"Quatie Inquiry": Herman SS Vs Mabes Polri?



 
 

O l e h Indriyanto Seno Adji
Di tengah mulainya pesta demokrasi pemilu caleg, pernyataan mantan Kepala 
Kepolisian Daerah Jawa Timur Irjen Pol Herman Surjadi Sumawiredja sungguh bagai 
petir di siang terang bolong. Betapa tidak, Herman SS yang mengundurkan diri 
dari pimpinan Polri ini merasa kecewa atas intervensi Mabes Polri terhadap 
penyidikan perkara dugaan pemalsuan daftar pemilih tetap di Bangkalan dan 
Sampang dalam Pilkada Jawa Timur.
Soal pidana untuk pemalsuan daftar pemilih tetap (DPT) ini diatur dalam Pasal 
115 Ayat 1 dan 3 UU Nomor 32 Tahun 2004 jo UU Nomor 12 Tahun 2008. Sebaliknya, 
KPU meragukan dugaan pemalsuan DPT yang dilaporkan pasangan Kaji melalui 
Panwaslu karena tidak terdapat tanda tangan dan cap pimpinan KPU sebagai bukti 
identifikasi legalitas dan validitasnya.
Seolah netralitas Polri dalam pemilu sebagai kebijakan negara menjadi polemik 
untuk dipertanyakan, yaitu melakukan degradasi prosesual yustisia dengan cara 
menurunkan tingkat penyidikan menjadi penyelidikan, khususnya laporan dugaan 
tindak pidana dimaksud. Apa benar degradasi prosesual yustisia up-down dari 
penyidikan menjadi penyelidikan sebagai bentuk intervensi politik Polri?
Penyelidikan semu
Dari pendekatan sistem prosesual yustisia, sebenarnya permasalahan di atas 
adalah hukum acara pidana (formil) terhadap kewenangan penyelidikan dan 
penyidikan dalam kaitan dengan Pasal 115 Ayat 1 dan 3 UU Nomor 32 Tahun 2004 jo 
UU Nomor 12 Tahun 2008 UU yang bersifat khusus di atas, yaitu laporan Ketua 
Panwaslu Jatim kepada Polda Jatim. Polemik dua kewenangan ini merupakan mixed 
system antara civil law dan common law mengenai tahapan proses pre-ajudication 
(pra-ajudikasi) yang pada pokoknya diadopsi dalam sistem KUHAP Indonesia 
menjadi penyelidikan (inquiry) dan penyidikan (investigation).
Dalam ”penyelidikan”, penegak hukum (penyelidik) membatasi dengan cara mencari 
dan menemukan adanya peristiwa yang diduga tindak pidana guna menentukan 
dapat/tidaknya dilakukan tindakan lanjutan penyidikan. Tahap penyelidikan, 
segala kewenangan ini terbatas mencari dan menemukan suatu peristiwa, bukan 
menentukan adanya cukup-tidaknya alat bukti yang menjadi ranah penyidikan. 
Karena itu, pengiriman segala data yang ada pada tahap penyelidikan kepada 
tahap penyidikan haruslah diartikan ”belum” menjadi ranah dan wewenang tahap 
”penyidikan”, tetapi tahap ”penyelidikan semu”.
Hal ini yang menurut Prof Alan M Dershowitz, PhD (guru besar Harvard Law 
School) dinamakan limited inquiry atau quatie inquiry atau oneigenlijke 
onderzoek.
Dengan demikian, segala kekurangan data yang ada untuk menemukan suatu 
peristiwa (yang diduga) sebagai tindak pidana adalah imperatif, conditio sine 
qua non (syarat mutlak), untuk dikembalikan kepada tahap pre-investigation yang 
dinamakan sebagai tahap inquiry.
Dalam tahap yang dinamakan quatie inquiry atau dalam civil law system dikenal 
sebagai voor bereidigings handeling (persiapan pelaksanaan) menjadi kewajiban 
penyelidik untuk meminta data/bahan alat bukti tambahan, bukan penyidik.
Sementara ”penyidikan”, penegak hukum (penyidik) mencari dan mengumpulkan bukti 
yang dengan bukti itu membuat terang adanya tindak pidana dan menemukan 
tersangka. Tahap investigation, penegak hukum (penyidik) memiliki keterbatasan 
untuk mencari dan mengumpulkan bukti untuk membuat terang tindak pidana, 
artinya segala data yang diserahkan dari penyelidik kepada penyidik haruslah 
diartikan ”belum” memasuki tahap penyidikan selama penyidik belum menyatakan 
cukup bukti untuk menentukan terangnya suatu tindak pidana.
Dalam hal penyidik menyatakan bahwa data-data/alat bukti belum cukup, perlu 
diperhatikan bahwa (a) adalah imperatif untuk dikembalikan kepada tahap 
pre-investigation yang dinamakan sebagai tahap quatie inquiry, juga (b) selain 
itu tidak dapat dibenarkan penyidik melakukan ”penyelidikan tambahan” karena 
kewenangan mengumpulkan data untuk menemukan peristiwa (yang diduga tindak 
pidana) adalah penyelidik, bukan penyidik. Lalu (c) selama data-data/alat bukti 
masih dinyatakan belum cukup meskipun data berada pada penyidik, proses 
pra-ajudikasi ini masih dalam tahap penyelidikan, bukan penyidikan, kecuali 
data/bahan sebagai alat bukti sudah dinyatakan lengkap/cukup.
Dalam hal data/bahan sebagai alat bukti dinyatakan lengkap/cukup, tahap begin 
van uitvoering (permulaan pelaksanaan) menjadi kewajiban penyidik membuat 
terang adanya suatu tindak pidana. Mengingat UU Nomor 32 Tahun 2004 jo UU Nomor 
12 Tahun 2008 sebagai lex specialis dibandingkan KUHAP, khususnya kewenangan 
Panwaslu dalam proses pengumpulan alat bukti (gathering evidence), berdasarkan 
asas Lex Post Terior Derogat Legi Priori, tidak menjadi kewajiban penyidik 
untuk melengkapi kekurangan data/bahan sebagai alat bukti, tetapi kewajiban 
Panwaslu sebagai pelapor. Apalagi ada bantahan KPU tentang legalitas dan 
validitas DPT tanpa tanda tangan/cap institusinya sehingga tidak menjadi 
kewenangan pula penyidik untuk melakukan ”penyelidikan tambahan” (melengkapi 
alat bukti), bukan ”penyidikan tambahan” yang tidak menjadi wewenangnya, tetapi 
kewenangan dan kewajiban Panwaslu Provinsi Jatim sesuai UU Nomor 32 Tahun 2004 
jo UU Nomor 12 Tahun 2008 sesuai asas
 lex specialis.
Dalam kasus ini, dikembalikan data/bahan yang dianggap kurang sebagai alat 
bukti oleh penyidik pada proses quatie inquiry berupa persiapan pelaksanaan 
(voor bereidigings handeling) masih dalam status penyelidikan yang tidak dapat 
diartikan penurunan degradasi penyidikan kepada penyelidikan sebagai bentuk 
intervensi politik.
Dalam proses quatie inquiry, kelengkapan pengumpulan alat bukti berupa 
persiapan pelaksanaan tidak dibenarkan adanya ”penyelidikan tambahan” (bukan 
penyidikan tambahan) oleh penyidik Polri yang tidak menjadi wewenangnya, tetapi 
imperatif kewajiban Panwaslu.
Indriyanto Seno Adji Pengajar Program Pascasarjana UI Bidang Studi Ilmu Hukum
 
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/03/23/23485311/quatie.inquiry.herman.ss.vs.mabes.polri
http://media-klaten.blogspot.com/
 
http://groups.google.com/group/suara-indonesia?hl=id
 
salam
Abdul Rohim


      

Kirim email ke