Tentara Mahdi dan Al Qaeda setuju satu hal -musisi adalah budak setan!
Sesudah selama ber-taon2 dimusuhi dan dibunuhi  krn dianggap melangar
perintah nabi junjungan, pemusik di Badhdad mulai berani muncul kembali.
Memang sedih kalo aturan yg illogical dan oppressive dari zaman aheula
ditrapkan di zaman modern.

Semoga para pemuka agama dan fanatikun di Indonesia tidak mengulangi
kesesatan dan kebiadaban yg marak di berbagai negara agamis di sono.

Gabriela Rantau

Musik Mulai Menggeliat di Baghdad
AGUSTINUS WIBOWO
<http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/15/13280978/musik.mulai.menggeli\
at.di.baghdad#>         Di bawah sorot mata dan senyuman Turkmenbashi
/
<http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/15/13280978/musik.mulai.menggeli\
at.di.baghdad>
Sabtu, 15 November 2008 | 13:28 WIB
BAGHDAD, SABTU--Setelah bertahun-tahun kucing-kucingan dari kejaran
milisi Syiah dan Sunni, dan polisi, para musikus Irak lambat laun
kembali ke jalan-jalan di kota Baghdad, dan mengisi kesunyian akibat
perang saudara.

"Tentara Mahdi dan Al Qaeda hanya setuju satu hal -- bahwa kami adalah
budak setan," kata Mohammed Rashid (37), pemilik toko musik di kawasan
Fadel, Baghdad.

Di belakang kantornya tergantung potret seorang peniup saxofon dan
seorang pemain tamborin. Keduanya dibunuh milisi Tentara Mahdi awal
2006, saat puncak kekerasan sektarian berkecamuk di Irak.

"Di rumahnya di Sadr City dan di depan anak-anaknya, mereka membunuh dan
membakar jasad peniup saxofon Ayad Hair. Pada hari yang sama mereka
membawa Ali Mohammed dan membunuhnya. Jasadnya ditemukan lebih dua tahun
kemudian," katanya.

Mereka menerangkan kepada para keluarga korban bahwa itu akan menjadi
nasib semua orang yang melampaui hukum suci, kata Rashid, yang membuka
kembali tokonya awal tahun ini.

Ia menghadapi pelecehan serupa dari mereka yang melawan pasukan keamanan
pimpinan AS.

Pada Maret 2006, sekelompok orang yang bertopeng menghancurkan tokonya.
"Apa yang kamu lakukan sesuatu yang terlarang karena musik merupakan
pekerjaan setan," ujar Rashid --yang teringat kata-kata para penyerang
sebelum pergi. "Jika kamu membuka kembali tokomu, kamu akan mati."

Lingkungan di sekitar tokonya pernah terkenal karena kehadiran sejumlah
grup musik yang menyertai pengantin pria menuju rumah pengantin wanita,
menyemarakkan khitanan dan memeriahkan hari-hari libur besar.

Tapi berdasarkan penafsiran ketat hukum Islam oleh Al Qaeda terhadap
kawasan-kawasan yang dikendalikannya, para musikus dipandang sebagai
suatu ancaman terhadap moral, begitu juga penjual alkohol, salon dan
wanita yang tak berjilbab.

Abdel Karim Rashid (34), peniup trompet, beralih menjadi penjual jus
buah-buahan untuk bertahan hidup karena larangan tersebut.

Hingga pertengahan Oktober 2007 ia tak memainkan alat musiknya  lagi
sampai milisi Sunni setempat yang bersekutu dengan pasukan pimpinan AS
mengusir Al Qaeda dari lingkungan itu.

Ia lalu meniup trompetnya dan menyanyikan sebuah lagu untuk merayakan
peristiwa itu di jalan-jalan sekitar. "Inilah kemerdekaan. Kami bersuka
cita dan saya kira telah bangkit dari mati."

Hussein al-Absri, pimpinan persatuan artis Irak, mengatakan ada 300 grup
musik tradisional di Irak menjelang invasi pimpinan AS pada Maret 2003
tapi sebagian besar tak lagi aktif tahun 2004.

Sejak itu sekitar 50 musikus telah dibunuh dan jumlah grup musik
berkurang hingga sekitar 100, ujarnya.

Musik masih dipandang berbahaya di beberapa tempat. Delapan bulan lalu
sebuah grup musik yang pergi ke kota Aziziyah, Irak Selatan, diserang
oleh Tentara Mahdi yang menghancurkan alat-alat musik mereka.

Di distrik Allawi, Bagdad Pusat, Ahmed Omar Magid (27) yang ayahnya
seorang musisi di simfoni kerajaan pada 1954, saat Raja Faisal II
berkuasa, menderita perlakuan sama dari para anggota milisi Sunni.

Kini Magid memainkan delapan alat musik berbeda untuk menadapatkan 170
dolar AS semalam dan grup musiknya mendapat undangan untuk memeriahkan
acara-acara pesta perkawinan setiap bulan. "Banyak seniman meninggalkan
negeri ini tapi beberapa mulai kembali," ujarnya.(ANTARA/AFP)


Kirim email ke