempuan 
(penindasan mereka di seluruh dunia) yang menciptakan momentum perubahan.

Ketika hak dipilih perempuan menembus tembok tabu, menuju terbentuknya sistem 
yang demokratis, akses politik perempuan sebelumnya sangat terbatas, dan di 
beberapa negara, hanya hak memilih. Dalam kehidupan budaya, juga memperoleh 
tempatnya tersendiri sekarang.

Peran perempuan, sebagai isu yang terpisah yang kurang bermakna, kemudian 
menjadi perdebatan internasional di Konferensi Pertama PBB mengenai 
Kependudukan dan Pembangunan di Romania tahun 1974. Sejak itu, dimensi 
persoalannya makin kompleks. Beberapa konferensi dilangsungkan, yang 
berkontribusi terhadap perempuan pedesaan terkait ekonomi agraria, yaitu 
Konferensi Dunia Reforma Agraria dan Pembangunan Pedesaan  tahun 1979. Bencana 
kelaparan yang terjadi di Afrika waktu itu menimbulkan pertanyaan, apakah 
perempuan juga tidak berperan sebagai penghasil pangan keluarga.

Peristiwa penting terjadi di Planet Femina saat pertemuan tingkat dunia 
Pembangunan dan Lingkungan Hidup di Rio de Janeiro tahun 1982, turut 
mempengaruhi hasil konferensi tersebut. Konferensi Hak Asasi Manusia di Wina 
tahun 1993 disetujui bahwa hak perempuan adalah hak asasi manusia. Pada 
Konferensi Kependudukan dan Pembangunan di Kairo tahun 1994, ribuan perempuan 
memberikan dukungan nyata dan tambahan kekuatan yang kini secara luas menerima 
konsep hak-hak reproduksi perempuan.

Posisi tersebut diterima pada Pertemuan Sosial di Kopenhagen tahun 1995 yang 
membuat pemberdayaan perempuan sebagai bagian dari komitmen dasar sekitar 126 
kepala negara atau pemerintahan di dunia. Tentu hasil pertemuan tersebut 
menggabungkan hal berikut:

Tahun Internasional Perempuan (1975), Dekade Perempuan (1975-1985), dan 
strategi yang diserap pada tiga konferensi perempuan sedunia merangsang 
tumbuhnya mesin nasional penguatan dan pemberdayaan perempuan. Hal itu membawa 
suatu tingkat kesadaran yang lebih tinggi mengenai bias-bias tersembunyi yang 
menentang perempuan dalam berbagai bidang kegiatannya. Karena itu sudah saatnya 
perempuan bangkit lebih bermartabat, untuk mewujudkan kemaslahatan bersama.(*

Kirim email ke