Refleksi: Di pangung gelap  banyak adegan surga dunia dimainkan!

Jawa Pos



[ Jum'at, 07 November 2008 ] 


Wiranto Somasi Jusuf Kalla, Karena Merasa Disebut Penunggang Gelap 


JAKARTA - Pidato Jusuf Kalla pada Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) IV Partai 
Golkar Oktober lalu berbuntut persoalan. Ketua Umum DPP Partai Hati Nurani 
Rakyat (Hanura) Wiranto merasa dirugikan adanya pidato tersebut. Karena itu, 
Wiranto melayangkan surat somasi kepada ketua umum DPP Partai Golkar tersebut.

Surat somasi dilayang ke DPP Partai Golkar pada Rabu, 5 November 2008. Isinya 
mempertanyakan pemberitaan beberapa surat kabar bahwa Kalla menyebut Wiranto 
sebagai penunggang gelap di Partai Golkar pada Pilpres 2004, saat memenangi 
konvensi di Partai Golkar menghadapi Pemilu 2004. Saat itu Golkar dipimpin 
Akbar Tandjung.

''Kalau penumpang gelap, kan artinya tidak punya tiket. Padahal, Pak Wiranto 
mengikuti semua proses dan mekanisme yang berlaku di Partai Golkar,'' ujar 
kuasa hukum Wiranto, Teguh Samudra, saat menggelar jumpa pers di bilangan 
Cikini, Jakarta Pusat, kemarin (6/11). Dia menambahkan, konotasi penunggang 
gelap sangat merugikan Wiranto.

Tim kuasa hukum yang didampingi Sekretaris Jenderal DPP Hanura Yus Usman juga 
membawa kliping dari pemberitaan sejumlah surat kabar nasional yang memuat 
pernyataan Kalla tersebut. Pada kliping bertanggal 21 Oktober tersebut dikutip 
bahwa Jusuf Kalla menyindir Wiranto yang dianggap sebagai penumpang gelap. 

Selain itu, dalam pemberitaan disebutkan bahwa ketika tidak terpilih dalam 
pilpres, Wiranto memilih keluar dari Partai Golkar tanpa permisi atau meminta 
izin dahulu kepada DPP. Untuk membuktikan bahwa Wiranto juga sudah secara resmi 
mengundurkan diri dari Partai Golkar, tim kuasa hukum membawa segepok kliping 
koran bertanggal 26 Desember 2006. ''Di harian tersebut Pak Jusuf Kalla 
mengatakan bahwa Pak Wiranto telah mengirimkan surat pengunduran diri dari 
Partai Golkar,'' tandasnya.

Dengan adanya fakta tersebut, Wiranto melakukan tuntutan hukum, baik secara 
pidana maupun perdata, kepada Kalla. Pernyataan sebagai penumpang gelap dapat 
dikategorikan pencemaran nama baik dan telah memenuhi unsur-unsur pidana, 
penghinaan, dan fitnah sebagaimana diatur dalam pasal 310 dan 311 KUHP. 

''Kami memberikan waktu delapan hari bagi Pak Jusuf Kalla untuk memberikan 
klarifikasi tentang pernyataannya tersebut,'' tambah Yus Usman. Jika pernyataan 
itu terbukti diarahkan kepada Wiranto, tim kuasa hukum meminta nama kliennya 
direhabilitasi. 

Dimintai komentar tentang somasi tersebut, Wakil Ketua Umum Partai Golkar Agung 
Laksono membantah bahwa Kalla menyebut nama Wiranto sebagai penunggang gelap 
pada Pemilu 2004. Dalam pidato, Kalla tidak secara spesifik menyebut nama ketua 
umum DPP Partai Hanura tersebut. ''Saya belum tahu apakah Pak JK (Kalla) 
mengarahkan kepada beliau (Wiranto),'' kata Agung di Kompleks Parlemen, 
Senayan, Jakarta.

Ketua DPR tersebut juga menyayangkan langkah hukum yang diambil Wiranto. Dia 
berharap, Wiranto mengklarifikasi terlebih dahulu siapa penumpang gelap yang 
dimaksud Kalla. ''Apakah kata-kata Pak JK itu ditujukan kepada beliau (Wiranto) 
atau secara umum. Yang jelas, Pak JK waktu itu tidak menyebut nama,'' tambahnya.

<<34228large.jpg>>

Kirim email ke