[PUBLISITAS] 

Perjalanan yang Penuh Muatan
---Anwar Holid

BANDUNG - Apa perjalanan bisa mengubah seseorang? Apa yang sebenarnya berubah 
dalam dirinya? Apa setiap perjalanan selalu menggetarkan? Rasa penasaran 
sejenis ini muncul dari para hadirin di acara publisitas buku Jingga (GPU, 
2010) karya Marina S. Kusumawardhani di Potluck Coffee Bar & Library, Bandung 
pada Kamis, 22 Juli 2010. Jingga merupakan buku keduanya setelah Keliling Eropa 
6 Bulan Hanya 1000 Dolar (GPU, 2008) yang sangat sukses, padahal sebenarnya 
perjalanan ke kedua negara kita itu dia lakukan lebih awal, yaitu ketika masih 
jadi mahasiswa Institut Teknologi Bandung, antara tahun 2003 - 2004. Perjalanan 
ke India dan Thailand itu dia sebut sebagai perjalanan untuk mencari "surga di 
bumi"---tampaknya lebih menjadi renungan spiritual daripada sekadar pergi ke 
tempat eksotik yang dianggap memiliki daya tarik mistik.

Obrolan yang dihadiri puluhan backpacker, kawan sealma mater, juga teman-teman 
cybernya itu berlangsung sederhana, tanpa basa-basi. Ini merupakan diskusi 
kedua setelah launching di Kinokuniya, Jakarta, awal Juli lalu. Marina mengaku 
buku itu lahir dari upaya penemuan diri, pencarian makna, dan perpisahan. 
Dorongan lebih kuat lagi muncul setelah dua kawannya meninggal karena "krisis 
eksistensial." Mengapa India dan Thailand? Jawaban sederhananya waktu itu dia 
terinspirasi oleh perjalanan band Kula Shaker ke India. Band dari Inggris ini 
pernah sempat melahirkan hit "Govinda" yang meleburkan unsur musik India dan 
alternative rock. Marina lebih dari sekadar histeria terhadap band ini, 
melainkan berusaha menemukan arti dari lirik-lirik mereka. 

"Imajinasiku ketika pergi ke kedua negara itu ialah dominan jingga," katanya. 
Mulai dari pakaian para bhiksu, sinar matahari, suasana alamnya. Itulah yang 
menyatukan kedua negara tersebut. Tapi ternyata, di ujungnya perjalanan itu 
semua bergantung pada suasana batin pelakunya sendiri. Kata dia, "Mau seindah 
apa pun, yang fisikal itu akhirnya memudar." Jadi ada sesuatu yang lebih dalam 
dari perjalanan, misalnya belajar soal adaptasi, keterbukaan, serta menelusuri 
jalan kebahagiaan. Dia mengisahkan ketika berada di Kashmir, sebuah wilayah 
konflik di bagian utara India yang berbatasan dengan Afghanistan dan Cina. 
Waktu itu di sana sedang kuat-kuatnya solidaritas agama, terutama Hindu dan 
Islam, padahal itulah salah satu sumber konflik. Dia merenung, kalau begitu apa 
arti agama? Kenapa pada tahap tertentu ia malah menjadi sumber kehancuran, 
apakah ia cuma topeng dan identitas yang bisa memisahkan golongan manusia? Atau 
ia menjadi jalan manusia untuk mencapai
 Tuhan? Marina berpendapat bahwa umat beragama itu pada dasarnya sedang 
berjalan menuju Tuhan. "Cuma persoalannya, apa perjalanan itu sampai ke sana 
atau tidak," demikian tandasnya. Mungkin itu sebabnya Wimar Witoelar 
berkomentar bahwa Jingga "menjadi santapan mental yang jauh lebih luas." Bagi 
Wimar, buku ini memberi kenikmatan membaca sekaligus menambah perlengkapan 
orang mengarungi kehidupan multibudaya---yang rentan hilang dalam masyarakat 
karena fanatisme golongan, daerah, suku, dan agama.

Yang membuat para backpacker bertanya-tanya dengan nada takjub ialah pengalaman 
Marina tentang budget dan menemukan muatan dari perjalanan tersebut. Karena 
tahu setiap perjalanan butuh biaya, sebagian backpacker mengaku sudah berusaha 
sangat hemat, tapi menurut mereka yang dilakukan Marina ternyata super-duper 
hemat. Apa dia mengorbankan kenyamanan atau kemewahan lebih dari 
segala-galanya? Menurut Marina, itu tergantung definisi masing-masing orang 
terhadap yang dijalani atau dinilainya. Dia bahkan baru kenal istilah 
"backpacker" ketika berada di Thailand dan sadar ternyata membentuk komunitas 
pertemanan yang amat besar di dunia ini.

"Perjalanan itu semakin spontan, semakin terbuka pada banyak hal, akan semakin 
bagus dan seru," katanya. Marina juga berpendapat perjalanan ke suatu tempat 
itu jauh sangat bermakna dan nyaman bila kita kenal dengan orang setempat, 
apalagi bila membuahkan pertemanan yang langgeng. Sekadar jalan-jalan ke suatu 
kota dan berpotret-potret di sebuah landmark akan membuat capek dan 
membosankan. Perjalanan yang hebat idealnya melahirkan pengalaman dan 
pengetahuan bagi pelakunya. 

Berdasarkan nilai dan budayanya, Marina yakin bahwa orang Indonesia itu jauh 
lebih adaptif dan terbuka pada budaya dan orang luar. Kita cenderung melihat 
orang lain sebagai teman, berbeda dengan orang barat yang biasanya mula-mula 
membedakan orang dalam tiga kategori, yaitu orang asing (stranger), teman 
(friend), dan rekan kerja (colleague).[]

Silakan kenalan dengan Marina di Facebook:
http://www.facebook.com/jedimarina

Link detail buku:
http://www.gramedia.com/buku_detail.asp?id=KFAQ0535&kat=3

_________________________________________
Anwar Holid bekerja sebagai penulis, editor, & publisis. Buku barunya ialah 
Keep Your Hand Moving (GPU, 2010). Blogger @ http://halamanganjil.blogspot.com. 

KONTAK: war...@yahoo.com | HP: 085721511193 | Panorama II No. 26 B Bandung 
40141.


      

Kirim email ke